Topswara.com -- Hati mana yang tidak teriris saat sang buah hati mendapatkan penganiayaan hingga babak belur. Seperti yang dialami oleh putri dari seorang selebgram Aghnia Punjabi asal Jawa Timur. Sang putri (3 tahun) mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh pengasuhnya, dan kejadian ini juga terekam dalam cctv rumah.
Pihak kepolisian masih mendalami penyebab tersangka tega menganiaya putri majikannya. Karena perbuatannya tersebut, tersangka dijerat Pasal 80 ayat (1) subsider ayat (2) dan subsider Pasal 77 UU RI No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta. (Dikutip dari DetikJatim, Rabu 3 April 2024).
Berulang Lagi
Kasus kekerasan pada anak sudah seringkali terjadi. Apapun alasan yang disampaikan oleh tersangka, tentu seorang anak tidak boleh dijadikan sebagai sasaran pelampiasan amarah. Mirisnya, kasus kekerasan pada anak bagaikan fenomena gunung es yang terlihat sedikit jumlah kasusnya, namun jika benar-benar ditelusuri akan terlihat jumlah yang banyak.
Menurut Komnas PA, ada 3547 kasus kekerasan anak di sepanjang 2023, terbanyak adalah kasus kekerasan seksual, kemudian kekerasan fisik, dan kekerasan psikis. Pjs Ketua Umum Komnas PA Lia Latifah menyampaikan, angka aduan kekerasan anak naik dari tahun sebelumnya. Di tahun 2023 mengalami kenaikan sebesar 30 persen.
Masih adanya kenaikan aduan kekerasan anak menjadi bukti bahwa jaminan perlindungan pada anak di negeri ini masih sangat lemah. Bahkan pada beberapa kasus, anak justru mendapatkan tindakan kekerasan di dalam rumahnya.
Di mana rumah seharusnya menjadi tempat yang aman, nyaman, dan benteng perlindungan bagi seluruh anggota keluarga. Namun mirisnya justru rumah menjadi tempat menyeramkan dimana seorang anak justru mendapatkan kekerasan dan penganiayaan dari orang terdekat.
Perlindungan Anak Tanggung Jawab Siapa?
Kasus kekerasan pada putri selebgram, memunculkan pro kontra di antara netizen. Ada yang menyalahkan si pengasuh karena tega menganiaya anak hingga babak belur, bahkan ada yang menyalahkan orangtua terkhusus sang ibunda karena tidak bisa membersamai anak dan memberikan perlindungan secara langsung.
Lantas, bagaimanakah Islam memandang permasalahan ini?. Dalam pandangan Islam, ada sebuah hadis yang seharusnya menjadi pengingat kita semua.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (pemimpin negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829).
Dari hadis di atas, kita mendapatkan pemahaman bahwa masing-masing dari kita punya porsi amanah masing-masing. Dan kelak amanah ini akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Ta'ala. Sehingga tugas kita adalah memastikan kita sudah menunaikan amanah dengan baik.
Dimulai dari lingkungan yang terkecil yaitu keluarga. Menurut akidah Islam, seorang pemimpin negara punya tanggung jawab untuk memastikan agar setiap orangtua (suami dan istri) tahu dan paham kewajibannya sesuai syariat Islam.
Seorang ayah punya peran utama sebagai kepala keluarga dan mencari nafkah yang halal untuk keluarganya, sedangkan seorang istri punya peran utama yang sangat mulia yaitu sebagai ummu wa rabatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Seorang istri mubah (boleh) saja bekerja, dengan tetap memastikan amanah utamanya telah tuntas tertunaikan dengan baik.
Kemudian jika di tengah keluarga mempekerjakan pembantu misalnya, maka harus dipastikan pembantunya adalah orang yang juga paham rambu-rambu agama. Sehingga dia akan menjalankan amanah dengan baik.
Faktor eksternal keluarga juga harus dipastikan selaras dengan rambu syariah Islam. Misalkan masyarakat sebagai tempat berinteraksinya beragam manusia dengan berbagai latarbelakang. Jaminan perlindungan pada anak akan bisa terwujud jika masyarakatnya juga paham urgennya melindungi anak dan ringan melakukan amar makruf nahi munkar saat melihat ada kasus kriminal kekerasan pada anak misalnya.
Maka semua faktor ini akan bisa terlaksana jika ada payung kebijakan perlindungan anak yang dilaksanakan oleh negara. Dalam pandangan Islam, negara berfungsi sebagai pelayan umat, sehingga negara punya amanah memastikan agar semua kebutuhan dasar tiap-tiap individu di masyarakat bisa terpenuhi dengan baik.
Diantaranya kebutuhan pangan yang halal dan toyyib, pakaian, rumah yang aman, kebutuhan pendidikan, layanan kesehatan, hingga jaminan keamanan untuk setiap warga baik dari kalangan atas sampai bawah.
Jika kebutuhan dasar di atas sudah terpenuhi dengan baik, maka faktor pemicu stress akan bisa diminimalkan. Efek selanjutnya tiap individu mulai dari orangtua sampai pengasuh anak akan tenang dalam menjalani hidup dan bisa memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang.
Misalkan negara sudah memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dengan baik tapi masih terjadi tindakan kekerasan pada anak, maka sanksi pidana Islam telah siap memberikan efek jera pada pelaku. Demikian solusi Islam terkait kasus kekerasan anak, semoga makin banyak yang tersadarkan dan tercerahkan dengan cahaya Islam.
Wa ma tawfiqi illa billah wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unib.
Oleh: Dahlia Kumalasari
Pendidik
0 Komentar