Topswara.com -- Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (TQS Al Baqarah : 183).
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (TQS Ali Imran : 110).
Alhamdulillah, kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power of Ramadhan hari ke duapuluh enam bulan suci Ramadhan 1445 H. Ramadhan adalah bulan istimewa karena umat Islam menjalankan ibadah yang sama selama sebulan penuh.
Ramadhan juga telah menumbuhkan pikiran perasaan yang sama bagi seluruh umat Islam di dunia tentang makna puasa dan makna ketakwaan. Keimanan dan ketakwaan adalah puncak keyakinan dan pelaksanaan seorang muslim atas agamanya.
Islam tidak akan pernah hilang dari dunia, selama masih diyakini, dipeluk, diamalkan dan diperjuangkan oleh umat Islam. Allah sendiri juga akan menjaga agamanya selama umat Islam menolong agama Allah. Allah berjanji akan mengembalikan kejayaan agama ini selama ada umat Islam yang istiqamah terus memperjuangkan hingga tegak sebagai peradaban agung akhir zaman.
Islam pasti akan tegak lagi, cepat atau lambat. Umat Islam wajib mempercayai hal ini dan terlibat memperjuangkannya. Ramadhan mestinya menumbuhkan kekuatan iman dan takwa dalam perjuangan besar ini.
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (TQS Annur : 55).
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah menafsirkan QS An Nuur ayat 55 sebagai berikut : Allah memberi kabar gembira berupa kemenangan bagi orang-orang beriman yang mentaati-Nya. Allah menjanjikan mereka dengan janji yang pasti bahwa Allah akan menjadikan mereka penguasa dunia yang dapat berkuasa seperti raja terhadap budak-budaknya, sebagaimana Allah telah menjadikan orang-orang beriman dari umat-umat terdahulu sebagai penguasa dunia. Dan Allah akan memberi kejayaan bagi agama Islam sebagai agama Dia ridhai bagi mereka, dan memberi keamanan dan ketentraman setelah ketakutan mereka terhadap para musuh. Hal ini jika mereka hanya menyembah Allah semata, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan barangsiapa yang enggan mensyukuri kenikmatan-kenikmatan ini maka mereka telah jauh dari kebenaran dan berpaling dari ketaatan Allah.
Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan yang zalim. Ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Kemudian Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan. Ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad, Abu Dawud Ath-Thayalisi dan al-Bazzar).
Ibn Khaldun dalam kitab Muqaddimah halaman 175 membuat teori tentang tahapan timbul tenggelamnya suatu negara atau sebuah peradaban menjadi lima tahap, yaitu: pertama, tahap sukses atau tahap konsolidasi, dimana otoritas negara didukung oleh masyarakat (`ashabiyyah) yang berhasil menggulingkan kedaulatan dari dinasti sebelumnya.
Kedua, tahap tirani, tahap dimana penguasa berbuat sekehendaknya pada rakyatnya. Pada tahap ini, orang yang memimpin negara senang mengumpulkan dan memperbanyak pengikut. Penguasa menutup pintu bagi mereka yang ingin turut serta dalam pemerintahannya. Maka segala perhatiannya ditujukan untuk kepentingan mempertahankan dan memenangkan keluarganya.
Ketiga, tahap sejahtera, ketika kedaulatan telah dinikmati. Segala perhatian penguasa tercurah pada usaha membangun negara. Keempat, tahap kepuasan hati, tenteram dan damai. Pada tahap ini, penguasa merasa puas dengan segala sesuatu yang telah dibangun para pendahulunya.
Kelima, tahap hidup boros dan berlebihan. Pada tahap ini, penguasa menjadi perusak warisan pendahulunya, pemuas hawa nafsu dan kesenangan. Pada tahap ini, negara tinggal menunggu kehancurannya.
Tahap-tahap itu menurut Ibnu Khaldun memunculkan tiga generasi, yaitu: pertama, Generasi Pembangun, yang dengan segala kesederhanaan dan solidaritas yang tulus tunduk dibawah otoritas kekuasaan yang didukungnya.
Kedua, Generasi Penikmat, yakni mereka yang karena diuntungkan secara ekonomi dan politik dalam sistem kekuasaan, menjadi tidak peka lagi terhadap kepentingan bangsa dan negara. Ketiga, Generasi perusak yang tidak lagi memiliki hubungan emosionil dengan negara.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi (TQS Al Baqarah : 30). (Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (TQS. Ar-Rum :6).
Sikap yang benar yang harus ditunjukkan seorang Mukmin terkait janji kejayaan peradaban Islam dengan tegaknya khilafah masa depan adalah: Pertama, wajib menyakini sepenuhnya janji akan berkuasanya kembali umat Islam (Lihat: TQS an-Nur [24]: 55). Sebab Allah SWT pasti menunaikan janji-janji-Nya (Lihat, antara lain: TQS [18]: 108 dan [73]: 18). Yakin kepada janji Allah termasuk bagian keimanan. Siapa saja ingkar atau ragu terhadap janji Allah SWT, keimanannya telah rusak.
Kedua, harus membenarkan kabar gembira dari Rasulullah SAW., sebagaimana yang Rasulullah kabarkan dalam banyak hadis shahihnya. Ketiga, bersungguh-sungguh mewujudkan kabar gembira tersebut dengan rasa optimis sebagai wujud ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Keempat, tidak menunggu kemenangan dengan berpangku tangan, pesimis, atau sekadar menunggu datangnya al-Mahdi. Karena itu, jika waktu yang telah Allah tetapkan tiba, maka peradaban Islam dengan tegaknya khilafah akhir zaman akan menjadi kenyataan, tinggal kita memilih berdiri di pihak mana, apakah pihak pejuang atau pihak pecundang yang menghalangi dakwah Islam.
Ahmad Y. Al-Hassan dan Donald R. Hill dalam buku Islamic Tecnology : An Illustrated History menulis : Marilah kita meletakkan skenario hipotesis : jika kekuasaan Islam tidak dilemahkan dan jika ekonomi negara-negara Islam tidak dihancurkan, dan jika stabilitas politik tidak diganggu, dan jika para ilmuwan muslim diberi stabilitas dan kemudahan dalam waktu 500 tahun lagi, apakah mereka akan gagal mencapai apa yang telah dicapai Copernicus, Galileo, Kepler dan Newton?.
Model-model planetarium Ibn al-Shatir dan astronomer-astronomer muslim yang sekualitas Copernicus dan yang telah mendahului mereka 200 tahun membuktikan bahwa sistem Heliosentris dapat diproklamirkan oleh saintis muslim, jika komunitas mereka terus eksis di bawah skenario hipotesis ini.
Peradaban Islam memiliki distingsi, yakni maju sekaligus membawa kebaikan dan kemuliaan. Hal ini karena para ilmuwan muslim adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa yang mendapatkan inspirasi dari syariah dalam mengkontruksi pemikiran dan sains.
Secara aksiologi, peradaban Islam tidak untuk menjajah, namun justru untuk membebaskan segala macam penjajahan. Dua perangkat utama ini, yakni antara spiritual dan profesional inilah yang menunjukkan bahwa Islam dirancang untuk memimpin peradaban dunia.
Ajaran Islam bahkan mampu mentransformasi ilmuwan non muslim menjadi muslim, sementara muslim berbakat didorong untuk menjadi ilmuwan. Sebaliknya, peradaban yang kini menghegemoni dunia justru melahirkan berbagai malapetaka sosiologis.
Sebab secara aksiologis dilandasi oleh paham sekulerisme, dimana etika tuhan diabaikan dalam konstruksi pemikiran dan sains. Karena itu tidaklah mengherankan, jika peradaban Islam justru menjajah dan merugikan manusia dan kemanusiaan. Meskipun produk sains itu sifatnya netral, namun aksiologis sekulerisme inilah yang menjadikan peradaban barat dekonstruktif.
Rasulullah oleh Michael D Hart digambarkan sebagai sosok paripurna peletak peradaban agung, " …kesatuan tunggal yang tidak ada bandingannya dalam mempengaruhi sektor keagamaan dan duniawi secara bersamaan, merupakan hal yang mampu menjadikan Muhammad untuk layak dianggap sebagai sosok tunggal yang mempengaruhi sejarah umat manusia.."
Peradaban Islam yang dipelopori dan dipimpin oleh Rasulullah telah mampu melakukan transformasi besar bagi masyarakat saat itu. Peradaban sosial yang dibentuk oleh Rasulullah saw setelah hijrah benar-benar berbeda sama sekali dengan masyarakat jahiliyah sebelum hijrah. Hal itu setidaknya bisa dilihat dari beberapa aspek.
Pertama, dari aspek akidah, masyarakat jahiliyah sebelum hijrah penuh dengan kemusyrikan, terutama penyembahan terhadap berhala. Penyembahan berhala zaman modern sekarang disebut hidup materialisme yang merupakan ajaran komunis. Tujuan hidup semata-mata hanya untuk menumpuk-numpuk materi. Padahal Allah melarangnya. Sementara masyarakat Islam setelah hijrah dibangun diatas asas akidah Islam.
Akidah Islam menjadi satu-satunya asas negara dan masyarakat yang dipimpin langsung oleh Rasulullah sebagai kepala Negara Islam Madinah setelah hijrah. Karena itu, meski saat itu terdapat kaum Yahudi dan Nasrani, aturan ketatanegaraan diterapkan di tengah-tengah masyarakat adalah syariah Islam.
Kedua, dari aspek sosial, masyarakat jahiliyah sebelum hijrah identik dengan kebobrokan prilaku yang luar biasa. Mabuk-mabukan, pelacuran dan kekejaman tersebar di mana-mana.
Anak-anak perempuan yang baru lahir pun biasa dikubur hidup-hidup. Kehidupan jahiliyah yang mereka praktekkan jauh dari nilai-nilai agama. Jauhnya nilai agama dalam kehidupan disebut kehidupan yang sekuler, yakni memisahkan nilai agama dari perilaku hidup sehari-hari.
Transformasi peradaban sosial oleh Rasulullah memiliki pijakan aksiologis yang jelas yakni QS Ali Imran : 110 dan QS. Al Anbiyaa : 107. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Tradisi ilmu adalah tradisi Islam. Peradaban Islam adalah peradaban berbasis iman, adab, ilmu dan amal. Allah dengan tegas melandasakan peradaban ilmu ini dalam TQS Al ‘Alaq : 1-5. 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Peradaban Islam adalah peradaban yang rasional, bukan berdasarkan mitos. Karena itu Islam mencoba merohanikan peradaban sebelumnya agar para ilmuwan tidak menjadi ateis atau agnostik. Islam membersihkan peradaban sebelumnya dari orientasi mitos dan filsafat. Ilmu-ilmu seperti kimia, matematika dan fisika diruhanikan oleh ajaran Islam.
Karena itu secara normatif, historis maupun empiris, peradaban Islam bukan hanya layak memimpin peradaban dunia, namun telah menjadi keharusan dalam rangka menyelamatkan dunia dari berbagai malapetaka dan penjajahan.
Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar mengutif beberapa landasan hukum Islam untuk memberkan gambaran karakteristik peradaban Islam. Pertama, penolakan peradaban atas tradisi mitos ditunjukkan oleh Rasulullah dengan ssabdanya : "Barang siapa mendatangi dukun paranormal dan menanyakan sesuatu, lalu mengikuti / membenarkan apa yang diucapkannya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari" (HR Muslim).
Kedua, rasionalitas peradaban Islam ditunjukkan oleh firman Allah berikut : Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "Kami hanya mengikuti apa yang kami dapati dari nenek moyang kami". Apakah mereka akan mengikuti juga, walau nenek moyang mereka itu tidak tahu suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?. (TQS. 2:170).
Ketiga, pengakuan atas metode eksperimental dalam peradaban Islam ditunjukkan oleh kisah dimana sebagai muhajirin yang di Makkah tidak ada pertanian, Nabi pernah mempertanyakan cara orang Madinah memperlakukan kurma. Mereka mengira itu sebagai teguran, sehingga perlakuan dihentikan, dan akibatnya gagal. Lalu mereka protes. "Baginda telah mengatakan begini dan begitu". Rasulullah bersabda: "Kalian lebih tahu urusan (teknik) dunia kalian". (HR Muslim).
Keempat, Peradaban Islam juga punya spirit untuk selalu memetik segala sesuatu yang bermanfaat bagi kebaikan. Rasulullah bersabda: "Ilmu itu bagai binatang ternak milik orang mukmin yang sedang tersesat. Di manapun ia menemukannya, ia lebih berhak atasnya" (HR Tirmizi dan Ibnu Majah).
Rasulullah meminumkan air kencing onta pada sekelompok orang Badui yang menderita demam. Beliau menjadikan dokter hadiah Raja Mesir sebagai dokter publik. Rasulullah juga menyuruh para sahabat ke berbagai penjuru untuk memungut hikmah, yakni sains dan teknologi yang terserak di mana-mana.
