Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Korupsi Jadi Tradisi, Kapan Temu Solusi?

Topswara.com -- Kasus korupsi selalu berulang dan terus terulang. Bak jamur yang tumbuh di musim penghujan. Kasusnya semakin banyak dan tidak terkendali. Lantas, kapan kasus korupsi temu solusi?

Berulangnya Kasus Korupsi

Tengah marak diperbincangkan publik, kasus korupsi timah yang melibatkan Harvey Moeis, suami Sandra Dewi, salah satu selebriti tanah air. Tidak tanggung-tanggung, kerugian negara mencapai Rp 271 T, akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari kasus tersebut. Saat ini, masalah tersebut masih dalam penyelidikan Kejaksaan Agung terkait tindak pidana pencucian uang.

Dalam kasus tersebut, Harvey Moeis berperan sebagai pihak pemgumpul penambang ilegal kemudian mengakomodir agar dapat dengan mudah diterima PT Timah Tbk. Tidak hanya itu, Harvey pun menghubungi Direktur Utama PT Timah Tbk, untuk mengakomodir aktivitas pertambangan liar di IUP PT Timah Tbk (kompas.tv, 28/3/2024). Sejauh penyelidikan kasus tersebut, telah ditetapkan 16 orang tersangka, termasuk Direktur dan Manager PT Timah Tbk.

Korupsi yang terus berulang di negeri ini merupakan bukti buruknya sistem yang kini diadopsi, yakni sistem kapitalisme sekularisme. Sistem yang selalu mengedepankan keuntungan materi, tanpa memperhitungkan asas nilai benar atau salah. Tidak peduli juga pada kerugian yang ditimbulkan di tengah masyarakat.

Sekularisme yang menjauhkan aturan agama dalam kehidupan, menjadikan individu semakin bebas tanpa batas. Menghalalkan yang haram dan sebaliknya. Semua dilakukan demi memenuhi keinginan yang tidak berbatas. 

Wajar saja saat penguasa diamanahi wewenang untuk menjaga sumberdaya rakyat, namun ternyata khianat, jauh dari sifat amanah. Rakyat makin menderita karena perilaku penguasa makin tidak terkendali. Kekuasaan dijadikan alat untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. 

Berbagai kebijakan yang ditetapkan sama sekali tidak ditujukan untuk penjagaan kepentingan rakyat. Justru sebaliknya, kebijakan penguasa ditetapkan demi melanggengkan kepentingan oligarki pengusaha.

Di sisi lain, para koruptor pun tidak bisa dikenai sanksi hukuman berdasarkan kebijakan negara. Karena dalam sistem rusak ini, keadilan dengan mudah ditukar dengan harta. Kasus suap dan jual beli kasus bukan menjadi hal yang tabu. Wajar saja, kasus korupsi terus berulang dan belum juga menemukan solusi cerdas yang mampu menjerakan para pelaku.

Alhasil, pemberantasan korupsi dalam lingkaran kapitalisme sekularistik hanyalah ilusi yang tidak pernah terwujud.

Solusi Sistemik

Sistem Islam, merupakan satu-satunya sistem yang senantiasa menjaga rakyat dari segala bentuk kezaliman. Salah satunya kezaliman dalam bentuk korupsi. 

Islam menetapkan keharaman terkait harta yang didapat dari hasil kecurangan atau pencurian. Khusus untuk pejabat, Islam melarang para pejabat mendapatkan penghasilan di luar gaji bulanan dari negara. Inilah yang biasa disebut kekayaan gelap atau ilegal. 

Terkait masalah korupsi, Islam telah melarang berbagai bentuk suap untuk tujuan apapun. Suap merupakan salah satu jalan batil dengan memberikan sebentuk harta kepada pejabat untuk memuluskan setiap kepentingannya. 

Rasulullah SAW. dengan tegas melaknat para pelaku suap, baik yang pemberi maupun penerima. Beliau SAW. bersabda

"Rasulullah SAW. telah melaknat pemberi suap dan penerima suap "
(HR. At Tirmidzi dan Abu Dawud)

Dalam Islam, pejabat juga dilarang menerima gratifikasi, yakni hadiah yang diberikan demi suatu kepentingan yang akan berdampak buruk pada kepentingan rakyat. 

Rasulullah SAW. bersabda, 
"Hadiah yang diberikan kepada penguasa adalah kecurangan" (HR. Al Baihaqi)

Jelaslah, hukum suap dan korupsi dalam Islam adalah mutlak haram. Sehingga wajib ditindak tegas oleh kebijakan negara yang mengikat. Sehingga mampu memunculkan sikap jera para pelaku. 

Dalam Islam ada dua hal penting dalam pemberantasan korupsi. 

Pertama, setiap penguasa senantiasa diedukasi dalam pemahaman berbasis akidah Islam. Senantiasa menekankan bahwa kewenangan dan kekuasannya adalah tanggung jawab dan amanah yang akan ditanyakan Allah SWT. kelak di hari hisab. 

Penyelewengan kekuasaan pasti akan diazab dengan siksaan yang pedih. Dengan konsep keimanan yang kuat, akan melahirkan jiwa-jiwa pemimpin amanah yang senantiasa melayani rakyat dengan amanah. 

Kedua, penguasa yang kedapatan melakukan suap atau korupsi akan langsung ditindak tegas oleh negara. Mulai dari hukuman penjara, pengasingan hingga hukuman mati. Dengan demikian, para pelaku akan jera dan tidak berani mengulang perbuatan zalimnya. 

Semua konsep ini hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam dalam wadah institusi khilafah. Dengan khilafah, kasus korupsi akan tercabut dari akarnya. 

Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra., terdapat kebijakan untuk menjaga para penguasa agar terhindar dari segala bentuk kasus korupsi, yakni dengan mencatat harta kekayaan sebelum dan setelah menjabat. Kebijakan khalifah menetapkan, jika ada pertambahan harta yang signifikan, maka harta tersebut akan dibagi dua, dan memasukkannya ke Baitul Maal. 

Pemberantasan korupsi dalam khilafah menjadi lebih mudah dan tegas, karena dibangun di atas ketakwaan setiap individu dan kontrol masyarakat yang bekerja sinergi untuk menjaga setiap kepentingan seluruh umat. Inilah rahmat dan penjagaan yang Allah SWT. tetapkan dalam setiap syariatNya. Pasti melahirkan maslahat dan rahmat untuk seluruh lapisan umat. 

Kehormatan penguasa terjaga, kepentingan umat pun terlaksana dengan amanah dan sempurna. 

Wallahu' alam bisshawwab. 


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar