Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

The Power of Ramadan (Bagian 28)

Topswara.com -- Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah : 183). 

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran : 110).

Alhamdulillah, kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power of Ramadhan hari ke duapuluh delapan bulan suci Ramadhan 1445 H. Ramadhan adalah bulan dimana orang-orang beriman diuji untuk menjalankan puasa sebulan penuh dan mampu istiqamah sampai garis finish. Tanpa terasa kita telah hamper finish. Tidak terasa 28 hari sudah kita menjalankan puasa Ramadhan.

Ramadhan hendaknya terus memberikan kekuatan perenungan hati dan pikiran sejauh mana keimanan kita telah menghasilkan Ketakwaan, yang artinya pengakuan dan komitmen. Sebab seluruh manusia dan alam semesta adalah ciptaan Allah, maka seharusnyalah manusia dan alam semesta ini tunduk kepada Allah.

Bumi, manusia dan alam semesta ini adalah milik Allah, sebab semuanya adalah ciptaanNya. Allah pula yang membuat peraturan dan undang-undangnya melalui firman dalam kitab suciNya. Allah pula yang mengutus RasulNya untuk memberikan teladan bagaimana mengatur manusia, kehidupan dan alam semesta ini berdasarkan syariahnya, bukan berdasarkan hawa nafsu manusia.

Alam semesta adalah rumah Allah, maka Allah lah yang berhak mengaturnya melalui hamba-hambanya yang beriman dan bertakwa kepadaNya. Itulah mengapa Allah begitu murka kepada manusia durjana yang merebut hak-hak Allah dalam mengatur rumanNya. Bahkan alam semesta beserta isinya tunduk kepada Allah, lantas mengapa manusia yang berakal sering kali justru membangkangNya.

“…padahal kepadaNya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa …” (TQs. Ali Imran: 83). “… bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepadaNya.” (TQs. Al-Baqarah: 116).

 “Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri.” (TQs. An-Nahl: 49)

 “Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia?” (TQs. Al-Hajj: 18)

 “Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” (TQs. Ar-Ra’d: 15)

Allah adalah sumber kebenaran dan kepadaNya seharusnya semua makhluknya tunduk. Tidak ada satupun kebenaran dari manusia yang lebih benar dibandingkan kebenaran Allah. Syariah Allah adalah sumber kebenaran untuk mengatur kehidupan di segala aspeknya.

Menjadikan manusia sebagai sumber kebenaran dan peraturan adalah sebuah pengkhianatan seorang hamba kepada Tuhannya. Menjadikan manusia sebagai tuhan yang berhak membuat aturan adalah sebuah pembangkangan atas Allah dan syariahnya.

Jika manusia tinggal di bumi Allah berarti mereka sedang tinggal di rumah Allah. Seorang tamu selayaknya mengikuti aturan yang telah dibuat oleh Sang Pemilik rumah. Jika seenaknya nafsunya sendiri membuat aturan dan mengabaikan aturan Sang Pemilik rumah, maka sama saja dengan mengusir Sang Pemilik dari rumahnya. Demokrasi sekuler adalah salah sistem kehidupan yang menjadikan nafsu manusia sebagai sumber hukum dan kebenaran.

Syahwat politik dan politik syahwat begitu mudah tersalurkan dalam sistem demokrasi. Gen antroposentrisme dan antropomorphisme demokrasi dengan jargon dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat secara filosofis berarti bentuk penyembahan kepada manusia. 

Manusia yang memuja demokrasi berarti telah menjadikan manusia sebagai tuhan yang disembah. Sebab dalam demokrasi, manusia dijadikan sebagai otoritas pembuat hukum yang menjadi timbangan benar dan salah atas perbuatan rakyat. 

Esensi demokrasi adalah dari manusia, untuk manusia dan oleh manusia. Sementara Islam mengajarkan dari Allah, untuk Allah dan oleh Allah. Artinya semua manusia dan alam semesta berasal dari Allah, hidup didunia adalah ibadah untuk Allah dan kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Demokrasi secara esensial bertentangan dengan Islam.

Dengan kata lain, demokrasi melarang Tuhan Pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan ini untuk mengurus rumah beserta isinya. Kesombongan demokrasi menganggap manusia sanggup membuat hukum bagi kehidupan manusia. Demokrasi mendudukkan wahyu Tuhan dibawah nafsu manusia. Allah telah menyinggung dengan tegas adanya manusia yang menuhankan hawa nafsu. 

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran [TQS At Jatsiyah : 23]

Memilih manusia yang dianggap pintar untuk menjadi wakil rakyat untuk membuat hukum sesuai akal dan nafsunya dengan mengabaikan wahyu adalah malapetaka terbesar bagi peradaban manusia. Al-,Qur’an sendiri menilai fenomena ini sebagai bentuk penuhanan manusia kepada manusia. 

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan [TQS At Taubah : 31].

Ketika Adiy bin Hatim ra. mendengar ayat ini, ia berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami tidak menyembah mereka.” Maka Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Bukankah mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan, kemudian kalian menghalalkannya. Dan mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan, kemudian kalian mengharamkannya?!” Ia menjawab, “Ya. benar.” Maka beliau bersabda, “Itulah bentuk ibadah kepada mereka.” [HR At-Tirmidzi].

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Di dalam hadis tersebut terdapat dalil bahwa menta’ati ulama dan pendeta dalam hal maksiat kepada Allah berarti beribadah kepada mereka dari selain Allah, dan termasuk syirik akbar yang tidak diampuni oleh Allah. 

Karena akhir ayat tersebut berbunyi: “… padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Ma-haesa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Ma-hasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [TQS. At-Taubah : 31] 

Allah adalah pembuat hukum atas seluruh perbuatan manusia di dunia. Hanya Allah yang berhak menentukan halal dan haram perbuatan manusia. Apa yang diharamkan Allah tidak boleh dihalalkan oleh manusia dan apa yang dihalalkan Allah tidak boleh diharamkan manusia. 

Tetapi lihatlah, secara gamblang demokrasi telah menghalalkan LGBT yang diharamkan Allah, menghalalkan riba yang diharamkan Allah, menghalalkan pelacuran yang diharamkan Allah, menghalalkan perzinahan yang dilarang Allah, menghalalkan minuman keras yang diharamkan Allah. Demokrasi tidak pernah menjadikan halal haram sebagai timbangan perbuatannya, melainkan berdasarkan manfaat materialisme belaka.

Demokrasi sekuler liberal adalah bentuk kezaliman terbesar dalam perjalanan sejarah manusia. Allah kembali menegaskan larangan atas penyerahan otoritas pembuat hukum kepada manusia dalam urusan negara dan rakyat. Komunisme ateis adalah puncak kesombongan dan kezaliman manusia. Kesombongan hanya akan berakhir kepada malapetaka peradaban manusia.

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih [TQS Asy Syura : 21].

Mekanisme penentuan kebenaran dan kemenangan oleh jumlah suara yang lebih banyak adalah ajaran kedunguan demokrasi sekuler kepada manusia. Bahkan Sokrates rela mati untuk menolak menolak mekanisme penentuan kebenaran ala demokrasi ini. Al Qur’an sendiri dengan tegas melarang mengikuti suara dari kebanyakan manusia.

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) [TQS Al An’am : 116].

Konsensus wakil rakyat dalam demokrasi hanyalah karena pertimbangan pragmatisme semata. Mekanisme kekuasaan dibangun diatas pondasi transaksional, bukan karena kebaikan dan moralitas. Demokrasi adalah sistem amoral, tidak ada moral dalam demokrasi, yang ada adalah kepentingan syahwat politik, uang dan kekuasaan. 

Demokrasi sekuler liberal yang mengabaikan hukum dan peringatan Allah hanya akan melahirkan malapetaka kehidupan berupa kesengsaraan dan kesempitan hidup. Bukan hanya sampai disitu, bahkan Allah mengancam akan menimpakan kesengsaraan di akherat dengan membutakan mata manusia. 

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta". [TQS Thaaha : 124].

Tasyri’ atau hak membuat hukum hanyalah milik Allah SWT. Sebab Allah yang menciptakan sekaligus memiliki alam semesta, bumi dan seluruh wilayah di seluruh negara di dunia. Indonesia adalah milik Allah, Amerika adalah milik Allah, Arab Saudi adalah milik Allah dan seluruh negara di dunia adalah milik Allah. ada yang berani membantah ?. Seluruh alam semesta dan jagad raya adalah rumah milik Allah.

Yang dimaksud dengan tasyri’ adalah apa yang diturunkan Allah SWT untuk seluruh manusia berupa manhaj (jalan) yang harus mereka lalui dalam seluruh bidang kehidupan seperti politik, agama, ekonomi, pendidikan dan budaya. Termasuk di dalamnya masalah penghalalan dan pengharaman. Tidak seorang pun berwenang menghalalkan kecuali apa yang sudah dihalalkan Allah, juga tidak boleh mengharamkan kecuali apa yang sudah diharamkan Allah. Syariah Allah adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri.

Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.” [TQS. An-Nahl : 11].

Demokrasi adalah bentuk pembohongan dan pembangkangan kepada Allah. Demokrasi telah melarang Allah untuk mengurus negara dengan aturan dan hukum yang telah diturunkan. Padahal seluruh negara adalah milik Allah, bahkan seluruh manusia adalah milik Allah.

Karena itu wahai manusia, dengarkan firman Allah ini, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu [TQS Al Baqarah : 208] 

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam [TQS Al Anbiya : 107]. Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. [TQS Al A’raf : 96].

Jadi tunggu apa lagi, mari perjuangkan tegaknya Islam kaffah di negara ini dan seluruh negara di dunia. Sebab tamu yang baik adalah yang memahami dan mematuhi aturan pemilik rumah. Hamba yang baik adalah secara totalitas tunduk dan patuh kepada Sang pencipta jagad raya.

Menerapkan demokrasi sekuler liberal atau komunisme ateis sama saja dengan mengusir Allah dari rumanNya. Sebab Allah selalu diabaikan dalam demokrasi dan komunisme, bahkan agama dinistakan, dituduh sebagi candu dan penghalang. Jika alam semesta saja tunduk kepada Allah, mengapa manusia yang berakal justru sering membangkangNya.

Menerapkan syariah Islam secara kaffah adalah bentuk kesadaran, kesyukuran dan ketundukan kepada Allah Sang Pencipta alam semesta. Dari ketundukan inilah akan lahir keberkahan kehidupan manusia dan seluruh makhlukNya. Ini adalah kekuatan dahsyat yang bisa lahir dari momentum bulan suci Ramadhan.

 [Kota Hujan,7/04/24 M – 28 Ramadhan 1445 H : 12. 00 WIB]


Oleh : Dr. Ahmad Sastra 
Dosen Filsafat 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar