Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menutup Aurat Itu Kewajiban, Bukan Pilihan

Topswara.com -- Putri bungsu Ridwan Kamil, Camillia Laetitia Azzahra yang saat ini menempuh pendidikan di luar negeri baru saja membagikan kabar mengejutkan bertepatan pada momen Ramadhan. 

Camillia, akrab disapa Zara itu memutuskan untuk tak lagi mengenakan hijab atau kerudung. Kabar tersebut ia bagikan melalui unggahan di Instagram pribadinya, Jumat (5/4/2024).

Meski begitu, Zara tidak menutup kemungkinan suatu saat kembali memakai hijab kembali. Hanya saja, ia ingin hal tersebut muncul dari keyakinan diri sendiri bukan oleh permintaan lingkungan atau orang lain. Bahkan ia meminta izin untuk memulai perjalanan pencariannya dengan jalannya sendiri. (aceh.tribbunnews.com, 5/4/2024)

Sungguh mengherankan, seorang Muslimah meminta izin untuk melepas hijabnya dengan alasan ingin menutup aurat kembali berdasarkan keyakinannya sendiri. Tentu para wanita yang lemah keimanannya akan ikut turut beramai-ramai melepaskan kain penutup auratnya dengan alasan yang sama. 

Sementara, hijab sendiri merupakan pembeda antara wanita Muslimah dengan non Muslimah. Karena Islam sangat memuliakan perempuan. Adanya seperangkat aturan yang menjamin serta menjaga kemuliaannya. 

Lalu apa jadinya ketika seorang Muslimah justru izin melepaskan hijab dengan alasan keyakinan ini digaungkan bahkan didukung? Otomatis, secara tidak langsung ini adalah bentuk pelecehan dan penentangan terhadap syariat Allah SWT.

Adanya keinginan untuk tidak mengenakan jilbab menunjukkan pemahamannya yang amat dangkal dan mendukung kebebasan. Padahal, jelas bagi Muslim bahwa jilbab bukan soal budaya kearab-araban, bukan juga masuk dalam ranah pilihan yang bisa diambil atau ditinggalkan. Karena jilbab adalah suatu kewajiban yang tidak bisa dipilah atau dipilih menurut hawa nafsu masing-masing orang.

Oleh karena itu, semua kewajiban harus disikapi dengan ketaatan dan ketundukan yang totalitas. Allah SWT mewajibkan setiap wanita baligh dan beriman mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh dengan alasan syar'i agar mereka mudah dikenali dan tidak diganggu. 

Sehingga tidak boleh ada alasan untuk menolak kewajiban berjilbab dan berkerudung, lantas seenak hati mengubahnya menjadi hukum yang lain. Padahal, semestinya ketaatan kepada Allah SWT berdasarkan dalil syarak, bukan bergantung logika abal-abal.

Sudah sewajibnya keyakinan tentang wajibnya jilbab hanya berdasar pada sumber yang qoth'iy, yaitu bisa dipertanggungjawabkan kepastian sumber dan dalilnya.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Ahzab ayat 59,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Dan didalam Al-Qur'an surah An-Nuur ayat 31 yang artinya,

"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari badannya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya."

Oleh karena itu, jika tidak mau berhijab itu urusan pribadi masing-masing yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, namun menginspirasi Muslimah lainnya untuk tidak berhijab itu merupakan dosa jariyah.

Adapun dari hadis dijelaskan dari Ummu Atiyah,

"Rasulullah SAW memerintahkan setiap Muslimah keluar rumah dengan memakai jilbab, bahkan bila seorang Muslimah tidak memiliki, maka sesama Muslimah harus meminjamkan jilbabnya."
(HR. Bukhari no.351 dan Muslim no.890)

Berdasarkan hadis tersebut dapat bermakna bahwa Rasulullah SAW sebagai kepala negara pun turut mengatur bagaimana agar setiap Muslimah menjalankan kewajiban memakai jilbab. 

Inilah aturan pakaian Muslimah yang diatur dalam Islam. Sehingga membentuk masyarakat yang khas dalam sistem Islam yakni khilafah. Namun sistem demokrasi yang menyuburkan liberalisasi Islam membuat rezim hari ini tidak mendorong pelaksanaan syariat, tapi justru membiarkan banyak opini nyeleneh yang diangkat melalui public figure untuk menyesatkan pemahaman umat Islam. []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar