Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tepatkah Zakat Fitrah untuk Kesejahteraan Masyarakat?

Topswara.com -- Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, pemerintah menilai Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar dan masih belum tergali. Berdasarkan outlook data zakat 2024 Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), proyeksi jumlah pengumpulan ZIS (Zakat, Infaq, Sedekah) pada tahun 2024 berada pada kisaran Rp31.1 triliun sampai dengan Rp43.6 triliun.

Namun, melansir inilahkoran.id (18/3/2024), ada fakta berat yang perlu dihadapi yakni rendahnya kesadaran berzakat berikut pengelolaannya yang belum optimal. 

Dengan potensi zakat yang sangat besar tersebut, tidak heran jika pemerintah melalui Baznas menjadikan zakat sebagai instrumen penting, bukan hanya alternatif pendanaan dalam pembangunan atau peningkatan kesejahteraan rakyat. Demi masyarakat yang membutuhkan, pejabat pun aktif mengajak seluruh elemen negara untuk segera menyerahkan zakat. Padahal, zakat seharusnya hanya diniatkan sebagai ibadah kepada Allah SWT saja. 

Banyak program yang digulirkan pemimpin kapitalis saat ini untuk pemberdayaan ekonomi melalui zakat produktif yang dilakukan Kemenag bekerja sama dengan Baznas, di antaranya kampung zakat di beberapa daerah, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). 

Dalam program ini, sekelompok masyarakat berpenghasilan rendah akan dibina dan diberdayakan dengan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Melalui cendekiawan muslim yang berpandangan moderat, makna “fi sabilillah”, bukan ‘jihad berperang melawan musuh’, tetapi ‘kesungguhan untuk mencapai kebaikan’. 

Oleh karena itu, zakat dianggap bisa digunakan untuk beasiswa bagi pelajar berprestasi, pembangunan masjid, madrasah, dan fasilitas untuk kebaikan lainnya.

Untuk menentukan benar tidaknya langkah pemerintah di sistem saat ini, kita perlu merujuk pada syariat saja. Tidak dibenarkan penggunaan harta zakat untuk pemberdayaan ekonomi rakyat dengan pinjaman bergilir, pembinaan keagamaan, dan berbagai pemberdayaan lainnya dalam program kampung zakat atau program-program pemberdayaan lainnya. 

Syariat Islam mengatur zakat hanyalah hak bagi delapan golongan yang ada di dalam QS At-Taubah: 60,

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”

Ayat yang mulia ini membatasi dan mengkhususkan pos-pos penyaluran zakat hanya pada delapan golongan sebagaimana dalam ayat tersebut. Zakat tidak boleh diberikan kepada selain delapan golongan ini, karena ayat yang mendasarinya menggunakan “innamaa” yang merupakan bentuk adatul hasr wal qashr (yang membatasi), setelah itu ada huruf lam al-milki yang menunjukkan pada pembatasan yang berhak menerima zakat dan kepemilikannya hanya untuk delapan golongan itu saja.

Islam mengatur bahwa negara bertanggung jawab penuh untuk menyejahterakan rakyatnya dengan mekanisme pendanaan yang telah ditetapkan syariat Islam. 

Zakat menjadi salah satu sumber pendanaan untuk menyelesaikan kemiskinan, tetapi ada mekanisme lain yang harus negara lakukan, yaitu mengelola kekayaan sumber daya alam negara secara mandiri tanpa campur tangan investasi dari asing, apalagi menyerahkan pengelolaannya kepada asing seperti yang dilakukan negara saat ini.

Kondisi tersebut hanya bisa dicapai jika negara menerapkan sistem Islam secara total, bukan malah kapitalisme. Di dalamnya, mekanisme pendanan kesejahteraan masyarakat tidak hanya bertumpu pada zakat saja. 

Selain pengelolaan yang sudah disebutkan, ada pula jizyah dari kafir zimi, yaitu warga negara nonmuslim yang tinggal di dalam negeri. Negara juga akan menarik kharaj atas tanah milik negara yang dikelola oleh rakyat. Harta fai juga akan digunakan untuk menyejahterakan rakyat.

Dapat disimpulkan, kesejahteraan masyarakat perlu dicapai dengan bertumpu pada pengelolaan kekayaan sumber daya alam secara mandiri. Kesejahteraan itu hanya bisa terjadi jika Islam diterapkan secara total dalam seluruh aspek, termasuk negara. 

Adapun zakat, Islam mengatur pengelolaannya untuk beberapa golongan di masyarakar, namun tidak dijadikan instrumen penting untuk mencapai kesejahteraan. 

Wallahu a’lam bissawab.


Oleh: Annisa Nanda Alifia
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar