Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tradisi Kenaikan Harga, Watak Sistem Kapitalisme

Topswara.com -- Bulan Ramadhan sudah tiba. Seluruh umat Islam di dunia akan menyambutnya dengan suka cita, tidak terkecuali di Indonesia. Berbagai daerah di Indonesia memiliki tradisi menyambut Ramadhan yang berbeda-beda. 

Ramadhan menjadi bulan yang sangat dinantikan oleh seluruh umat Islam di dunia, mengingat hanya datang sekali dalam setahun maka para muslim tidak ingin melewatkannya begitu saja tanpa memberikan sambutan yang luar biasa.

Salah satunya tradisi Munggahan yang biasa dilakukan orang Sunda (Jawa Barat), dan masih banyak istilah lainnya. Akan tetapi ada tradisi yang tak kalah membuat para ibu atau para emak makin bingung dan bikin pusing tujuh keliling dengan harga-harga sembako seperti sekarang ini. 

Seperti harga beras yang kian hari harganya makin melangit, belum lagi dengan harga cabai, telor, ayam dan yang lainnya. Para ibu dituntut lebih pintar lagi dalam mengatur keuangan terlebih soal dapur. Seolah sudah tradisi, harga pangan naik setiap menjelang Ramadhan.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan harga komoditas pangan akan mengalami inflasi pada bulan Ramadhan mendatang. Hal ini merupakan situasi musiman seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Biasanya mengacu pada data historis pada momen Ramadan harga beberapa komoditas diperkirakan meningkat," kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah dalam konferensi pers Indeks Harga Konsumen di kantornya, Jakarta, Jumat (1/3/2024).

Sepanjang awal tahun ini, harga beras sendiri sudah mengalami kenaikan yang tinggi. BPS menyebut tingkat inflasi secara umum pada Februari 2024 mencapai 2,75 persen year on year dan 0,37 persen month-to-month. Secara bulanan, beras mengalami inflasi sebanyak 5,32 persen dengan andil 0,21 persen terhadap inflasi umum. Sementara secara tahunan, beras berkontribusi terhadap inflasi sebesar 0,67 persen.

BPS mencatat kenaikan beras terjadi di hampir semua provinsi di Indonesia. Hanya satu provinsi yang tidak mengalami kenaikan harga beras di Januari ini yaitu Jambi. Jakarta, cnbcindonesia.com, 01/03/2024.

Secara historis, puncak inflasi selalu terjadi saat Ramadhan dan Idul Fitri, serta akhir tahun. Dengan begitu, semestinya pemerintah bisa melakukan berbagai upaya antisipasi agar inflasi bisa ditekan. 

Namun tampaknya, penguasa masih saja kalah cepat dengan pergerakan harga komoditas pangan saat momen potensial puncak inflasi tersebut. Akibatnya, penguasa juga selalu gagal melakukan antisipasi. Apalagi jika para kapitalis pangan tengah beroperasi menadah profit, kepentingan kapitalistik mereka jelas tidak bisa kita abaikan.

Kondisi seperti ini faktanya selalu berulang. Tidak pelak, Ramadhan ke Ramadhan selalu saja kondisinya menyedihkan. Sebabnya, Ramadhan yang semestinya menjadi momen khusyuk kaum Muslim dalam beribadah, ternyata harus membuat fokus mereka teralihkan pada gejolak kenaikan harga bahan pangan. 

Ini masih belum urusan perjalanan mudik ke kampung halaman saat Idul Fitri nanti, yang rata-rata juga membutuhkan biaya besar. Untuk itu, kaum Muslim di negeri kita membutuhkan banyak aspek pelurusan pemahaman akan syariat Islam di momen Ramadhan, selain tetap memposisikan nya sebagai bulan mulia.

Itulah bukti sistem negara kita yang bobrok, sistem kapitalisme melahirkan banyak kekacauan dalam setiap kebijakannya, mereka sama sekali tidak berpihak pada rakyatnya. Terkhusus di negeri kita, para penguasa bahkan begitu tega mengoyak Ramadhan dengan kemelut inflasi pangan yang tentu saja sangat menodai kekhusyukan kaum Muslim dalam meraih sebaik-baiknya pahala dibandingkan pada bulan-bulan yang lain. Belum lagi berbagai krisis sosial, generasi, politik, ekonomi, utang luar negeri, juga beragam bentuk kemaksiatan, yang semuanya itu mustahil kita diamkan.

Allah Ta'ala berfirman: “Itulah negeri-negeri (yang telah Kami binasakan), Kami ceritakan sebagian kisahnya kepadamu. Rasul-rasul mereka benar-benar telah datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Tetapi mereka tidak beriman (juga) kepada apa yang telah mereka dustakan sebelumnya. Demikianlah Allah mengunci hati orang-orang kafir.” (TQS. Al-A’raf [7]: 101).

Tentu sangat jauh berbeda dengan sistem Islam. Di mana Islam mendorong setiap Muslim bersiap memasuki Ramadhan dengan memperbaiki amal dan banyak ibadah. Negara juga memudahkan rakyat dalam menjalani ibadah Ramadhan, mempersiapkan segala sesuatunya demi meraih ridha Allah dan nyaman menjalankan ibadah puasa. 

Negara juga memberikan pendidikan terbaik sehingga umat memiliki pemahaman yang benar atas ibadah Ramadhan, termasuk pola konsumsinya. Khilafah mendorong umatnya untuk bersegera dalam kebaikan sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya. 

Wallahu a'lam bish shawwab.


Oleh: Sri Nurhasanah 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar