Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Badai PHK Masih Melanda, Rakyat Makin Merana

Topswara.com -- Fenomena PHK massal yang terjadi di beberapa provinsi di Indonesia pasca pandemi belumlah surut. Tercatat sejak tahun 2023 hingga awal tahun 2024, ribuan buruh pabrik dari 8 pabrik 'raksasa' harus menelan pil pahit akibat pemutusan hubungan kerja (PHK).

Yang terbaru, perusahaan sepatu legendaris, Bata, menutup pabriknya yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat. Akibatnya 233 orang pekerjanya terimbas PHK. Seperti yang dikatakan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Purwakarta, Didi Garnadi, PT. Sepatu Bata Tbk gulung tikar akibat sepinya order. Oleh karena itu produsen salah satu merek sepatu terkenal itu mengurangi jumlah karyawannya secara bertahap. (Liputan 6.com, 6 Mei 2024)

Bukan hanya Bata, banyak pabrik di wilayah pulau Jawa yang merupakan usaha sektor padat karya yang telah lebih dulu melakukan PHK besar-besaran terhadap ribuan buruhnya. Salahsatu di antaranya adalah pabrik sepatu merek Adidas di Sukabumi dan Tangerang. 

Alasan PHK pun bermacam-macam, ada yang karena menutup total operasional pabrik, efisiensi, relokasi ke wilayah lain hingga hengkangnya perusahaan ke negara lain.

Penyebabnya tidak lain adalah karena perusahaan merugi akibat terkena imbas krisis perekonomian dunia. Data dari World Bank menyebutkan terjadinya perlambatan ekonomi global tahun 2022-2023 di antaranya disebabkan oleh tingginya inflasi, ketatnya suku bunga, dan dampak dari perang Rusia Ukraina yang menimbulkan krisis di AS dan Eropa, dua wilayah ini merupakan tujuan utama ekspor barang-barang produksi dalam negeri.

Di samping itu pertumbuhan industri yang stagnan, dan daya beli masyarakat yang menurun, juga menjadi salah satu faktor pabrik-pabrik menutup total operasionalnya. Bagaimana tidak, di kala stok barang produksi melimpah, tetapi perusahaan tidak bisa melepas ke pasar karena permintaan yang rendah. 

Belum lagi serbuan barang-barang impor, termasuk alas kaki (sepatu, sandal), yang harganya jauh lebih murah. Barang seperti ini tentu saja lebih diminati konsumen di tengah kondisi ekonomi yang tengah lesu. Bagi mereka yang penting bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa mempertimbangkan lagi kualitas dari apa yang mereka pakai.

Sementara itu PHK massal berarti akan menambah angka pengangguran di negeri ini. Artinya angka kemiskinan makin bertambah. Dampaknya pun beragam: gizi buruk, stunting, putus sekolah, angka perceraian hingga kriminalitas akan meningkat. 

Sekalipun perusahaan memberikan pesangon bagi karyawannya yang terkena PHK, sejatinya yang dibutuhkan rakyat adalah memperoleh jaminan kerja. Dengan jaminan tersebut para kepala keluarga pencari nafkah tidak perlu was-was dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Namun mirisnya, jaminan pekerjaan tersebut tidak pernah diberikan oleh penguasa negeri ini. Pemerintah malah memberikan kebebasan kepada pihak swasta lokal maupun asing yang bermodal besar untuk membuka berbagai perusahaan. Sementara itu penguasa hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator para kapital dan oligarki untuk menguasai sumber daya alam negeri ini.

Para pemilik perusahaan pun bebas menentukan kualifikasi yang tinggi bagi calon pekerjanya. Persyaratan ini seringkali tidak mampu dicapai oleh anak-anak generasi bangsa ini akibat pendidikan dan skill mereka yang rendah. Atau kadangkala perusahaan-perusahaan asing lebih suka mempekerjakan tenaga kerja asing daripada membuka lapangan pekerjaan untuk anak-anak muda negeri ini.

Semua ini terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme liberal yang meniscayakan perekonomian suatu negeri boleh dikuasai oleh sekelompok orang berduit (kapital), dan para oligarki. Akibatnya negara tidak memiliki kekuasaan maupun kemampuan menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya, selain hanya berharap kepada para pemodal atas nama investasi. 

Disinilah letak kelemahan sistem kapitalisme yang menjadikan negara abai dalam me ri'ayah rakyatnya. Padahal Rasulullah saw. telah bersabda:
"Imam/khalifah itu laksana gembala (raa'in), dan dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya". (HR. Bukhari dan Muslim)

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang berasal dari Sang Khalik. Islam memiliki seperangkat aturan yang syamil dan kamil dalam mengatur urusan umatnya. Bukan hanya mengatur urusan ibadah mahdhah belaka, namun sebagai sebuah ideologi, Islam juga mengatur urusan kehidupan manusia termasuk sistem ekonominya.

Islam mewajibkan negara menjamin kebutuhan seluruh rakyatnya, baik muslim maupun non muslim, kaya-miskin, laki-laki atau perempuan, dewasa dan anak kecil, tanpa kecuali. Kebutuhan yang dimaksud terbagi menjadi dua, yaitu: kebutuhan dasar individu, berupa pangan, sandang, dan papan, maupun kebutuhan dasar publik yakni: pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Negara menjamin setiap laki-laki dewasa untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan skill yang dimiliki. Yang demikian itu agar mereka mampu memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya. Negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya dengan mengeksplor seluruh sumber daya alamnya. 

Sistem ekonomi Islam yang memiliki tiga prinsip kepemilikan harta, yaitu: kepemilikan umum, negara, dan individu, akan secara tegas mengatur dan membatasi apa-apa saja yang boleh dimiliki atau dikelola oleh perseorangan atau perusahaan. 

Sehingga mereka yang berduit tidak boleh menguasai apa yang menjadi harta milik rakyat, misalnya: hasil tambang, hutan, dan air. Seluruh harta kepemilikan umum hanya boleh dikelola oleh negara yang hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat. 

Selain pemasukan negara dari SDA, masih ada pemasukan lain sesuai syariat seperti fa'i, jizyah, kharaz, dan lainnya. Semuanya memberikan kemampuan bagi negara untuk mengurusi rakyat ditopang oleh para pejabat yang terseleksi atas dasar keimanan sehingga amanah dalam seluruh kebijakan. 

Maka tidak heran selama berabad-abad sistem Islam tegak mampu memberikan kesejahteraan sampai tidak ditemukan satupun yang tidak layak menerima zakat, yaitu di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Hal ini tidak ditemukan di negara kapitalis, walaupun mengalami kemajuan ekonomi. Kemiskinan tetap ada, karena yang kaya semakin kaya, yang miskin tambah melarat. 

Hanya dengan kembali menerapkan syariah kafah dalam sebuah institusi, masalah kemiskinan, sempitnya lapangan kerja akan tuntas terselesaikan. 

Wallahualam bissawab.


Oleh: Tatiana Riardiyati Sophia 
Pegiat Literasi dan Dakwah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar