Topswara.com -- Sobat. Benar sekali! Dalam kehidupan, kita sering diuji dengan berbagai cobaan dan tantangan. Namun, keyakinan bahwa ada cinta Allah dalam setiap ujian dapat memberikan kita kekuatan, ketenangan, dan harapan untuk menghadapinya. Setiap ujian adalah peluang bagi kita untuk tumbuh, belajar, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Allah mencintai kita dan Dia selalu bersama kita dalam setiap langkah hidup kita, baik dalam kebahagiaan maupun kesulitan. Dengan kepercayaan dan kekuatan dari-Nya, kita dapat melewati setiap ujian dengan penuh keberanian dan ketabahan.
Musibah, masalah, ujian dan bencana kita namai Tantangan ( Supaya Positif). Apa yang biasa kita lakukan untuk menghadapi tantangan ini?
Menghadapi tantangan dengan sikap yang positif adalah kunci untuk mengatasi dan tumbuh dari setiap situasi sulit. Beberapa hal yang biasanya kita lakukan untuk menghadapi tantangan ini meliputi:
1. Mencari Solusi: Mengidentifikasi masalah secara jelas dan mencari solusi yang memungkinkan untuk mengatasinya. Hal ini melibatkan pemikiran kreatif, kemampuan beradaptasi, dan ketekunan.
2. Berdoa dan Berserah diri: Berdoa kepada Tuhan untuk memberikan kekuatan, hikmah, dan petunjuk dalam menghadapi tantangan. Berserah diri kepada kehendak-Nya dan percaya bahwa setiap ujian memiliki tujuan dan manfaatnya.
3. Mengembangkan Ketahanan (Resilience): Mengasah kemampuan untuk bertahan dan pulih dari kesulitan dengan cara menjaga kesehatan mental dan emosional, serta mencari dukungan dari orang-orang terdekat.
4. Belajar dari Pengalaman: Melihat setiap tantangan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Mengidentifikasi pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman tersebut untuk memperkuat diri di masa depan.
5. Mengubah Perspektif: Melihat tantangan sebagai kesempatan untuk menguji kemampuan dan karakter kita, serta sebagai langkah menuju pertumbuhan dan perubahan positif.
6. Berbagi dan Membantu Orang Lain: Menggunakan pengalaman dan pengetahuan kita untuk membantu orang lain yang menghadapi tantangan serupa, sehingga kita dapat memperoleh makna dan kepuasan dalam membantu orang lain.
Dengan pendekatan yang positif dan penuh harapan, kita dapat mengubah setiap tantangan menjadi peluang untuk menjadi lebih kuat, bijaksana, dan lebih dekat dengan Tuhan.
Kata Kuncinya l: 1. Menyerahkan diri kepada Allah. 2. Terus Berbuat kebaikan. 3. Berpegang teguh kepada Allah=Berpegang pada tali yang kokoh. 4. Allah yang memudahkan segala urusan. Sebagaimana Firman-Nya dalam QS. Lukman ayat 22.
۞وَمَن يُسۡلِمۡ وَجۡهَهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰۗ وَإِلَى ٱللَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ
22. Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang menyembah Allah, tunduk dan merendahkan diri kepada-Nya, ikhlas dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan meninggalkan semua perbuatan maksiat dan mungkar, berarti telah berpegang pada buhul tali yang kukuh.
Maksud perkataan "ihsan" dalam ayat ini ialah beribadah kepada Allah dengan sungguh-sungguh, sehingga merasakan seolah-olah berhadapan langsung dengan-Nya, sebagaimana yang diterangkan oleh hadis, bahwa Nabi saw ditanya Jibril:
Terangkanlah kepadaku tentang ihsan, Nabi saw menjawab, "Bahwa engkau menyembah Allah, seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat engkau." (Riwayat Muslim dari 'Umar)
Allah mengibaratkan orang yang melakukan "ihsan" yang benar-benar beriman kepada-Nya, taat melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan menghentikan larangan-larangan-Nya adalah sebagai pendaki gunung, yang menggunakan tali yang dibundelkan pada tempat berpegang. Ia tidak usah khawatir karena ia menggunakan tali dengan buhul-buhul yang kuat dan kukuh tempat berpegang. Tidak ada kekhawatiran sedikit pun dalam hatinya akan jatuh.
Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa semua makhluk kembali kepada Allah saja. Oleh karena itu, hanya Dialah yang memberikan penghargaan yang baik kepada orang yang bertawakal dengan memberikan pembalasan yang baik pula.
Benar sekali! Kata kunci-kunci yang diberikan adalah prinsip-prinsip penting dalam menghadapi tantangan dengan penuh kepercayaan kepada Allah. Mari kita jabarkan lebih lanjut:
1. Menyerahkan diri kepada Allah: Berserah diri sepenuhnya kepada kehendak dan kebijaksanaan Allah dalam menghadapi segala tantangan. Percaya bahwa Allah selalu mendengar doa kita dan memberikan yang terbaik bagi kita.
2. Terus Berbuat Kebaikan: Meskipun diuji dengan tantangan dan cobaan, tetaplah melakukan kebaikan kepada sesama manusia dan menjaga hubungan yang baik dengan Allah. Berbuat baik tidak hanya memberikan manfaat bagi orang lain, tetapi juga memberi rahmat dan berkah dari Allah.
3. Berpegang Teguh kepada Allah: Seperti tali yang kokoh, berpeganglah dengan kuat kepada ajaran dan petunjuk Allah dalam Al-Quran dan Sunnah. Ketika kita memegang teguh ajaran-Nya, kita akan merasa kokoh dan terlindungi di tengah-tengah badai kehidupan.
4. Allah yang Memudahkan Segala Urusan: Firman Allah dalam QS. Lukman ayat 22 mengingatkan kita bahwa Allah adalah yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, dan Dia senantiasa memudahkan urusan hamba-Nya yang bertawakkal dan berusaha dengan sungguh-sungguh. Dengan keyakinan ini, kita melepaskan kekhawatiran dan mempercayakan segala urusan kepada-Nya.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menghadapi setiap tantangan dengan ketenangan dan kepercayaan yang kuat kepada Allah, serta yakin bahwa Dia akan selalu menyertai dan memudahkan langkah-langkah kita.
Sikap Mental Positif Selalu Berprasangka Baik kepada Allah
Betul sekali! Sikap mental positif yang didasarkan pada prasangka baik kepada Allah adalah kunci untuk menjalani kehidupan dengan penuh keberanian, ketenangan, dan harapan. Prasangka baik kepada Allah mencerminkan keyakinan bahwa Allah adalah Yang Maha Penyayang, Maha Bijaksana, dan Maha Pengasih, yang senantiasa memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.
Dengan berprasangka baik kepada Allah, kita melihat setiap peristiwa dalam hidup sebagai bagian dari rencana-Nya yang sempurna. Meskipun terkadang kita tidak bisa memahami atau mengerti alasan di balik suatu kejadian, kita percaya bahwa Allah memiliki tujuan yang baik dan penuh hikmah di balik setiap ujian dan berkah yang Dia berikan kepada kita.
Sikap mental positif yang didasarkan pada prasangka baik kepada Allah membantu kita untuk:
1. Menerima dengan lapang dada: Menerima segala sesuatu yang terjadi dalam hidup dengan ketenangan dan kesabaran, karena kita yakin bahwa Allah memiliki rencana yang baik untuk kita.
2. Mengatasi rasa takut dan kecemasan: Menghilangkan kecemasan dan rasa takut dengan percaya sepenuhnya bahwa Allah selalu bersama kita dan akan membimbing kita melewati setiap kesulitan.
3. Menjaga hati yang tenang dan damai: Menjaga hati dan pikiran yang tenang dalam menghadapi tantangan hidup, karena kita yakin bahwa Allah akan memberikan solusi dan pertolongan-Nya.
4. Mengembangkan rasa syukur dan kebahagiaan: Merasa bersyukur atas segala nikmat dan ujian yang diberikan Allah, karena kita yakin bahwa semua itu berasal dari-Nya dan memiliki tujuan yang baik.
Dengan memiliki sikap mental positif yang didasarkan pada prasangka baik kepada Allah, kita dapat menghadapi kehidupan dengan penuh keyakinan, keberanian, dan kebahagiaan, serta memperkuat hubungan spiritual kita dengan-Nya.
Bertobat, Menyadari Diri dan Muhasabah Diri
Bertaubat, menyadari diri, dan muhasabah diri adalah langkah-langkah penting dalam memperbaiki diri dan memperdalam hubungan kita dengan Allah. Mari kita jelaskan masing-masing langkah ini:
1. Bertaubat: Bertaubat adalah proses mengakui kesalahan, menyesali perbuatan yang salah, dan bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut di masa depan. Taubat juga melibatkan niat yang tulus untuk kembali kepada Allah dan memperbaiki diri. Dengan bertaubat, kita memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang telah kita lakukan dan berjanji untuk berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.
2. Menyadari Diri: Menyadari diri berarti mengenal dan memahami diri kita dengan lebih baik, termasuk menyadari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Dengan menyadari diri, kita dapat mengidentifikasi area di mana kita perlu melakukan perbaikan dan pengembangan pribadi. Hal ini memungkinkan kita untuk lebih objektif dalam menilai diri sendiri dan mengarahkan upaya kita untuk menjadi lebih baik.
3. Muhasabah Diri: Muhasabah diri merupakan proses introspeksi atau evaluasi diri secara menyeluruh. Ini melibatkan refleksi atas perbuatan, pikiran, dan niat kita, serta pertimbangan apakah kita telah memenuhi kewajiban kita sebagai hamba Allah.
Dalam muhasabah diri, kita mengevaluasi apakah kita telah menjalani hidup sesuai dengan ajaran agama kita dan apakah kita telah berusaha keras untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dengan bertaubat, menyadari diri, dan melakukan muhasabah diri secara teratur, kita dapat terus mengembangkan diri kita secara spiritual, moral, dan mental. Ini membantu kita untuk tetap terhubung dengan nilai-nilai agama kita, meningkatkan kualitas hidup kita, serta mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih baik.
Yakin dan Berserah Diri Hanya kepada Allah
Betul sekali! Yakin dan berserah diri hanya kepada Allah adalah inti dari keimanan dan ketaqwaan yang sejati. Ini adalah fondasi kuat yang memungkinkan kita untuk menjalani kehidupan dengan penuh ketenangan, keyakinan, dan keteguhan hati. Mari kita bahas lebih lanjut:
1. Yakin kepada Allah: Yakin kepada Allah berarti memiliki keyakinan yang teguh bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Maha Pengasih. Ini melibatkan kepercayaan penuh bahwa Allah memiliki rencana yang sempurna untuk kita, bahkan jika terkadang kita tidak memahaminya. Yakin kepada Allah memungkinkan kita untuk menghadapi segala tantangan dan ujian hidup dengan keberanian dan ketenangan, karena kita tahu bahwa Allah selalu bersama kita.
2. Berserah diri hanya kepada Allah: Berserah diri kepada Allah adalah sikap tunduk dan patuh terhadap kehendak-Nya. Ini mencerminkan kesediaan kita untuk melepaskan kendali atas hidup kita dan mempercayakan segala hal kepada-Nya. Ketika kita berserah diri kepada Allah, kita melepaskan kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran kita kepada-Nya, karena kita tahu bahwa Dia adalah Yang Maha Pengasih dan Maha Menyayangi. Berserah diri kepada Allah juga melibatkan kesediaan untuk menerima segala ketentuan-Nya, baik yang menyenangkan maupun yang sulit.
Dengan yakin dan berserah diri hanya kepada Allah, kita membangun hubungan yang kokoh dengan-Nya dan mengalami kedamaian batin yang mendalam. Ini juga membantu kita untuk menjalani hidup dengan penuh keberanian, ketenangan, dan harapan, karena kita tahu bahwa Allah selalu menyertai dan membimbing langkah-langkah kita.
Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Psikologi Pendidikan Pascasarjana UIT Lirboyo
0 Komentar