Topswara.com -- Dalam Islam, semua amal seseorang akan dihargai oleh Allah Ta’ala. Amal baik maupun amal buruk semua terekam dan dicatat serta akan diperlihatkan nanti di hari pembalasan.
Makanya kita jangan ragu-ragu dan jangan malas untuk melaksanakan ‘amal shalih’ atau amal kebaikan walau sekecil atau seberat ‘dzarrah’ sekalipun. Dan juga sebaliknya jangan sampai kita meremehkan amal keburukan walau dianggap dosa kecil.
Makna Dzarrah
Kata ‘dzarrah’ ada yang memaknai butiran debu, biji bayam, seekor semut, atom dan lain-lain.
Memberikan makna dzarrah dengan sekian banyak dari alih bahasa yang dipakai tidak lain adalah untuk memahaminya yang kesemuanya bermuara bahwa ia adalah satuan yang sangat kecil; enteng; remeh.
Sayyiduna Ibnu Abbas, sebagaimana yang terekam dalam Tafsir Al-Wasith di dalam menjelaskan kata dzarrah ini, beliau memasukkan tangan beliau ke dalam pasir lalu meniupkannya, seraya berkata:
كل من هؤلاء مثقال ذرة
Setiap butiran debu (yang terbang akibat tiupanku) adalah dzarrah.
Dari gambaran arti di atas, mari kita buka al-Qur’an surah Az-zalzalah ayat 7-8. Allah berfirman:
فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره # ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره
Amalan baik, seberat dzarrah pun, akan menuai balasannya, Amalan buruk, seberat dzarrah pun, akan menuai balasannya.
Hasilnya adalah seruan untuk selalu berbuat baik walau dengan hal yang paling kita anggap remeh, sebaliknya perbuatan buruk; ma’siat sekecil apapun haruslah kita jauhi lantaran semua itu ada balasannya.
Dalam tafsir Al-Bayan karya Prof.TM.Hasbi Ash-Shidieqqy, dijelaskan bahwa ayat ini :
“menggerakkan kita kepada mengerjakan amal kebaikan walaupun betapa kecilnya dan menjauhkan diri dari pada kejahatan walaupun betapa kecilnya”.
Dalam hadis, terdapat penjelasan bahwa Rasulullah Muhammad SAW dalam mendorong kita untuk berbuat baik, misal semangat berbagi kepada sesama, adalah sangat sempurna.
Beliau tiada segan bershadaqah walau hanya dengan satu biji kurma. Tidak lebih. Bahkan sang penerima mencibir pemberian beliau ini dengan bahasa:
نبي من الأنبياء يتصدق بتمرة؟
Kurang lebih maknanya adalah: apakah seorang Nabi hanya bershadaqah dengan sebiji kurma? Nabi SAW menjawab:
أما علمت أن فيها مثاقيل ذرة كثيرة
“Tentulah engkau mengetahui bahwa sebiji kurma itu sudah mencapai sekian kali lipat lebih banyak dibanding berat dzarrah”
Tentu, berbagi dengan memberikan sesuatu yang kita cintai adalah perbuatan yang sangat baik tapi jangan sampai karena memandang remeh kemampuan kita dalam berbagi menghalangi kita untuk memberi.
Dan di saat kondisi perekonomian yang belum menentu, harga sembako melambung adalah salah satu kesempatan terbaik untuk berbagi. Bisa jadi yang kita anggap remeh adalah sesuatu yang berharga bagi orang lain.
Amal Ringan Berpahala Besar
Sebagai Muslim kita jangan meremehkan amal ibadah, walau mungkin amal ibadah itu ringan dan hukumnya sunnah. Seperti contoh amalnya ringan tapi pahalanya begitu dahsyatnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat shalat sunnah shubuh lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.”(HR. Muslim).
Lihatlah saudaraku, suatu keutamaan yang sangat agung yang merupakan karunia Allah bagi hamba-hamba-Nya. Tidak selayaknya seorang hamba melewatkan kesempatan untuk dapat meraihnya.
Hanya dua rakaat yang ringan shalat Sunnah sebelum shalat fajar atau shubuh, pahalanya lebih baik dari pada dunia seisinya. Masya Allah
Kalau dunia seisinya itu akan hancur pada hari kiamat nanti sementara pahala ibadah shalat Sunnah itu akan akan tetap ada tercatat sampai hari ‘penghisaban’ kelak.
Itu shalat Sunnahnya begitu dahsyatnya pahalanya, apalagi shalat shubuhnya yang fardhu.
Sebagaimana hadis ini :Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيْهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً
“Tidak ada shalat yang paling berat bagi orang munafik daripada shalat Shubuh dan Isya. Seandainya mereka mengetahui pahala keduanya, pasti mereka mendatanginya walaupun dalam keadaan merangkak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan masih banyak lagi amalan-amalan ringan tapi berpahala banyak antara lain ‘membaca Al-Quran’ oleh Rasulullah diterangkan pahalanya per-hurufnya sepuluh kebaikan.
Apalagi kalau membacanya dalam shalat, kata sayyidina Ali bin Abi Thalib pahalanya per-hurufnya seratus kebaikan.
Dalam Kitab Nashaih Ad-Diniyah, Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata:
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَهُوَ قَائِمٌ فِى الصَّلَاةِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ مِائَةَ حَسَنَةٍ وَمَنْ قَرَأَهُ وَهُوَ قَاعِدٌ فِى الصَّلَاةِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ خَمْسُوْنَ حَسَنَةٍ وَمَنْ قَرَأَهُ خَارِجُ الصَّلَاةِ وَهُوَ عَلَى طَهَارَةٍ كَانَ لَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ خَمْسُ وَعِشْرُوْنَ حَسَنَةً وَمَنْ قَرَأَهُ وَهُوَ عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ كَانَ لَهُ بِكُل حَرْفٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ
“Barang siapa membaca Al-Quran di dalam shalat dengan berdiri, maka ia akan mendapatkan 100 kebaikan dalam setiap hurufnya. Barangsiapa membaca Al-Qur’an di dalam shalat dengan duduk, maka ia akan mendapatkan 50 kebaikan dalam setiap hurufnya. Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an di luar shalat dalam keadaan suci (berwudhu), maka ia akan mendapatkan 25 kebaikan dalam setiap hurufnya. Barangsiapa membaca Al-Qur’an di luar shalat dalam keadaan tidak suci, maka ia akan mendapatkan 10 kebaikan dalam setiap hurufnya”.
Dan termasuk amalan ringan berpahala besar adalah membaca kalimat thayyibah seperti : subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, astaghfirullah al-‘Adhiim,dan lainnya. Baik dibaca ba’da shalat maupun dimana saja dan kapan saja, walau ringan tapi berpahala besar.
Penyebab Dosa Kecil Bisa Menjadi Dosa Besar
Sahabatku! Diatas sudah disebutkan beberapa amalan ringan berpahala besar. Kali ini kita pun sebagai muslim harus tau bahwa dosa yang dianggap kecil bisa menjadi dosa besar menurut Allah SWT antara lain karena pelaku menganggap remeh dosa itu.
Al-Ghazali rahimahullah berkata, ”Di antara sebab dosa kecil menjadi besar adalah seorang hamba menganggap remeh dosa tersebut dan tidak bersedih karena dosa (yang pernah dia lakukan).” (Al-Arba’in fii Ushuulid Diin, hal. 226).
Inilah seharusnya yang dilakukan oleh seorang yang beriman. Yaitu, dia senantiasa takut dan selalu menjaga dirinya dari perbuatan maksiat, menganggap besar dosa (kecil) yang dia lakukan dan lari (menjauh) darinya”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ المُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ
“Sesungguhnya orang yang beriman melihat dosa-dosanya seperti ketika duduk di bawah gunung, dia takut kalau gunung tersebut jatuh menimpanya. Adapun orang yang fajir melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat (terbang) di depan hidungnya.” (HR. Bukhari).
Juga ada disebutkan dalam hadits “barang siapa yang dalam hatinya terdapat seberat dzarrah dari kesombongan diancam gak bakalan masuk surga”.
Ini haditsnya :Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat dzarrah” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91).
Hanya seberat dzarrah dalam hatinya terdapat kesombongan, terancam tidak bakalan masuk surga atau tertunda masuk surganya. Orang yang sampai mati belum bertobat dari kesombongannya berpotensi untuk transit dulu di dalam api neraka. Na’udzubillahi mindzalik
Jauhi kesombongan yakni menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Kebenaran disini adalah kebenaran yang datang dari Allah SWT dan Rasulnya SAW.
Apapun yang ada dalam kitab suci Al-Quran dan Sunnah Rasul kita terima ‘sami’na wa atha’na‘.Janganlah memilih dan memilah syariat Islam yang sesuai dengan selaranya diterima, yang tidak sesuai ditolak. Semuanya wajib kita imani dan kita laksanakan secara ‘kaffah’ .
Jika ayat Al-Qurannya jelas dan atau Sunnahnya jelas ada, tapi tetap ditolak karena berbagai alasan, itulah yang disebut ‘bathrul haq’ -menolak kebenaran. Dan inilah kesombongan yang harus kita hindari jauh-jauh.Dan, jangan sampai menganggap diri kita sendiri lebih baik, lebih tekun beribadah dan lebih mulia dari pada orang lain. Kalau merasa hebat dari pada orang lain walau seberat dzarrah sekalipun, itulah kesombongan.
Semoga kita senantiasa diberikan Taufiq dari Allah SWT sehingga kita semangat dalam beramal ibadah dan sekaligus dijauhkan dari kema’siatan.Aamiin.Wallahu a’lam bishshawab.
Kuala Tungkal, awal Syawal 1445
Abdul Mukti
Pemerhati Kehidupan Beragama
0 Komentar