Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hikmah di Balik Adanya Kebutuhan Manusia


Topswara.com -- Sobat. Ibnu Athaillah as-Sakandari, seorang ulama dan sufi terkenal dari abad ke-13, memiliki pemahaman yang mendalam tentang hubungan manusia dengan kebutuhan mereka. Dalam pandangan Ibnu Athaillah, terdapat beberapa hikmah di balik adanya kebutuhan manusia:

1. Pemahaman tentang Keterbatasan Manusia: Kebutuhan manusia merupakan pengingat akan keterbatasan dan ketergantungan mereka. Dalam kebutuhan tersebut, manusia menyadari bahwa mereka tidak mampu mencukupi segala sesuatu secara mandiri, sehingga mereka membutuhkan pertolongan dan rahmat dari Yang Maha Kuasa.

2. Pembuka Jalan Menuju Ketaatan: Kebutuhan manusia juga dapat menjadi jalan menuju ketaatan kepada Tuhan. Ketika manusia merasakan kebutuhan, mereka akan lebih cenderung mencari jawaban atas kebutuhan tersebut, baik melalui doa, ibadah, atau tindakan-tindakan baik lainnya yang dapat mendekatkan mereka kepada-Nya.

3. Pemahaman tentang Kekuasaan Tuhan: Kebutuhan manusia juga mengingatkan akan kekuasaan Tuhan sebagai penyedia segala sesuatu. Dalam merasakan kebutuhan dan mendapatkan apa yang dibutuhkan, manusia menyadari bahwa semua nikmat dan keberkahan berasal dari Tuhan, dan mereka menjadi lebih bersyukur atas rahmat-Nya.

4. Pengakuan Keterikatan Antara Manusia: Kebutuhan manusia juga memperkuat hubungan antar sesama. Manusia tidak hanya membutuhkan Tuhan, tetapi juga saling membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan mereka. Ini memperkuat ikatan sosial dan solidaritas di antara mereka.

5. Pemahaman tentang Keseimbangan: Kebutuhan manusia mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam hidup. Manusia perlu memahami batasan dan kebutuhan mereka, serta menjaga keseimbangan antara memenuhi kebutuhan duniawi dan kebutuhan spiritual mereka.

Dengan memahami hikmah di balik adanya kebutuhan manusia, kita dapat lebih memahami esensi eksistensi kita sebagai makhluk yang lemah dan ketergantungan kepada Tuhan, serta memperkuat hubungan kita dengan-Nya dan sesama manusia.

Tujuan Allah SWT untuk menjadikan manusia memiliki rasa butuh agar manusia dan makhluk bernyawa lainnya mengenal Allah SWT melalui rasa butuh.

Dalam perspektif Islam, tujuan Allah SWT menciptakan manusia dengan rasa kebutuhan memiliki banyak dimensi yang mencakup pemahaman akan hakikat hubungan antara manusia dengan penciptanya. Berikut adalah beberapa aspek yang dapat dipertimbangkan:

1. Mengenal Allah SWT sebagai Pencipta dan Pemelihara: Rasa kebutuhan manusia mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan tergantung sepenuhnya kepada Allah SWT sebagai pencipta dan pemelihara segala sesuatu. Dengan merasakan kebutuhan, manusia dapat lebih memahami ketergantungan mereka kepada Allah SWT.

2. Mengenal Sifat-sifat Allah SWT: Melalui rasa kebutuhan, manusia dapat memahami sifat-sifat Allah SWT seperti Al-Razzaq (Pemberi Rezeki), Al-Ghani (Maha Kaya), dan Al-Karim (Maha Pemurah). Manusia belajar untuk bergantung dan mempercayai bahwa segala sesuatu yang mereka butuhkan akan diberikan oleh Allah SWT sesuai dengan kebijaksanaan-Nya.

3. Mengembangkan Kualitas Spiritual: Rasa kebutuhan juga memicu manusia untuk mencari kepuasan yang lebih dalam, bukan hanya melalui pemenuhan kebutuhan materi, tetapi juga melalui pencarian makna dan kepuasan spiritual. Ini membantu manusia untuk mengarahkan perhatian dan kecintaan mereka kepada Allah SWT.

4. Menguji Kesabaran dan Ketaatan: Rasa kebutuhan merupakan ujian bagi manusia untuk menjaga kesabaran, ketaatan, dan kepercayaan kepada Allah SWT. Dalam menghadapi berbagai kesulitan dan kekurangan, manusia diajak untuk bersabar, berserah diri, dan terus mengingat Allah SWT sebagai sumber segala kebaikan.

5. Mengajak pada Ketaatan dan Ibadah: Rasa kebutuhan juga merupakan panggilan untuk beribadah dan meminta pertolongan kepada Allah SWT. Manusia diajak untuk memperkuat hubungan spiritual mereka dengan Allah SWT melalui doa, ibadah, dan perbuatan baik lainnya.

Dengan demikian, melalui rasa kebutuhan, manusia diajak untuk mengenal Allah SWT secara lebih dalam, memperkuat hubungan spiritual dengan-Nya, dan meningkatkan ketaatan serta kepercayaan kepada-Nya.

Siapa yang mengenal dirinya, niscaya mengenal Tuhannya. Demikian sabda Rasulullah SAW.

Pernyataan "Siapa yang mengenal dirinya, niscaya mengenal Tuhannya" merupakan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya. Hadis ini menunjukkan pentingnya proses introspeksi dan pengenalan diri dalam agama Islam.

Dalam konteks ini, mengenal diri sendiri tidak hanya merujuk pada pemahaman tentang karakter, keinginan, dan kelemahan individu, tetapi juga pemahaman yang lebih dalam tentang hubungan manusia dengan penciptanya, yaitu Allah SWT.

Proses introspeksi atau pengenalan diri ini membawa seseorang untuk memahami sifat-sifat manusiawi yang rentan dan terbatas, serta kesadaran akan ketergantungan manusia kepada Allah SWT. Dengan mengenal dirinya sendiri, seseorang dapat lebih memahami kedudukan dan hubungannya dengan Tuhannya.

Dengan demikian, hadis ini menekankan bahwa kesadaran akan diri sendiri adalah langkah awal dalam mengenal Tuhan. Ketika seseorang menyadari kelemahan, ketergantungan, dan hakikat eksistensinya, ia akan lebih cenderung untuk mencari dan mengenal Allah SWT, yang merupakan sumber segala kekuatan, kebijaksanaan, dan rahmat.

Allah SWT ingin menguji manusia dengan cara membuat mereka butuh pada beragam hal. 

Dalam Islam, konsep ujian atau cobaan (fitnah) merupakan aspek penting dalam pemahaman tentang tujuan penciptaan manusia. Allah SWT menciptakan manusia dan menjadikan mereka butuh pada beragam hal sebagai bagian dari rencana-Nya untuk menguji iman, kesabaran, dan kepatuhan mereka.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, Surah Al-Ankabut (29:2-3):

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ  

2. Do the people think that they will be left to say, "We believe" and they will not be tried? 3. But We have certainly tried those before them, and Allah will surely make evident those who are truthful, and He will surely make evident the liars.

Ayat ini menunjukkan bahwa cobaan dan kesulitan adalah bagian dari ujian yang Allah berikan kepada manusia. Allah menguji manusia dengan berbagai macam cobaan, seperti kesulitan ekonomi, kerugian harta benda, kesulitan kesehatan, dan sebagainya, untuk melihat sejauh mana manusia tetap beriman, bersabar, dan taat kepada-Nya dalam menghadapi cobaan tersebut.

Dalam Surah Al-Baqarah (2:155-157), Allah SWT juga berfirman:

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ  

155. And We will surely test you with something of fear and hunger and a loss of wealth and lives and fruits, but give good tidings to the patient, 156. Who, when disaster strikes them, say, "Indeed we belong to Allah, and indeed to Him we will return."157. Those are the ones upon whom are blessings from their Lord and mercy. And it is those who are the [rightly] guided.

Dari ayat ini, kita dapat memahami bahwa cobaan yang diberikan Allah kepada manusia adalah suatu bentuk pengajaran dan pembentukan karakter. Melalui cobaan tersebut, Allah mengajarkan manusia untuk bersabar, bertawakal, dan memperkuat iman mereka. Dalam proses ini, manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kesalehan mereka.

Jadi, memang benar bahwa Allah SWT menguji manusia dengan membuat mereka butuh pada berbagai hal. Ini merupakan bagian dari rencana-Nya untuk membentuk karakter manusia dan menguji kesetiaan serta ketaatan mereka kepada-Nya.

Allah ingin dicintai oleh Hamba-Nya. Ketika hamba-Nya dilanda kefakiran dan kekurangan.

Dalam Islam, Allah SWT adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah menginginkan cinta dari para hamba-Nya, dan cinta ini tercermin dalam hubungan yang erat antara hamba dan Penciptanya. Ketika hamba-Nya mengalami kesulitan, kefakiran, dan kekurangan, ini adalah kesempatan bagi mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang lebih dalam dan khusyuk.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:186):

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ  

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT selalu mendengar doa-doa hamba-Nya dan mendekat kepada mereka dalam waktu kesulitan. Ketika hamba-Nya merasakan kebutuhan yang mendesak, mereka cenderung berdoa dengan lebih tulus dan intens, dan inilah kesempatan bagi mereka untuk merasakan kehadiran Allah yang dekat dan merasakan kasih sayang-Nya yang melimpah.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda:
"Allah lebih mencintai hamba-Nya yang miskin dan kuat kesabarannya daripada yang kaya dan sombong."Hal ini menunjukkan bahwa kesulitan dan kefakiran dapat menjadi sumber kecintaan Allah kepada hamba-Nya jika mereka bersabar dan tetap teguh dalam iman mereka.

Jadi, ketika hamba-Nya dilanda kefakiran dan kekurangan, Allah SWT menginginkan agar mereka menggunakan kesempatan tersebut untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan lebih kuat, melalui doa, tawakal, dan kesabaran. Dalam proses ini, cinta antara hamba dan Pencipta-Nya semakin diperkuat, karena mereka merasakan kehadiran-Nya yang nyata dalam setiap aspek kehidupan mereka.

Allah SWT ingin hamba-Nya bersyukur.

Benar, dalam ajaran Islam, Allah SWT menginginkan agar hamba-Nya bersyukur atas segala nikmat yang diberikan-Nya. Bersyukur adalah sikap yang sangat penting dalam kehidupan seorang mukmin, karena dengan bersyukur, seseorang mengakui dan menghargai segala berkah dan karunia yang diberikan Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, Surah Ibrahim (14:7):

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ  

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu; tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT menjanjikan pahala yang besar bagi hamba-Nya yang bersyukur atas segala nikmat yang diberikan-Nya. Bersyukur bukan hanya tentang mengucapkan kata-kata terima kasih, tetapi juga tentang memiliki kesadaran yang mendalam tentang asal-usul segala nikmat, yaitu Allah SWT, dan menggunakannya sesuai dengan kehendak-Nya.

Rasulullah SAW juga memberikan banyak pengajaran tentang pentingnya bersyukur. Beliau bersabda:

"Perumpamaan orang yang bersyukur dengan orang yang ingkar adalah seperti orang yang membawa api dalam tangannya. Jika ia bersyukur, api itu akan bermanfaat baginya; jika ia ingkar, api itu akan membakarnya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa bersyukur akan membawa manfaat dan keberkahan, sedangkan ingkar atau tidak bersyukur akan membawa akibat yang buruk.

Jadi, Allah SWT menginginkan agar hamba-Nya bersyukur atas segala nikmat yang diberikan-Nya sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan terhadap-Nya sebagai sumber segala kebaikan. Dengan bersyukur, seseorang memperkuat hubungannya dengan Allah SWT dan membuka pintu untuk menerima lebih banyak berkah dari-Nya.

Allah SWT ingin membukakan pintu munajat bagi para hamba-Nya.
Ya, dalam Islam, Allah SWT menginginkan agar para hamba-Nya membuka pintu munajat (doa yang sangat intim dan pribadi) kepada-Nya. Munajat adalah bentuk doa yang sangat mendalam dan dekat antara hamba dengan Allah SWT. Allah SWT mengundang hamba-Nya untuk berkomunikasi secara langsung dengan-Nya melalui munajat, dengan membicarakan segala kebutuhan, harapan, keinginan, dan ketakutan mereka.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:186): "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT mendengarkan doa-doa hamba-Nya dan berjanji untuk menjawabnya. Dia sangat dekat dengan hamba-Nya dan siap untuk memenuhi permohonan mereka.

Rasulullah SAW juga memberikan pengajaran tentang pentingnya munajat. Beliau bersabda:

"Sesungguhnya munajat adalah inti ibadah." (HR. Tirmidzi)

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menegaskan bahwa munajat adalah inti dari ibadah, karena melalui munajat, seseorang menyampaikan segala aspek kehidupannya kepada Allah SWT dengan penuh harapan, keikhlasan, dan kerendahan hati.

Munajat juga mencerminkan keintiman dan hubungan yang mendalam antara hamba dan Pencipta-Nya. Dalam saat-saat sulit atau bahagia, Allah SWT mengundang hamba-Nya untuk mengungkapkan perasaan mereka kepada-Nya melalui munajat.

Jadi, Allah SWT ingin membukakan pintu munajat bagi para hamba-Nya sebagai sarana untuk berkomunikasi dan berhubungan secara langsung dengan-Nya. Melalui munajat, hamba-Nya dapat mengungkapkan segala kebutuhan, keinginan, dan perasaan mereka kepada Allah SWT, dan Allah SWT dengan kasih-Nya yang tak terbatas akan mendengarkan dan menjawab doa mereka.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Filsafat Pendidikan Pascasarjana UIT Lirboyo 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar