Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nikmati Hari Rayanya, Renungkan Pula Hakikatnya


Topswara.com -- Alhamdulillah. Tiba saatnya kita merayakan Hari Raya Idul Fitri 1445 H.

Sebagian orang menyebut Hari Raya Idul Fitri sebagai Hari Kemenangan. Menang melawan hawa nafsu. Menang melawan setan. Menang melawan setiap kecenderungan dan perilaku menyimpang. Inilah yang sepantasnya dirayakan oleh orang yang berpuasa.

Karena itu Hari Raya bukanlah diperuntukkan bagi mereka yang memiliki segala hal yang serba baru. Baju baru, perhiasan baru, kendaraan baru, atau rumah baru. Hari Raya hanya layak dipersembahkan kepada mereka yang ketaatannya baru (bertambah). Dalam bahasa sebagian ulama dinyatakan: 

*لَيْسَ الْعَيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ*

Hari Raya bukanlah untuk orang yang mengenakan segala sesuatu yang serba baru. Hari Raya hanyalah untuk orang yang ketaatannya bertambah.

Dengan kata lain, pasca puasa seorang Muslim selayaknya menyandang predikat takwa. Laallakum tattaquun (QS al-Baqarah [2]: 183).

Tentu takwa yang bertambah sempurna. Takwa yang makin paripurna. Takwa yang sebenarnya (haqqa tuqaatih) (QS Ali Imran [3]: 102).

Mereka inilah yang layak bergembira di Hari Raya. Demikian sebagaimana dinyatakan oleh sebagian ulama:

*لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ تَقْوَاهُ يَزِيْدُ*

Hari Raya bukanlah untuk orang yang mengenakan segala sesuatu yang serba baru. Hari Raya hanyalah untuk orang yang ketakwaannya bertambah.

Salah satu definisi takwa yang sebenarnya dinyatakan oleh Imam al-Hasan. Kata Imam al-Hasan, sebagaimana dikutip oleh Imam ath-Thabari di dalam tafsirnya: Kaum yang bertakwa adalah mereka yang senantiasa takut terjerumus pada apa saja yang telah Allah haramkan atas mereka dan menunaikan apa saja yang telah Allah wajibkan kepada mereka (Ath-Thabari, Jaami al-Bayaan fii Tawiil al-Quraan, 1/232).

Orang yang layak bergembira pada Hari Raya sejatinya juga bukanlah orang yang berpakaian serba halus (seperti sutra; mahal), tetapi mereka yang memahami jalan meraih ridha-Nya. Demikian sebagaimana kata sebagian ulama:

*لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الرَّقِيْقَ إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ عَرَفَ الطَّرِيْقَ*

Hari Raya bukanlah untuk orang yang mengenakan pakaian yang serba halus (mahal). Hari Raya hanyalah untuk orang yang memahami jalan (untuk meraih ridha-Nya).

Satu-satunya jalan untuk meraih ridha-Nya tidak lain adalah takwa. Muslim yang bertakwa tentu Muslim yang senantiasa taat kepada Allah SWT dan menjauhi maksiat kepada-Nya. 

Saat setiap hari seorang Muslim mampu untuk selalu taat dan menjauhi maksiat, saat itulah hari rayanya yang sesungguhnya. Demikian sebagaimana kata Imam Ibnu al-Mubarak rahimahulLaah:

*كل يوم لا أعصى الله فيه فهو يوم عيد*

Setiap hari yang di dalamnya aku tidak bermaksiat kepada Allah, itulah hari raya [bagiku] (Al-Mawardi, Adab ad-Dunyaa' wa ad-Diin, I/131).

Alhasil, semoga kita bisa berhari raya setiap hari. Hari-hari yang di dalamnya kita tidak bermaksiat kepada Ilahi Rabbi.

Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah 'alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib. []


Ustaz Al-Faqir Arief B. Iskandar
(Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar