Topswara.com -- Ramadhan telah berlalu. Puasanya telah berakhir. Namun seharusnya, semangat ketakwaan saat Ramadhan janganlah pudar. Sebabnya, hikmah ibadah shaum Ramadhan selama sebulan penuh justru untuk menguatkan dan menaikkan derajat kita ke level takwa (QS al-Baqarah [2]: 183).
Berkaitan dengan itu, Bisyr al-Hafi rahimahulLaah suatu saat berkata:
*بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد و يجتهد السنة كلها*
“Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal hak Allah, kecuali hanya pada bulan Ramadhan saja. Sungguh seorang yang benar-benar shalih itu adalah orang yang istiqamah beribadah dan bersungguh-sungguh (taat kepada Allah SWT) sepanjang tahun." (Ibnu Rajab, Lathaa'if al-Ma'aarif, hlm. 222).
Tentu saja karena amal yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah keteguhan atau keistiqamahan. Karena itu, ketika Baginda Nabi saw. dimintai nasihat oleh seorang Sahabat, beliau lalu bersabda:
*قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ، ثُمَّ اسْتَقِمْ*
Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah.” Kemudian beristiqamahlah! (HR Muslim).
Allah SWT menyebutkan besarnya keutamaan orang yang istiqamah dalam ketaatan (Lihat: QS al-Fushshilat [41]: 30).
Agar menjadi hamba yang senantiasa istiqamah dalam ketaatan kepada Allah SWT sepanjang tahun, bukan hanya pada Bulan Ramadhan saja, kaum Muslim perlu menghayati sejumlah hal.
Pertama, mengingat kematian dan tempat kembali kepada Allah SWT. Banyak ayat yang menyebutkan penyesalan manusia di akhirat karena melepaskan diri dari agama Allah SWT (Lihat, misalnya, QS as-Sajdah [32]: 12).
Baginda Rasulullah SAW. mengingatkan bahwa kedudukan seseorang di hadapan Allah SWT justru ditentukan di penghujung kehidupan, bukan di awal:
*وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ*
Sungguh amal-amal itu ditentukan oleh penutup (akhir)-nya (HR al-Bukhari).
Kedua, menjadikan Allah SWT dan Rasul-Nya sebagai satu-satunya yang ditaati secara mutlak. Sikap istiqamah bisa runtuh ketika manusia lebih memilih menaati pihak selain Allah SWT dan Rasul-Nya. Padahal kelak pada Hari Akhir, orang-orang seperti itu akan menyesal. Mereka bahkan akan melaknat para pejabat, pimpinan dan raja yang dulu mereka taati di dunia (Lihat: QS al-Ahzab [33]: 66-68).
Ketiga, menaati setiap perintah Allah SWT tanpa memisahkan satu hukum dengan hukum yang lain (sebagian diamalkan; sebagian ditinggalkan). Allah SWT telah mencela tindakan demikian dan bakal menghinakan pelakunya di akhirat (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 85).
Keempat, bersabar dalam ketaatan. Istiqamah dalam ketaatan membutuhkan kesabaran. Sebabnya, orang yang istiqamah akan dihadapkan pada ragam ujian sampai ia menghadap Allah SWT (Lihat: QS al-Ankabut [29]: 2).
Dalam hal ini Baginda Nabi SAW. memberikan motivasi bahwa kesabaran pada akhir zaman mendatangkan kebaikan yang amat besar, “Untuk orang yang beramal (sabar) di tengah-tengah mereka ada pahala semisal pahala 50 orang yang mengerjakan semisal amal tersebut.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah semisal pahala 50 orang dari mereka?” Beliau menjawab, “Semisal pahala 50 dari golongan kalian (para Sahabat).” (HR Abu Dawud).
Kelima, tetap beramal sekalipun hanya sedikit. Amal yang paling Allah cintai adalah yang terus-menerus dilakukan meskipun sedikit. Nabi SAW. bersabda:
*أَحَبُّ الأَعْمَال إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ*
Amalan yang paling Allah cintai adalah yang paling berkelanjutan meski hanya sedikit. (HR Muslim).
Demikianlah, keistiqamahan adalah buah yang harus diraih pasca Ramadhan. Ada sebelas bulan lagi yang harus dijalani hingga bertemu dengan Ramadhan tahun depan.
Alhasil, semoga kita tidak sekadar menjadi bagian dari generasi Ramadhani, yakni generasi yang taat hanya saat Bulan Ramadhan saja. Namun, kita benar-benar menjadi bagian dari generasi rabbani.
Itulah generasi yang senantiasa istiqamah dalam ketaatan kepada Allah SWT sepanjang usia kehidupan hingga ajal menjelang.
Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah 'alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib. []
Oleh: Ustaz Arief B. Iskandar
Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor
0 Komentar