Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Berantas Pornografi, kok Setengah Hati?

Topswara.com -- Sebanyak 5,5 juta anak Indonesia terpapar pornografi. Sungguh merupakan fakta yang menyayat hati. Lebih pilu lagi jika dikatakan range usia korban pun kian hari kian kecil, di mana anak-anak PAUD sudah mulai disasar industri bejat ini. 

Berita tentang maraknya industri pornografi kerap menghiasi media kita, baik cetak maupun elektronik. Namun sayangnya berkali muncul kasus ini selalu disikapi sama. 

Sekadar kaget sesaat, kemudian hilang seakan tak terjadi apa-apa. Bagai orang makan sambal, hanya terkaget-kaget kepedasan atau miris sesaat, prihatin, mengutuk, berdoa agar anak kita tidak terkena musibah mengerikan itu. Kemudian alih-alih mencari akar masalah dan solusi tepat sesuai masalahnya, justru kita cepat melupakannya dan mengulangi lagi kesalahan yang sama.

Semua telah sepakat pornografi adalah sesuatu yang berbahaya. Daya rusaknya pada otak anak sangat luar biasa. Jika beberapa waktu lalu banyak yang euforia karena negeri ini kelak akan mendapat bonus demografi. 

Dengan merebaknya pornografi di kalangan generasi, masih layakkah kita euforia dengan jumlah demografi generasi muda di masa depan? Alih-alih kemapanan ekonomi bisa kita dapatkan, mungkin justru beban kita bertambah karena melimpahnya generasi muda yang telah rusak otaknya karena pornografi.

Besarnya dampak kerusakan pornografi nyatanya belum diimbangi dengan keseriusan pemberantasannya. Wajarlah jika dikatakan upaya pemberantasan pornografi hanya setengah hati. 

Walau banyak yang terlibat mulai masyarakat, LSM, ormas, hingga pemerintah nyatanya belum menyentuh akar permasalahan pornografi. Sehingga solusi yang ditawarkan pun hanya sampai permukaan saja.  

Bahkan seringnya hanya berhenti sampai kecaman belaka. Hukum pidana pun tak menimbulkan jera. Hingga pelakunya bebas melenggang dan leluasa mengembangkan sayap hinga menyentuh pasar anak-anak TK. Dengan begitu umur usaha mereka akan jauh lebih panjang. Dan cuan kian terpampang di depan mata. 

Pornografi hakikatnya adalah buah peradaban rusak kapitalisme. Peradaban yang lahir dari paham sekularisme ini begitu menjunjung kebebasan dan kepuasan materi belaka. 

Maka selama sesuatu menghasilkan keuntungan, kemudian ada pasar yang menginginkan maka sah saja dikembangkan dalam masyarakat kapitalisme. Walaupun sesuatu itu membuahkan kerusakan, yang penting cuan. 

Mengingat besarnya perputaran uang pada Industri pornografi bahkan dikatakan industri ini masuk kategori shadow economy yang cukup menopang perputaran uang dalam masyarakat, nampaknya akan sulit diberantas selama peradaban ini ada.

Karena kembali pada prinsip kapitalisme, selama sesuatu itu menguntungkan dan ada pasar yang 'membutuhkan' maka hal itu legal. Jadi kapitalisme inilah yang merupakan akar masalah sesungguhnya dari merebaknya pornografi. 

Maka jika kita dan pemerintah serius ingin memberantas pornografi, kapitalisme inilah yang harus di cabut sampai akar-akarnya. Namun juga tidak bisa kita nafikan bahwa kapitalisme saat ini telah sukses menancapkan kuku tajamnya di negeri ini. 

Hal inilah yang menyebabkan kenapa Indonesia sebagai negeri muslim terbesar bisa menjadi surga pemasaran pornografi. Karena sekularisme dan kapitalisme telah merusak pemikiran masyarakat dan membuahkan aturan yang menguntungkan pelaku maksiat. 

Merebaknya kasus pornografi ini seharusnya membuat kita sadar, betapa hari ini kita kian membutuhkan Islam sebagai asas peradaban. Hanya Islam yang mampu menggantikan peradaban kapitalisme yang penuh kerusakan untuk dibawa pada peradaban penuh rahmat. 

Islam sebagai ideologi jelas memiliki seperangkat aturan yang tak hanya mengatur masalah ibadah. Namun Islam memiliki seperangkat aturan yang juga mengatur masalah sosial masyarakat. Semisal aturan ekonomi dan pergaulan pria wanita. Termasuk aturan terkait menonton atau melihat pornografi. 

Islam melarang dan mengharamkan pornografi. Sekalipun yang dilihat hanyalah gambar. Bukan tubuh secara langsung. 

Pada kasus pornografi berlaku kaidah syara' 

اَÙ„ْÙˆَسِÙŠْÙ„َØ©ُ Ø¥ِÙ„َÙ‰ اْلحَرَامِ Ø­َرَامٌ

“Sarana yang menghantarkan kepada perbuatan haram adalah haram.”

Tidak disyaratkan dalam kaidah ini bahwa sarana itu harus membawa kepada keharaman secara pasti (qhat’i), tapi cukup dengan dugaan kuat (غلبة الظن). Sementara produk produk pornografi baik berwujud gambar, video, game atau ap apun itu kuat dugaannya dapat membawa mereka yang mengkonsumsinya kepada tindakan haram, sehingga kaidah tersebut dapat diterapkan pada kasus ini. 

Maka dari itu, tidak boleh untuk menonton, dan melihatnya. Bukankah selama ini kita sering menyaksikan kasus pemerkosaan, pelecehan terjadi karena diawali menonton adegan porno. Hal ini adalah bukti dugaan kuat dampak atas konsumsi pornografi. 

Sebagai Muslim tentunya kita berharap kasus pornografi ini segera teratasi. Demi masa depan generasi. Tidak ada jalan lain mengatasi hal ini, selain dengan membuang kapitalisme dan menggantikan nya dengan aturan Islam secara kaffah. 

Penerapan Islam yang kaffah akan menghadirkan perisai yang melindungi umat. yakni melalui keberadaan negara yang melegalisasi aturan yang berakar dari Islam. Keberadaan negara inilah yang akan mampu memberantas pornografi hingga akar-akarnya. 

Melarang peredarannya dan memberi sanksi tegas pada pelaku, produsen, dan penyebarnya. Keberadaan negara yang seperti inilah yang seharusnya diupayakan segera ada oleh seluruh kaum Muslim. Sehingga terjaganya generasi serta keberkahan hidup bukan lagi sekedar hayalan belaka. 

Cukuplah bagi kita janji Allah dalam QS. Al A'raf:96. 

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." []


Oleh: Titin Erliyanti, S.Pd.
(Pengasuh Kajian Baiti Jannati)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar