Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ada Apa Dibalik MOU Unicef-Kemenag tentang Perlindungan Anak?

Topswara.com -- Kementrian Agama dan UNICEF resmi menjalin kerjasama melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) untuk memperkuat perlindungan anak di Indonesia. MoU tersebut ditandatangani Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kamaruddin Amin dan Kepala Perwakilan UNICEF untuk Indonesia Maniza Zaman, dalam acara Interfaith Iftar And Networking Dinner 2024 di Masjid Istiqlal Jakarta, Rabu (27/03/24). Dikutip dari laman Kemenag.go.id.

MoU tersebut mencakup tiga aspek penting, yaitu advokasi, pengembangan kapasitas dan berbagai sumber daya sebagai langkah konkret untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak anak. Kamaruddin mengatakan pentingnya meningkatkan kualitas hidup anak-anak, terutama dalam hal pendidikan, serta akses masjid yang ramah untuk anak. 

Menurutnya peran tokoh agama, penyuluh agama, dan pengurus Badan Kesejahteraan Masyarakat (BKM) menjadi kunci dalam memastikan perlindungan hak anak. Amaruddin menekankan bahwa langkah terseebut merupakan bagian dari upaya memenuhi hak-hak anak melalui fungsi keagamaan.

Ketua perwakilan UNICEF untuk Indonesia, Maniza Zaman menegaskan pentingnya MoU ini sebagai komitmen bersama untuk melindungi hak setiap anak, tanpa memandang latar belakang atau keyakinan. Dilansir dari laman Antara News, (28/03/2024).

Saat ini, banyak anak mengalami masalah yang kompleks. Masih banyak anak yang hidup dalam kemiskinan, tidak dapat mendapatkan pelayanan pendidikan yang terbaik, hingga anak rentan terhadap kekerasan. Seluruh problem tersebut hanya bisa terselesaikan dengan memahami penyebab utama persoalan tersebut. Adanya MoU ini menjadi langkah tepat yang patut diapresisi. 

Namun, apakah MoU tersebut mampu mencabut akar problem pada anak? Atau hanya menjadi solusi tambal sulam.

Mencermati hal ini, penting sekali bagi kita untuk menelusuri ulang rekam jejak Kemenag yang belakangan ini sudah bergeser dari amanah awal kelembagaannya. Apalagi, Kemenag telah menjadi salah satu corong utama penggerak arus moderasi beragama. Ide moderasi beragama ini sangat berbahaya, yang pada hakikatnya justru kontraproduktif dengan hak sejati perlindungan anak.

Faktanya anak-anak Indonesia masih belum mendapatkan jaminan kesejahteraan dan pendidikan yang menyeluruh. Bahkan ada banyak persoalan yang dihadapi anak Indonesia hari ini, seperti stunting, kekerasan, kemiskinan dan kurangnya akses terhadap pendidikan. 

Oleh Karena itu, MoU ini menjadi tidak relevan dengan persoalan yang dihadapi anak Indonesia hari ini, karena masih berada dalam bingkai sistem yang diterapkan saat ini, padahal sistem hari ini tidak mungkin mewujudkan jaminan kesejahteraan termasuk layanan pendidikan secara nyata.

Telah kita ketahui juga bahwa UNICEF gagal total menyelamatkan hak hidup anak-anak di negri muslim lain, seperti Palestina. UNICEF nyatanya tidak bisa berkutik terkait genosida yang menimpa Negara Palestina, dan jelas bagi kita bahwa sasaran tembakan utama zionis Israel adalah anak-anak. Untuk itu, dengan adanya MoU dengan UNICEF ini patut diwaspadai. Akankah MoU tersebut bersifat positif atau malah merusak pemikiran anak-anak kaum mulim di Indonesia.

Kemiskinan yang berujung pada stunting maupun gizi buruk yang banyak menimpa anak saat ini sejatinya disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme di negri ini bahkan dunia. Sistem kapitalisme mengagungkan kebebasan termasuk dalam berekonomi. 

Hal ini berdampak pada eksploitasi SDA yang merupakan kepemilikan publik dinegri-negri muslim. Alhasil negri ini dikuasai oleh segelintir orang yang disebut oligarki kapitalis. 

Sementara rakyat terjerat bayang-bayang kemiskinan. Harga kebutuhan pokok menjadi mahal akibat liberalisasi. Anak-anak pun harus merasakan hidup yang jauh dari kesejahteraan. Hal ini membuka peluang munculnya persoalan-persoalan lain. Seperti anak harus bekerja, anak putus sekolah, anak jadi korban diskriminasi dan kekerasan.

Negara sendiri menjadi miskin karena hanya mengandalkan pajak dan utang luar negri. Tidak ada dana untuk pembiayaan layanan pendidikan dan kesehatan. Anak-anak pun kehilangan hak-haknya. Tidak bisa dipungkiri bahwa penerapan sistem kapitalisme telah menimbulkan hegemoni. Dimana yang kuat menindas yang lemah. Nasib anak pun menjadi taruhan.

Jika akar persoalannya adalah kapitalisme, Islam sebagai sistem kehidupan memiliki solusi sistemis dalam mengatasi problem perlindungan hak-hak anak. Sistem ekonomi Islam mengatur pembagian kepemilikan dengan benar. Pembagian kepemilikan ekonomi itu ada tiga, yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. 

Pembagian ini sangat penting agar tidak terjadi hegemoni dalam bidang ekonomi. Juga tidak ada penguasaan pada sektor pendidikan dan kesehatan yang merupakan kebutuhan dasar publik oleh pihak swasta.

Islam memberikan jaminan akan terwujudnya perlindungan yang haqiqi pada anak, baik kesejahteraan, keamanan, hak pendidikan dan lainnya, dan mewajibkan negara untuk mewujudkannya. 

Sistem Ekonomi Islam akan menjamin kebutuhan seluruh rakyat, termasuk memenuhi kebutuhan primer anak. Negara dala sistem Islam, yakni khilafah akan bertanggung jawab terhadap urusan rakyat, termasuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan. Nashrullahi wa fathun qariibun. 

Waallahu a’lam bi ash-shawwab.


Oleh: Rosyidatuzzahidah 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar