Topswara.com -- Salah satu nikmat Ramadhan ini adalah bisa menyelesaikan kajian Tafsir QS. al-Tahrim dengan guru saya Syaikhuna Prof. Dr. Muhammad Shalah Syadad hafizhahullah. Beliau adalah salah seorang guru besar Tafsir di Universitas Al-Azhar al-Syarif. Beliau sangat mutqin dalam tafsir, bahkan saya melihatnya beliau hafal isi Tafsir al-Quthubi dan beberapa kitab tafsir lainnya.
Meski menjelaskan tanpa kitab (kita yang baca kitabnya), namun apa yang beliau sampaikan adalah apa yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir muktabar. Saya belajar Tafsir al-Qurthubi, al-Alusi dan al-Jalalain kepada beliau.
Kajian Tafsir dengan beliau sangat dalam dari aspek tafsir bi al-riwayat dan aspek Bahasa Arabnya. Kajian dengan beliau sangat khudu. Tidak jarang beliau menangis saat menafsirkan ayat. Kami juga dibuat berderai air mata karenanya.
Pada kajian penutupan QS. At-Tahrim pada 28 Ramadhan kemarin, beliau menitipkan pesan agar lebih serius berdoa. Berdoa kepada saudara kaum muslim tanpa sepengetahuan mereka. Khususnya berdoa untuk saudara muslim di Gaza dan Palestina. Semoga musuh-musuh Allah segera kalah dan terhina.
Beberapa faidah di pertemuan terakhir:
Pertama, menegaskan kembali bahwa penjagaan pada diri dan keluarga itu berbeda bentuknya (QS. al-Tahrim: 6). Penjagaan diri dengan taat dan penjagaan keluarga (istri) itu dengan nasihat dan amar makruf nahi munkar.
Kedua, Allah telah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir (istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth) dan perumpamaan bagi orang-orang beriman (istri Fir'aun) pada QS. al-Tahrim: 10 -11.
Ketiga, istri Fir'aun adalah contoh wanita yang shalihah meski suaminya adalah seorang yang durhaka kepada Allah. Namun sebenarnya Fir'aun termasuk yang menunaikan hak-hak istrinya secara makruf.
Keempat, balasan bagi wanita shalihah sangat Istimewa. Asiyah istri Fir’aun berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (QS. Al-Tahrim: 11)
Kelima, pada ayat tersebut. mengapa dengan kata “bangunkan” (ابْنِ) bukan “rizkikan” atau “berikan/anugrahkan”, karena “bangunkan” itu lebih eksklusif. Kalau “berikan” maka akan diberikan rumah yang sudah jadi. Namun dengan ungkapan “bangunkan”, ia bisa memesan bagaimana model dan tipe rumahnya untuk nanti ditempati di surga. Masya Allah.
Keenam, ungkapan “untukku” (لِيْ) didahulukan dari objeknya “rumah” (بَيْتًا) adalah berfaidah untuk membatasi atau penghanyaan (li al-hashr). Jadi menambah eksklusifitas pembangunan rumah tersebut di surga.
Ketujuh, ungkapan “di sisiMu” (عِنْدَكَ) didahulukan dari pada “rumah” (بَيْتًا) menunjukkan ada hal yang lebih penting dari sekadar rumah, yaitu di sisi siapa rumah tersebut. Makanya para ulama mengambil faidah penting dari ungkapan tersebut, yakni “tetangga sebelum rumah” (الجار قبل الدار). Artinya sebelum memutuskan membangun rumah dimana, pastikan dulu dengan siapa kita bertetangga.
Kedelapan, kata rumah (بَيْتًا) dalam bentuk nakirah memberikan faidah keagungan atau megahnya rumah tersebut.
Kesembilan, pada QS. Al-Tahrim: 12, waw pada kalimat وَمَرْيَمَ menurut pendapat yang lebih kuat bukan athaf melainkan isti’naf. Perimbangan contoh orang kafir (dua wanita), sudah cukup dengan satu contoh wanita shalihah (istri Fir’aun). Adapun contoh Maryam adalah untuk menyempurnakan contoh wanita shalihah, yakni sebagai pemisalan lain.
Kesepuluh, tidak ada nama wanita dalam Al-Qur'an yang disebutkan secara jelas kecuali Maryam. Menunjukkan keutamaan Maryam, dan penyebutan Maryam juga mengingatkan pada Isa bin Maryam.
Kesebelas, pada ungkapan “memelihara kehormatannya” (اَحْصَنَتْ فَرْجَهَا), makna “farj” bisa dua: setiap belahan atau kantong baju dan kemaluan (aurat mughalazhah). Makna kedua ini adalah makna urf.
Kedua belas, pendapat paling tepat untuk makna “farj” adalah kemaluan (simbol kehormatan seseorang).
Ketiga belas, adapun makna ihshan ada tiga: wanita yang sudah menikah, kebebasan (al-hurriyyah) dan penjagaan kehormatan (al-‘ifah). Makna ketiga adalah yang dimaksud dalam ayat ini (اَحْصَنَتْ فَرْجَهَا).
Keempat belas, pada ungkapan “maka Kami tiupkan di dalamnya sebagian dari ruh Kami” (فَنَفَخْنَا فِيْهِ مِنْ رُّوْحِنَا), dhamir huwa pada فِيْهِ bukan merujuk pada “farj” dalam makna aurat mughalazhah, tetapi pada makna “farj” yang lain.
Dalam balaghah, ini yang disebut al-istikhdam, dimana makna “farj” adalah kemaluan (satu makna), namun dhamir tersebut merujuk pada “farj” dalam makna lain. Ini pendapat yang beliau pilih, meski ada pendapat lain dalam masalah “farj” dan tempat meniupkan ruh ini.
Mengkaji secara utuh tafsir QS. Al-Tahrim ini akan mengingatkan betapa pentingnya memberikan perhatian pada keluarga dan penjagaannya. Memastikan setiap anggota keluarga berada dalam ketaatan.
Hidup dalam sistem kapitalisme sekularisme seperti sekarang ini, benteng keluarga harus benar-benar kokoh. Kita dihadapkan pada serbuan budaya Barat yang merusak. Misal, bagi yang memiliki anak perempuan sudah baligh, maka pastikan menutup aurat dan berpakaian secara sempurna. Ini bukan ruang kebebasan dimana mereka dibiarkan “mencari jati diri”. Kitalah orang tua yang harus mengarahkan. Inilah makna tarbiyah.
Kullu 'amin wa antum bi khairin.
Oleh: Ajengan Yuana Ryan Tresna
Peneliti Raudhah Tsaqofiyyah
0 Komentar