Topswara.com -- Hari Raya adalah momen yang ditunggu oleh setiap orang termasuk para napi. Mengapa demikian? Karena mereka biasanya mendapatkan hak remisi di hari tersebut. Di Makassar, sebanyak 5.931 warga binaan di sejumlah lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan) mendapatkan remisi khusus Idulfitri bahkan 14 orang diantaranya langsung bebas.
Liberti, selaku Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan mengapresiasi seluruh penghuni lapas yang telah menciptakan suasana kondusif selama satu tahun. Dan ia berharap pengurangan masa tahanan menjadi penyemangat untuk mengisi hari-hari menjelang bebas dengan memperbanyak karya.
Remisi merupakan reward (penghargaan) dari negara kepada warga binaan yang senantiasa berbuat baik dan memperbaiki diri agar saat kembali ke masyarakat menjadi orang yang berguna.( CNN Indonesia, 10/04/2024)
Pemberian remisi pada momen tertentu adalah ciri khas dari sistem hukum di bawah kapitalisme sekular. Manusia diberi wewenang untuk mengurangi kadar hukuman dari yang sudah ditetapkan oleh manusia itu sendiri.
Seringkali ketentuan hukum bisa ditarik sesuai kepentingan, karena pasal-pasalnya berupa pasal karet. Siapa yang kuat dialah pemenangnya.
Sejauh ini remisi yang sudah diberikan kepada para tahanan, tidak sedikitpun mempengaruhi tingginya tingkat kejahatan. Tindakan kriminal semakin merajalela, sadis dan mengerikan. Pelakunya dari rakyat biasa sampai yang punya kuasa. Korupsi dari recehan hingga triliunan. Pembunuhan, narkoba, dan banyak lagi.
Bukan rahasia lagi, hukum begitu mudah diperjualbelikan. Pihak yang seharusnya mengadili malah berbuat tidak adil karena suap. Kepercayaan pada supremasi hukum terus mengendur. Maling ayam atau motor bisa babak belur, sementara maling triliunan rupiah bisa tetap tersenyum dengan melambaikan tangan. Rakyat miskin ketika berhadapan dengan hukum, siapa yang mau membela. Beda halnya dengan pihak yang berduit.
Meningkatnya kejahatan menunjukkan bahwa sistem sanksi dalam kapitalisme tidak mampu memberi efek jera, seberat apapun sanksi, dan sebaik apapun penghargaan yang diberikan negara.
Sekularisme yang mencampakkan peran agama dalam kehidupan termasuk dalam penentuan sanksi, telah menunjukkan lemahnya manusia dalam membuat aturan kehidupan. Hukum dibuat berlandaskan akal yang sangat terbatas dan didominasi hawa nafsu.
Sangat berbeda dengan penerapan hukum dalam sistem Islam. Penentuan sanksi bersumber dari Al-Qur'an, dari Zat yang Maha Adil dan Maha Sempurna. Tidak ada hak bagi manusia sedikitpun walaupun dia penguasa untuk merubah, baik dengan mengurangi atau menambahkan jenis sanksi yang sudah Allah SWT. tetapkan.
Terbukti sepanjang sejarah kejayaan Islam yang menerapkan seluruh aturan Islam baik hukum, pergaulan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan yang lainnya, mampu menekan tingkat kejahatan pada batasan yang menakjubkan.
Kriminalitas menurut para ahli sedikit banyak dipicu oleh perut yang lapar. Ketika kemiskinan makin merebak, akan banyak orang yang nekad untuk mencuri. Maka dalam sistem Islam, fungsi penguasa adalah sebagai pengurus bagi seluruh rakyatnya tanpa kecuali.
Jadi negara berusaha keras mempermudah rakyat agar terpenuhi minimal kebutuhan asasinya. Lapangan pekerjaan diperluas, akses dipermudah, berbagai pelatihan disediakan gratis juga subsidi.
Maka kalaupun ada yang tetap melakukan tindak kejahatan semisal mencuri atau korupsi, akan dikenakan sanksi yang tegas, agar kasus tidak berulang. Sanksi yang diberikan secara tegas akan menjadi jawabir (penebus dosa di dunia sehingga tidak diazab di akhirat) dan zawajir (pencegah agar tidak terjadi tindak kejahatan serupa).
Demikian kemampuan sistem Islam mengatasi berbagai tindak kejahatan.
Wallahu a’lam bishawwab.
Oleh: Yeni Rosmanah
Pegiat Literasi
0 Komentar