Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Berebut Kursi Panas di Pilkada, Akankah Kepentingan Rakyat yang Utama?

Topswara.com -- Belum hilang dari kemeriahan pesta demokrasi bulan Februari lalu yang menimbulkan banyak konflik dan perseteruan. Kini masyarakat akan kembali menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada November mendatang. 

Pemilihan gubernur dan pemilihan bupati serentak ini telah diatur sesuai peraturan KPU nomor 2 tahun 2024 tentang tahapan dan jadwal pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota. (News.detik.com/21/4/2024)

Suara rakyat akan kembali diburu demi ajang kontestasi Pilkada. Berbagai cara akan dilakukan para elit politik agar partai politik mereka kembali terpilih. Salah satu caranya dengan merangkul pabrik figur atau artis untuk diusung menjadi calon pemimpin yang tanpa disadari oleh masyarakat bahwa nantinya calon pemimpin yang bermodalkan popularitas tanpa memiliki kredibilitas dalam kepemimpinan.

Sejumlah nama artis pun mulai bermunculan menjelang pilkada november mendatang. Hal ini wajar terjadi dalam sistem politik demokrasi. Demokrasi hanya mencari banyak nya suara tanpa memandang kualitas pemimpin nya.

Suara rakyat hanya akan diperlukan saat pemilihan umum. Namun setelah terpilih mereka hanya akan memikirkan kepentingan kelompoknya dan para elit oligarki. Para pemimpin yang terpilih bukan sibuk merealisasikan visi misi dan janji-janji nya untuk mensejahterakan rakyat. 

Namun mereka sibuk memperkaya dirinya dan kelompoknya mereka seakan lupa janji mereka saat kampanye. Suara rakyat hanya digunakan untuk melanjutkan kekuasaan mereka. Untuk terus meraup pundi-pundi materi dari hasil kekuasaannya. Inilah realita demokrasi kekuasaan digunakan sebagai alat untuk meraih kekayaan serta melanggengkan bisnis-bisnis mereka.

Padahal saat ini pemimpin yang diharapkan masyarakat adalah pemimpin yang amanah dan dapat mengurusi urusan masyarakat. Namun pemimpin seperti ini tidak akan pernah lahir dari sistem batil demokrasi yang diterapkan hari ini. 

Demokrasi hanya menjadi biang kerusakan sistem politik dinegeri ini. Maka, kita tidak mungkin berharap kebaikan dari sistem demokrasi.

Berbeda dengan Islam. Kekuasaan di dalam Islam sangatlah penting karena dengan kekuasaan seharusnya digunakan untuk mewujudkan kemaslahatan umat dan agama sehingga kekuasaan harus dibangun dengan pondasi yang benar yaitu Islam. 

Islam sebagai agama sempurna memiliki aturan yang lengkap dalam seluruh aspek kehidupan termasuk politik pemerintahan. Akidah Islam adalah pondasi dari penerapan aturan.
 
Imam Al Ghazali menyatakan agama adalah pondasi sedangkan kekuasaan adalah penjaganya apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur dan yang tidak memiliki penjaga akan lenyap.

Kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Maka di dalam Islam memilih pemimpin daerah juga memiliki mekanisme yang sangat baik tanpa mengeluarkan biaya mahal. Pemilihan kepala daerah akan dilakukan secara sederhana cepat dan murah, efektif dan efisien karena kepala daerah akan dipilih langsung oleh khalifah sebagai wakil dari khalifah untuk meriayah rakyat. 

Sehingga wali/amil bukanlah pemimpin tunggal. Setiap hukum/aturan di suatu daerah akan dipertanggung jawab kan kepada khalifah. Kepemimpinan ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW saat Rasulullah menjadi kepala negara di Madinah. Saat itu Rasulullah mengangkat Ali bin abi thalib sebagai wali di Yaman.

Kepemimpinan yang akan membawa kebaikan dan kemaslahatan dalam kehidupan masyarakat hanya akan terwujud jika pemerintahan itu menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam naungan khilafah islamiah. 

Kepemimpinan ini pernah ada sepanjang 13 abad lamanya hanya menerapkan sistem pemerintahan khilafah bukan yang lain. Tidakkah kita menginginkan kehidupan yang baik dalam nanungan islam. Bukan dengan demokrasi yang hanya bertabur janji-janji tanpa bukti.

Wallahua'lam.


Oleh: Amalia Faramutia 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar