Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tradisi Kenaikan Harga Pangan Menjelang Ramadhan

Topswara.com -- Sudah menjadi kebiasaan setiap menjelang Ramadhan, terjadi kenaikan sejumlah harga pangan. Di daerah-daerah, harga komoditas pangan telah naik. 

Seperti halnya yang terpantau di Daerah Banten. Kenaikan harga daging ayam terjadi di Pasar Rangkasbitung, Lebak, Banten beberapa hari menuju Ramadan 2024. Di sana, harga daging ayam sudah mencapai Rp40.000 per kilogram. Kenaikan harga ini secara bertahap mulai dari Rp3.000 sampai Rp2.000. Naiknya harga daging ayam hampir dua kali lipat dari harga normalnya. (finance.detik.com, 5/3/2024)

Begitu pula yang terjadi di Kabupaten Situbondo. Sejumlah kebutuhan pokok di pasar tradisional di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur mengalami kenaikan. Salah satunya telur yang dijual Rp32.000 per kilogram di Pasar Sumberkolak, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo. Padahal, harga telur awalnya Rp26.000. (kompas.com, 5/3/2024)

Fenomena ini selalu terjadi setiap tahunnya. Masyarakat selalu direpotkan dengan kenaikan harga pangan menjelang Ramadan. Benarkah karena permintaan yang terlampau besar dan stok barang yang kurang? Bagaimana pandangan Islam terkait hal ini?

Permintaan Naik, Harga Melejit

Kenaikan harga bahan pangan menjelang Ramadan salah satunya dipicu oleh naiknya permintaan di pasar. Masyarakat biasanya membeli lebih banyak sebagai persediaan selama puasa. Ada juga yang membeli bahan-bahan makanan untuk kemudian dijual lagi. 

Melonjaknya permintaan kadang kala tak sejalan dengan persediaan. Permintaan tinggi, tetapi stok tidak mencukupi. Masyarakat berebut untuk mendapatkannya. Harga pun naik. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, ketika permintaan naik, harga naik. Begitulah teorinya.

Memanfaatkan Kesempatan dalam Kesempitan

Dalam momen seperti ini, ada oknum yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Ia melakukan penimbunan barang. Oknum tersebut sengaja memborong barang yang ada di pasaran sehingga menjadi langka jumlahnya dan harganya naik. Ketika harga naik, barulah ia menjual barang tersebut.

Perilaku seperti ini bukanlah hal yang aneh lagi. Tabiat manusia yang dipengaruhi nilai-nilai kapitalisme sehingga memandang manfaat atau keuntungan sebagai tujuannya. Masyarakat dipandang sebagai pasar untuk meraup keuntungan tanpa memikirkan orang lain merugi. 

Masyarakat Konsumtif

Faktor lain yang menyebabkan harga naik adalah gaya hidup masyarakat yang konsumtif. Masyarakat konsumtif ini senang berbelanja atau mengeluarkan uangnya untuk hal-hal yang sebetulnya bukan termasuk kebutuhan. Ini karena masyarakat tidak memahami dengan baik mengenai konsep kebutuhan dan keinginan. Banyak yang menyangka keinginan sebagai kebutuhan sehingga harus dipenuhi bagaimana pun caranya. 

Mereka juga tidak paham mengenai makna kebahagiaan. Banyak yang mengira bahwa bahagia itu ketika segala yang keinginannya terpenuhi. Punya banyak uang dan dengan uang tersebut ia bisa membeli apa pun yang diinginkannya. Makanan dan minuman yang enak, pakaian yang indah, dan rumah yang nyaman menjadi standar bahagianya. Jika tidak memilikinya, orang merasa tidak bahagia.

Di sisi lain, masyarakat dirangsang untuk membeli barang dengan berbagai diskon, harga murah, atau berbagai tawaran menarik lainnya. Di berbagai media, bisa dilihat iklan-iklan bertebaran menawarkan kemudahan dan kenyamanan dalam membeli barang-barang. 

Akibatnya, mereka tidak akan ragu membuka dompetnya untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak perlu. Bahkan, sampai ada yang rela berutang demi memenuhi gaya hidup bak orang berada. Tidak melihat kemampuan keuangan yang aslinya sangat pas-pasan. 

Nihilnya Peran Negara
 
Itu semua terjadi karena adanya penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, negara tidak menjalankan perannya sebagai pelayan rakyat. Jika benar-benar melayani rakyat, negara akan membuat langkah antisipatif agar harga tidak bergejolak dan masyarakat mudah mendapatkan kebutuhannya. 

Apalagi kenaikan harga tidak terjadi kali ini saja, tetapi sudah berulang kali. Negara mestinya sudah berpengalaman dan mempelajarinya untuk kemudian menyusun strategi untuk mengamankan stok di pasaran dan menjaga harga tetap stabil. 

Negara gagal dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan yang cukup sesuai kebutuhan masyarakat. Negara kalah dengan para pelaku pasar yang melakukan kecurangan dan merugikan rakyat banyak.

Ketiadaan peran negara ini mengganggu kekhusyukan umat dalam menjalani Ramadan. Banyak yang akhirnya sibuk memikirkan urusan perut ketimbang beribadah di bulan yang suci ini. Tidak dimungkiri bahwa umat merasa was-was karena kebutuhan pokoknya tidak terjamin.

Ramadhan Sejahtera dengan Islam

Ini berbeda dalam Islam. Negara yang berlandaskan syariat Islam akan menjalankan fungsinya sebagai pelayan rakyat. Negara akan memastikan setiap jiwa terpenuhi kebutuhannya dalam kondisi apa pun. 

Negara juga akan menjamin setiap orang bisa beribadah dengan tenang. Begitu pula saat Ramadhan. Segala hal yang dapat mengganggu kekhusyukan dalam menjalankan ibadah puasa akan diantisipasi dan diatasi oleh negara dengan baik.

Negara menerapkan langkah-langkah yang tepat untuk menjaga stok pangan di pasaran. Negara mengawasi distribusi pangan sehingga mencegah terjadinya penimbunan barang oleh oknum tertentu. Negara juga menegakkan sanksi tegas bagi siapa pun yang melakukan kecurangan dan pelanggaran. 

Selain itu, negara juga mengedukasi masyarakat mengenai makna Ramadan dan bagaimana menjalankannya sesuai syariat. Melalui pendidikan berbasis akidah Islam, masyarakat akan paham mengenai pola konsumsi yang benar. 

Puasa bukan untuk berlomba dalam hal makanan dan minuman, tetapi tentang melakukan yang terbaik dalam beribadah. Ramadhan merupakan momentum meraup pahala dan meraih ridha Allah taala.

Terlebih lagi, Ramadhan menjadi tonggak untuk bersegera menjalankan syariat-Nya secara kaffah. Hanya dengan menerapkan syariat Islam secara totalitas, kesejahteraan hakiki bagi setiap insan akan terwujud.

Wallahu a’lam bishshawwab []


Oleh: Dina Nurcahyani
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar