Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Utang Negara Mengalami Kenaikan, Benarkah Masih Aman?

Topswara.com -- Indonesia belum bisa terlepas dari jeratan utang. Bahkan jumlah utang Indonesia dari tahun ke tahun terus menerus mengalami peningkatan. Menurut kementrian keuangan (Kemenkeu) utang negara Indonesia telah mencapai angka 8.253 Triliun per 31 Januari 2024. Dibandingkan dengan bulan Desember 2023, angka tersebut naik sekitar 1,33 persen. (Tempo.Co 29/2/24)
 
Pada Januari 2024 utang Indonesia sebesar 88,19 persen didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN), yakni Rp7.278,03 triliun. Kemudian sisanya pinjaman yang mencakup 11,81 persen atau sebesar Rp975,06 triliun. 

Rinciannya, utang SBN terdiri dari SBN domestik sebesar Rp5.873,38 triliun dan SBN Valas atau mata uang asing sebesar Rp1.404,65 triliun. Selanjutnya, utang Indonesia dari pinjaman yang terdiri dari pinjaman dalam negeri yaitu sebesar Rp36,23 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp938,83 triliun. CNN Indonesia (27/2/24)

Menurut Handi, Wakil Rektor II Universitas Paramadina utang pemerintah di akhir masa kepemimpinan presiden Jokowi akan mencapai 10.000 triliun. Padahal, di masa awal kepemimpinan Jokowi utang indonesia masih di angka 2.608 triliun. Itu artinya, hingga Desember 2023 lalu utang negara sudah naik 3 kali lipat yaitu 8.041 triliun rupiah. CNBC Indonesia (5/2/24)

Dalam hitungan ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, apabila utang negara ini ditanggung oleh setiap warga negara Indonesia, itu berarti setiap orang akan menanggung beban utang pemerintah senilai Rp 30,5 juta. Tempo.Co (29/2/24)

Utang telah menempati posisi penting dalam mekanisme ekonomi kapitalis. Dalam konsep kapitalis, individu maupun perusahaan tidak akan memiliki cukup dana untuk melakukan ekspansi/perluasan usaha sehingga butuh untuk berutang. Utang pun menjadi alat yang kemudian diberdayagunakan untuk proses kegiatan suatu perekonomian.

Dalam kasus utang oleh negara yang senantiasa meningkat saat ini tentu memberi beberapa dampak negatif, seperti cicilan bunga yang juga tentu akan makin besar. Kemudian dampak lainnya yang sangat merugikan yaitu hilangnya kemandirian negara sebab telah terbelenggu oleh kebijakan negara si pemberi pinjaman.

Dalam kapitalisme, negara berfungsi sebagai fasilitator saja. Negara memberi hak bagi korporat untuk mengkomersilkan apa saja yang ada di dalam negeri. Segala kepentingan korporat dilegitimasi dengan beragam kebijakan dan hukum. Penguasa seperti sales yang mempromosikan bisnis ekonomi pemilik modal. Kepemimpinan hanya dijadikan ladang bisnis berbasis politik.

Ini tentu sangat berbahaya dan merugikan negara juga masyarakat. Berbeda dengan Islam. Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang khas. Dalam Islam, utang sama sekali tidak pernah menjadi opsi dalam menyelesaikan problem ekonomi negara. 

Apalagi berutang dengan bunga adalah riba. Dan dalam Islam praktik riba jelas haram hukumnya. Rasulullah SAW telah melaknat pelaku riba, baik yang memberi, yang mencatat dan juga dua saksinya. Beliau bersabda,"mereka semua sama.”

Sistem ekonomi Islam disusun di atas tiga buah asas. Kepemilikan (milkiyah), Pengelolaan dan Pemanfaatan Kepemilikan (tasharruf almilkiyah), Distribusi kekayaan kepada masyarakat yang hidup dalam naungan negara Islam (tawzi' al-amwal baynan-nas).

Pos pemasukan negara berasal dari unsur, fa'i, ghanimah, pajak dari orang kafir dzimmi (jizyah), pajak dari tanah taklukan (kharaj), harta orang murtad, serta harta orang yang tidak memiliki ahli waris. Sebisa mungkin negara akan mengoptimalkan dana Baitul mal sehingga negara bisa mandiri dari sisi ekonomi dan kedaulatan negara dapat tetap terjaga.

Dengan berbagai pemasukan tersebut maka negara akan mampu terhindar dari jerat utang yang akan menggerus kedaulatan negara, dan jika terjadi goncangan ekonomi, maka negara Islam akan segera memperbaikinya dengan cepat sesuai dengan syariat. 

Begitulah indahnya apabila Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan manusia. Rakyat dapat hidup sejahtera dan akan meraih keberkahan dari Sang Pencipta dan Pembuat hukum.

Wallahu a'alam Bissawab.


Oleh: Nabilah Rohadatul 'Aisy
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar