Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Anak Jadi Pelaku Kriminal, Gambaran Output Pendidikan Kapitalis

Topswara.com -- Generasi muda makin hari makin meresahkan. Berita yang disajikan di berbagai platfrom media bukan lagi berbicara tentang prestasi anak muda, melainkan kejahatan kriminal. 

Keresahan ini ada manakala membayangkan masa suram generasi muda yang terus berada di pusaran tindak kejahatan. Diantara berita yang hangat dibicarakan ialah kasus seorang bocah laki-laki berinisial MA (6) asal Sukabumi, Jawa Barat, menjadi korban pembunuhan dan kekerasan seksual sodomi. Pelakunya seorang pelajar SMP berusia 14 tahun. (kumparanNEWS, 16-03-2024).

Dikutip dari Metro Jambi, ada berita yang tak kalah mencengangkan dari seorang santri (13) sebuah pondok pesantren menjadi korban pembunuhan. Pelakunya tidak lain senior korban sendiri. Ini baru dua kasus anak bermasalah dengan hukum yang terekspos, lantas bagaimana dengan kasus-kasus lainnya?

Menurut data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, jumlah anak yang berkonflik dengan hukum menunjukkan tren peningkatan pada periode 2020-2023. Per 26 Agustus 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum. 

Sebanyak 1.467 anak di antaranya berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sedangkan 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana. Jika kita bandingkan dengan data tiga tahun lalu, jumlah anak yang terjerat hukum belum pernah menembus angka 2.000. Mencermati data pada 2020 dan 2021, angka anak tersandung kasus hukum 1.700-an orang. Lalu meningkat di tahun berikutnya menjadi 1800-an anak. 

Tren yang cenderung meningkat ini sesungguhnya merupakan alarm keras bahwa generasi kita sedang tidak baik-baik saja dan cenderung menuju pada kondisi yang problematik.

Lantas siapa sebenarnya biang kerok dibalik kerusakan remaja yang ada saat ini? Mungkinkah generasi muda mampu merebut kembali predikat mereka sebagai “estafet bangsa” ?

Keluarga Kapitalis “Kena Mental”

Inilah gambaran output yang dihasilkan dari didikan sistem kapitalisme, sistem yang hanya berorientasi pada materi. Keluarga sebagai orang terdekat anak tidak mampu membendung pengaruh kerusakan hari ini. Mengapa demikian? 

Faktanya justru lingkungan keluargalah yang membuat anak mendekat dengan kerusakan. Dimana orang tua hanya menganggap dirinya sebagai pihak pemberi materi. Mereka merasa cukup ketika anak-anak sudah diberi pakaian, makanan, mainan, disekolahkan di tempat favorit dan sejenisnya.

Sementara itu, orang tua hanya mengejar materi sebagaimana yang ditanamkan dalam sistem Kapitalisme. Karena tekanan ekonomi, ayah dan ibu sibuk bekerja. Akibatnya anak-anak tidak mendapatkan pendidikan yang benar di lingkungan keluarga. Inilah yang dimaksud dengan keluarga “kena mental”. Keluarga yang terus mengalami tekanan ekonomi sehingga sibuk mengejar orientasi materi, hingga kewajiban sebagai orang tua terlalaikan.

Sementara di sekolah, anak-anak diarahkan oleh kurikulum sistem pendidikan Kapitalisme yang berorientasi materi dan minim nilai agama. Alhasil anak-anak hanya terobsesi mengejar prestasi tanpa ada bimbingan akhlak dan ketaatan.

Pendidikan keluarga “kena mental” akibat sistem sekuler kapitalisme makin terintegrasi dengan hilangnya moral dan kepribadian generasi. Anak tidak terdidik dengan benar di sekolah dan kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan mereka semakin memperparah kondisi generasi muda. Maka tak heran banyak bermunculan para pelaku kriminal yang berasal dari anak muda.

Cara Islam Mendidik Anak

Mendidik generasi ibarat sedang mempersiapkan lahirnya peradaban mulia. Generasi emas tidak lahir dari pendidikan yang sarat akan pencapaian duniawi semata, apalagi yang terlibat perbuatan kriminal. 

Generasi emas hanya lahir dalam sistem pendidikan yang bervisi misi membentuk kepribadian mulia. Sistem itu tidak lain berupa sistem Islam. Sistem yang mampu berdiri kokoh selama lebih dari 13 abad mewujudkan generasi brilian, beriman, dan bertakwa. Apa rahasia kesuksesan tersebut?  

Pertama, pendidikan yang diterapkan dalam sistem Islam berbasis akidah Islam. Tujuan pendidikan dengan kurikulum akidah adalah membentuk pola pikir dan sikap yang sesuai dengan standar syakhsiyyah islamiah. 

Negara menyelenggarakan pendidikan sebagai layanan gratis yang dapat dinikmati seluruh elemen masyarakat, bahkan di daerah terpencil sekalipun. Pendidikan yang gratis juga dilengkapi dengan fasilitas yang memadai dan tenaga guru yang profesional sehingga mampu menciptakan generasi unggul dalam iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) maupun imtak (iman dan takwa). 

Kedua, menerapkan sistem sosial dan pergaulan Islam. Islam memiliki ketentuan dalam menjaga pergaulan baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat, diantaranya ialah: pertama, berpakaian syar’i dan menutup aurat, kedua, larangan berkhalwat (berduaan dengan non mahram) dan Ikhtilat (campur baur kali-laki dan perempuan), ketiga, larangan mendekati zina.

Ketiga, menyaring konten dan tayangan yang beredar. Menindak tegas oknum yang sengaja menyebarkan konten porno, media penyeru kemaksiatan, film berbau sekuler, dan perbuatan apa saja yang mengarah pada pelanggaran syariat.

Wallahua’lam bisshawab.


Oleh: Rizka Fitri Annisa
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar