Topswara.com -- Sungguh miris apa yang dialami seorang istri mantan perwira Brimob di Depok atas kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). KDRT yang dilakukan suaminya sejak 2020 hingga kejadian terakhir pada 3 Juli 2023 telah mengakibatkan trauma psikologis dan luka fisik meliputi memar pada wajah, dada, dan punggung, serta lecet pada kepala dan tangan. Korban juga mengalami pendarahan dan keguguran. (Kompas.com/ 22-3-2024).
Sementara itu, di Deli Serdang, Sumatra Utara. Seorang ibu mertua telah dibacok oleh menantunya lantaran kesal saat sang ibu mertua menegurnya karena ia melakukan KDRT kepada istrinya. (Kumparan, 22-3-2024).
Fakta-fakta kasus KDRT yang terjadi di atas hanya sebagian kecil kasus yang terungkap ke publik. Ada banyak keluarga Indonesia yang mengalami hal yang sama bahkan lebih buruk.
Jika kita cermati, dari tahun ke tahun KDRT kian marak. Banyak faktor yang menyebabkan KDRT terus terjadi, diantaranya faktor ekonomi, pendidikan, perselingkuhan, stres, pengaruh media sosial dan trauma masa lalu.
KDRT bisa dalam bentuk Psikologi dan fisik. Dalam bentuk psikologi, misalnya caci maki dan ancaman. Sedangkan secara fisik misalnya Tamparan, pukulan, bahkan ditendang dan diinjak. Bahkan tak jarang berujung kematian bagi korban.
Maraknya kasus KDRT merupakan bukti rapuhnya ketahanan keluarga saat ini. Hilangnya fungsi keluarga dan tidak berfungsinya peran anggota keluarga seperti ayah, ibu atau anak sebagaimana mestinya menjadi penyebab utama.
Jika, seorang ayah bertanggungjawab penuh atas nafkah keluarga dan bergaul dengan Istri dan anaknya dengan cara yang makruf tentu akan melahirkan keluarga yang harmonis.
Namun jika sebaliknya, maka akan menggiring para ibu untuk menjadi tulang punggu keluarga sehingga peran ibu sebagai warobatul bait bagi anak-anaknya tidak berjalan, yang pada akhirnya terjadi penelantaran pendidikan anak. Hingga keluarga tersebut jauh dari sakinah mawaddah warahmah.
Hari ini, di mana sistem kapitalisme sekulerisme yang berlaku di seluruh negeri, telah merubah cara pandang kehidupan setiap individu termasuk dalam hubungan keluarga. Materi dan asas manfaat melekat kuat dalam tatanan keluarga, masyarakat dan bahkan negara. Oleh karena itu, jaminan perlindungan akan sulit didapatkan bagi setiap individu, meskipun dalam tataran keluarga atau orang-orang terdekat.
Sangat disayangkan, maraknya KDRT tidak kunjung surut meskipun telah dibuat UU PKDRT yang disahkan sejak 20 tahun yang lalu. Ini adalah bukti bahwa negara telah gagal dalam memberikan jaminan keamanan dan perlindungan bagi warganya. Tentu tidak lain akibat diterapkannya sistem kapitalisme, sekuleris liberalnya.
Sehingga menjauhkan individu warganya dari agama yang mengatur kehidupan. Sebaliknya sangat memuja kebebasan individu untuk meraih kesenangan duniawi semata.
Dalam sistem Islam, keluarga adalah institusi terkecil yang strategis dalam memberikan jaminan/ benteng perlindungan. Ayah sebagi kepala keluarga memainkan peran sebagai pemimpin dan bertanggung jawab atas keamanan keluarganya. Mendidik anak dan istrinya serta memenuhi segala kebutuhannya.
Seorang ibu sebagai ummun warrabbatul bait akan mencetak generasi cemerlang bagi masadepan. Selain itu, seorang ibu juga merasa tenang mengurus rumahnya tanpa terbebani dengan urusan nafkah dan tuntutan gaya hidup hedonis.
Peran negara (khilafah) tidak kalah penting. Dengan kesempurnaan Islam yang memiliki perangkat aturan dalam segala aspek kehidupan, baik pendidikan, ekonomi, sosial hingga politik negara maka negara Islam akan mampu memeberikan jaminan perlindungan bagi setiap individu tanpa terkecuali.
Hal tersebut karena dilandaskan pada ketaatan terhadap syariat dan ketakwaan kepada Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. yang artinya, “Bertakwalah kalian semua kepada Allah, dan takutlah kalian dari perbuatan zalim, karena sesungguhnya kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim).
Demikianlah Islam mewujudkan kesejahteraan pada tiap-tiap individu. KDRT tentu akan dapat dicegah dengan sistem pergaulan Islam yang mengatur kehidupan laki-laki dan perempuan. Demikian juga sistem ekonomi islam yang sehat, jauh dari riba yang membuat sempitnya kehidupan.
Dengan sanksi hukum yang tegas, yang memberikan efek jera bagi pelaku dan pelajaran bagi yang lain, tentu akan mewujudkan kehidupan yang aman dan sejahtera.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Dewi Ratih
Aktivis Muslimah
0 Komentar