Mereka ke Cina belajar membuat kertas, ke Mesir belajar astronomi, ke Yunani belajar kedokteran, ke Persia belajar persenjataan, ke India belajar aritmetika. Sambil berdakwah.
Fakta sejarah membuktikan telah dengan terang benderang bahwa Islam telah lama mampu memimpin dunia dunia. Pada masa-masa keemasan Islam, dari sistem pendidikan masa kejayaan telah berhasil melahirkan ulama yang ahli ilmu keagamaan bahkan hafal Al-Qur’an sekaligus ahli di bidang sains.
Sebut saja diantaranya di bidang matematika ada Al Khawarizmi, Abu Kamil Suja', Al Khazin, Abu Al Banna, Abu Mansur Al Bagdadi, Al Khuyandi, Hajjaj bin Yusuf dan Al Kasaladi. Di bidang Fisika ada Ibnu Al Haytsam, Quthb Al Din Al Syirazi, Al Farisi dan Abdus Salam. Di bidang kimia ada Jabir bin Hayyan, Izzudin Al Jaldaki, dan Abul Qosim Al Majriti. Dalam bidang biologi ada Ad Damiri, Al Jahiz, Ibnu Wafid, Abu Khayr, dan Rasyidudin Al Syuwari.
Dalam bidang kedokteran ada Ibn Sina, Zakariyya Ar Razi, Ibnu Masawayh, Ibnu Jazla, Al Halabi, Ibnu Hubal dan masih banyak lagi. Dalam bidang astronomi kita mengenal Al Farghani, Al Battani, Ibnu Rusta Ibnu Irak, Abdul rahman As Sufi, Al Biruni dan tokoh ilmuwan muslim lainnya. Dalam bidang geografi kita mengenal Ibnu Majid, Al Idrisi, Abu Fida', Al Balkhi, dan Yaqut al Hamawi. Dan dalam bidang sejarah kita mengenal Ibnu Khaldun, Ibnu Bathutah, Al Mas'udi, At Thabari, Al Maqrisi dan Ibnu Jubair.
Pada dasarnya, para ulama dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah telah menggariskan hal-hal penting berkaitan dengan Khilafah Islamiah. Pertama: Mengangkat seorang khalifah untuk menduduki tampuk khilafah Islamiyyah adalah kewajiban (An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, 6/291).
Kedua: Mengangkat seorang khalifah setelah berakhirnya zaman nubuwwah adalah kewajiban yang paling penting (Al-Haitsami, Shawa’iq al-Muhriqah, 1/25). Ketiga: Allah SWT telah menjanjikan Kekhilafahan kepada kaum Mukmin hingga akhir zaman (Asy-Syaukani, Fath al-Qadir, 5/241). Keempat: Menegakkan kekuasaan Islam (Khilafah Islamiyah) termasuk sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT yang paling agung (Ibnu Taimiyyah, As-Siyasah asy-Syar’iyyah, hlm. 161).
Sayyid Qutb menegaskan bahwa usaha bijak dan pengorbanan yang cerdas, pertama kali harus diorientasikan untuk membangun masyarakat yang baik. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang dibangun berdasarkan manhaj Allah. Ketika masyarakat telah mengalami kerusakan total, ketika jahiliyah telah merajalela, ketika masyarakat dibangun dengan selain manhaj Allah dan ketika bukan syariat Allah yang dijadikan asas kehidupan, maka usaha-usaha yang bersifat parsial tidak akan ada artinya.
Ketika itu usaha harus dimulai dari asas dan tumbuh dari akar, dimana seluruh energi dan jihad dikerahkan untuk mengukuhkan kekuasaan Allah di muka bumi. Jika kekuasaan ini telah tegak dan kuat, maka amar ma’ruf dan nahi munkar akan tertanam sampai ke akar-akarnya.
Semoga Ramadhan tahun ini menambah kekuatan hati untuk terus memperjuangkan Islam hingga tegak menerangi dunia dan menebar rahmat bagi alam semesta. Semoga kita termasuk pada pejuang itu. Amiin.
(Jakarta, 05/04/24 M – 26 Ramadhan 1445 H : 06.30 WIB)
Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Dosen Filsafat
0 Komentar