Topswara.com -- Jumlah penduduk Indonesia mencapai 279,22 juta jiwa per Maret 2024. Dari total tersebut, Indonesia mencatatkan sebanyak 236 juta jiwa untuk penduduk Muslimnya. Namun Indonesia bukan lagi negeri yang berpenduduk Muslim terbesar karena World Population Review melansir, jumlah penduduk beragama Islam urutan pertama adalah Pakistan saat ini yang mencapai 240,8 juta jiwa atau 98,19 persen dari total populasi negaranya.
Masya Allah banyak banget, tapi pernahkah kita berpikir dan merasa heran. Kenapa di negeri mayoritas Muslim ini justru tidak kelihatan seperti negeri Muslim. Dengan kata lain, banyak Muslimnya, tapi tampak tampak ciri-ciri Muslim. Bahkan menurut detik.com (20/4/2024), 2,7 juta rakyat Indonesia terjerat judi online. Dari jumlah tersebut mayoritas adalah anak muda.
Indonesia tidak hanya dikenal sebagai negara dengan populasi internet terbesar keempat di dunia, tetapi juga pengguna terbanyak judi online di dunia.
Sebuah laporan terbaru mengungkap fakta mengejutkan. Nilai transaksi judi online di Indonesia mencapai angka fantastis, yakni Rp 81 triliun. Ditambah lagi L96T yang semakin merajalela hingga meningkatnya pengakses video porno.
Disisi lain, pemuda yang gemar berdakwah justru dilabeli negatif, seperti radikal, calon teroris, pemecah belah bangsa, pengkhianat nenek moyang dan lain-lain. Ajaran Islam, seperti syariah dan khilafah dianggap sebagai ancaman bagi kedaulatan bangsa. Dari jumlah 84,35 persen Muslim di Indonesia, kenapa sih berislam yang lurus kok justru jadi sulit?
Ketahuilah, seseorang dikatakan Muslim ketika mereka beriman kepada Allah SWT dan RasulNya dengan mengucapkan kalimat,
"Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah".
"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah".
Keimanan di sini adalah pembenaran terhadap Allah SWT, Rasul SAW dan segala yang diturunkan oleh Allah dengan pembenaran yang pasti, yakni seratus persen.
Namun keimanan bukan hanya keimanan di lisan kita saja atau cuma rukun iman yang ada enam, akan tetapi keimanan itu harusnya menghasilkan suatu perubahan. Tanda-tanda seorang beriman itu ketika terjadi perbedaan besar antara sebelum dan setelah kita beriman. Seperti pada kisah Umar bin Khattab ra.
Ketika sebelum mengenal Islam, dia adalah sosok yang kejam dan bengis terhadap Rasul SAW dan Islam, namun setelah mengenal Islam dan memutuskan untuk beriman, maka beliau berubah menjadi lembut, setia dan menjadi barisan terdepan pembela Islam. Berubahnya seratus delapan puluh derajat. Nah, inilah yang disebut dengan iman produktif.
Iman produktif adalah keimanan yang menghasilkan perubahan, yaitu yang menjadikan manusia taat terhadap seluruh aturan Islam dan lebih banyak menebar manfaat bagi manusia lainnya. Dengan rahmat Islam, iman inilah yang akan membentuk kecintaan dan keinginan yang kuat untuk meraih pahala dan ridha Allah.
Iman yang produktif itu adalah yang mengisi setiap detik dalam hidupnya dengan ketaatan. Mulai dari hal yang paling kecil, seperti urusan pribadi kita hingga urusan negara, yakni Muslim yang taat secara kaffah dan memperjuangkan syariah dan khilafah. Sebab, keimanan produktif itu akan menghasilkan perubahan nyata seperti perjuangan merubah kondisi dari darul kufur menjadi darul Islam.
Sehingga, kalau tadi kita bingung kenapa ya kok negeri mayoritas Muslim, tapi tidak tampak ruh kepribadian Islamnya, maka jawabannya adalah karena imannya belum produktif.
Apalagi, kalau kita bicara tentang milenial generasi muda yang harusnya paling aware dengan perubahan dan paling gesit dalam berperan merubah masyarakat. Namun karena keimanan yang ada bukanlah keimanan yang produktif, maka potensi luar biasa dari pemuda tadi pun akhirnya tertidur. Jadilah pemuda yang hidupnya bebas tanpa aturan.
Lalu bagaimana agar keimanannya menjadi produktif? Jawabannya simpel, yaitu dengan diajak berpikir. Biasanya keimanan yang tidak produktif itu berlaku bagi orang-orang yang tidak mau berpikir, seperti mereka yang menolak syariah dan khilafah meskipun Allah SWT sendiri yang mewajibkannya.
Tidak mau taat sama Allah SWT dan tidak mau percaya ketika disampaikan risalah Islam kepadanya. Lalu, menolak saat diajak ngaji. Karena kata orang sih ngajinya sesat, kata orang khilafah itu ancaman, kata orang dan kata orang, tanpa mau berpikir dulu tentang kebenaran kata orang tersebut.
Iman itu adalah dasar dari segala dasar, pemikiran paling fundamental yang dibangun semua pemikiran lain diatasnya. Cara pandang kehidupan, prinsip di dalam hidup, asal-muasal semuanya.
Dalam Islam, iman adalah keyakinan tentang Allah adalah segala-galanya. Dari Allah kita berasal dan kepada Allah kita akan dikembalikan, karena itulah semasa di dunia, hanya kepada Allah kita menyembah.
Bila keyakinan ini sudah mewujud dan berdasarkan dalil atau argumen, maka seseorang akan kuat dalam kehidupannya, sebab ia akan senantiasa mendasarkan segala sesuatu pada Allah semata.
Ia tidak akan mengutamakan dunia yang sementara, sebab lebih memilih apa yang Allah janjikan di surga-Nya. Dia akan kuat menanggung beban dalam ketaatan, sebab lebih takut akan siksa Allah
Selain itu, iman produktif akan melahirkan keyakinan seratus persen bahwa Allah SWT adalah pencipta sekaligus yang berhak mengatur kita, maka kita harus yakin bahwa hanya aturan Allah SWT yang berhak dijadikan pedoman dan keimanan produktif seperti ini hanya diperoleh bagi mereka yang mau berpikir seperti dalam surat Ali Imran ayat 190,
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.
Kepada Allah kita akan dikembalikan, karena itulah semasa di dunia, hanya kepada Allah kita menyembah.
Bila keyakinan ini sudah mewujud dan berdasarkan dalil atau argumen, maka seseorang akan kuat dalam kehidupannya, sebab ia akan senantiasa mendasarkan segala sesuatu pada Allah semata.
Ia tidak akan mengutamakan dunia yang sementara, sebab lebih memilih apa yang Allah janjikan di surga-Nya. Dia akan kuat menanggung beban dalam ketaatan, sebab lebih takut akan siksa Allah.
Selain itu, iman produktif akan melahirkan keyakinan seratus persen bahwa Allah SWT adalah pencipta sekaligus yang berhak mengatur kita, maka kita harus yakin bahwa hanya aturan Allah SWT yang berhak dijadikan pedoman dan keimanan produktif seperti ini hanya diperoleh bagi mereka yang mau berpikir seperti dalam surat Ali Imran ayat 190,
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.[]
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar