Topswara.com -- Hari Kesehatan Sedunia diperingati setiap tanggal 7 April, pada tahun 2024 mengambil tema "Kesehatanku Hakku". Tema ini dipilih untuk memperjuangkan hak setiap orang, dimanapun untuk mendapatkan akses layanan kesehatan, pendidikan, informasi berkualitas, air minum yang aman, udara bersih, nutrisi yang baik, perumahan berkualitas, kondisi kerja dan lingkungan yang layak, serta kebebasan dari diskriminasi.
Meski sebanyak 140 negara mengakui kesehatan sebagai hak asasi manusia, namun masih banyak negara yang belum mengesahkan undang-undang yang menjamin masyarakat berhak mengakses layanan kesehatan. Pada tahun 2021, sebanyak 4.5 miliyar orang, lebih dari separuh populasi penduduk dunia tidak sepenuhnya tercakup layanan kesehatan (who.internl, 7/4/2024).
Komersialisasi Kesehatan
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan setiap manusia. Namun, dalam sistem sekuler kapitalis, kesehatan merupakan sektor mahal, tidak setiap manusia bisa mengaksesnya. Hingga ada adagium "orang miskin dilarang sakit".
Mahalnya biaya kesehatan dikarenakan sektor ini dikomersialisasi dan dikapitalisasi. Penguasa dalam sistem kapitalis tidak lebih sekedar regulator, yang membuat kebijakan untuk kepentingan pemilik modal.
Kelompok yang sangat berperan dalam menentukan dan menjadikan seseorang menjadi penguasa. Sektor layanan publik bisa diserahkan pada pihak swasta. Ketika swasta diberi wewenang mengelola kebutuhan masyarakat, maka konsep yang diadopsi tidak lebih dari untung rugi.
Wajar kesehatan pun akhirnya dijadikan komoditi untuk mengeruk pundi-pundi para oligarki, mekanismenya dengan BPJS.
BPJS Kesehatan merupakan pembiayaan pelayanan kesehatan berbasis asuransi. Kesehatan dijadikan komoditas dimana distribusinya diserahkan pada mekanisme pasar, dengan slogan "ada uang ada jasa dan pelayanan".
Tanpa uang, masyarakat tidak memperoleh pelayanan dan jasa kesehatan. Menyadari bahwa rakyat untuk memenuhi kebutuhan pokok saja sudah berat, maka untuk menjamin ketersediaan dana, dibuat subsidi silang.
Orang yang sehat ikut membayar iuran untuk membantu pembiayaan kesehatan orang yang sakit. Meskipun teknisnya, ada iuran yang dibayar mandiri oleh masyarakat, dan bagi peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) dibantu oleh negara.
Jaminan Kesehatan dalam Islam
Islam memandang kesehatan merupakan kebutuhan pokok komunal yang harus disediakan negara. Hal ini berdasarkan perbuatan Rasulullah ketika beliau mendapat hadiah seorang tabib dari Raja Mesir, Muqauqis, beliau tidak memakai untuk beliau sendiri melainkan dipakai untuk melayani kesehatan umat. Hal ini dilanjutkan oleh para khalifah sepeninggal beliau.
Setiap warga negara dalam sistem Islam mendapatkan layanan kesehatan secara gratis dengan fasilitas terbaik, pelayanan yang sama, tidak membedakan muslim atau non muslim, kaya atau miskin, desa atau kota.
Layanan kesehatan secara gratis dimungkinkan karena Islam mempunyai sumber pemasukan yang sangat banyak. Diantaranya dari pengelolaan sumber daya alam yang merupakan milik rakyat. Negara wajib mengelola sendiri, haram diserahkan pada swasta, apalagi pada asing dan aseng.
Kekayaan alam Indonesia bila dikelola secara syariah Islam, berpotensi memberi pemasukan APBN sebesar Rp18.918 triliun per tahun (Al-Infaq: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 13 No. 2, Tahun 2022). Bila dibandingkan dengan APBN 2024 yang disiapkan oleh Pemerintah sebesar Rp3.235,1 triliun.
Jumlah yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat baik individual baik pangan, sandang dan papan, maupun komunal, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Maka slogan "Kesehatanku Hakku" mustahil terwujud di negara kapitalisme yang menjadikan layanan kesehatan dikomersialkan. Dan hanya terwujud di negara yang menjalankan syariah Islam secara kaffah.
Wallahu a'lam.
Ida Nurchayati
Aktivis Muslimah
0 Komentar