Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tiket Mahal: Negara Berdagang dengan Rakyat?

Topswara.com -- Sebanyak tujuh maskapai RI mendapatkan imbauan untuk tidak membuat harga tiket pesawat 'meledak' pada periode mudik Lebaran 2024. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut secara spesifik maskapai tersebut antara lain PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Nam Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi. Hal tersebut mengacu pada Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1811 KPdt.Sus-KPPU/2022 pada 2023 (bisnis.com,16/3/2024).

Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin meminta agar operator menaikkan harga tiket dengan batas wajar dan masuk akal. Hal ini karena harga yang semakin tinggi telah membuat masyarakat resah. Wapres juga memastikan pemerintah mengantisipasi persiapan mudik melalui sidang kabinet khususnya terkait keamanan, transportasi, serta soal program mudik gratis. 

Membahas hal serupa, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan pemerintah tidak akan tinggal diam untuk menyelesaikan mahalnya harga tiket pesawat. Sebab keluhan ini sudah berlangsung sembilan bulan (okezone.com, 25/3/2024).

Ongkos transportasi naik jelang lebaran dan hari-hari besar seolah hal lumrah. Padahal hari biasa saja harga transportasi sudah terkategori mahal, apalagi naik lagi berdalih banyaknya permintaan saat momen lebaran. Tentu ini akan menyulitkan masyarakat yang membutuhkan jasa transportasi.

Sungguh apa yang kita saksikan saat ini adalah buah penerapan sistem kapitalisme liberal yang menjadikan negara sebatas regulator yaitu cukup membuat aturan kemudian berhenti pada imbauan. 

Sementara yang jadi operator dan terjun dalam penyediaan transportasi di lapangan justru swasta dengan orientasi profit tentunya. Wajar saat operator transportasi menaikkan harga, negara tidak mampu berbuat apa-apa selain menhimbau. 

Padahal seharusnya negara mampu berbuat lebih dari itu karena memiliki kapasitas, perangkat, dan dana untuk mewujudkannya. Akan tetapi sistem kapitalisme telah menyabotase kemampuan itu.

Kita tidak heran dengan apa yang tampak di hadapan kita. Seolah aturan dan imbauan saja cukup. Memang begitu kapitalisme memandang pengaturan negara. 

Hal ini bertolak belakang dengan Islam yang memandang bahwa negara bertanggung jawab sepenuhnya dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya termasuk penyediaan layanan transportasi murah bahkan gratis. 

Rasulullah SAW bersabda, "Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya" (HR. Bukhari: 844).

Penyediaan transportasi murah bahkan gratis sangat memungkinkan bagi negara, selama negara memahami hakikat riayah terhadap rakyat yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Sebab kekuasaan itu adalah amanah dengan segala konsekuensinya. 

Dalam Islam, negara bertanggung jawab menyediakan infrastruktur termasuk transportasi. Investasi infrastruktur strategis dalam Islam memiliki tiga prinsip. Pertama, pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab negara, tidak boleh diserahkan kepada swasta. 

Kedua, perlunya perencanaan wilayah yang baik untuk mengurangi kebutuhan transportasi. Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki. Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.

Terkait dengan tata kota, buruknya pemerataan ekonomi dalam asuhan sistem kapitalisme telah menjadikan rakyat sulit mencari pekerjaan dan menuntut ilmu. Akhirnya aktivitas kerja dan menuntut ilmu terfokus pada daerah tertentu, arus urbanisasi pun tidak terelakkan. Masyarakat berbondong-bondong tinggal di kota untuk mencari penghidupan sementara saat libur atau lebaran mereka harus pulang mudik. 

Tentu ini jauh berbeda dengan tata kota di masa pemerintahan Islam. Ketika Baghdad dibangun sebagai ibu kota kekhilafahahan, setiap bagian kota diproyeksikan hanya untuk jumlah penduduk tertentu. Di kota itu dibangun masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. 

Tidak ketinggalan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah. Warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan, menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas standar.

Oleh karena itu, dalam sistem Islam kebutuhan transportasi bisa diminimalisir dengan tata kota yang baik dan pemerataan ekonomi sehingga tidak terjadi kepadatan penduduk di wilayah tertentu saja. 

Sebab semua daerah menyediakan lapangan pekerjaan, layanan pendidikan, kesehatan, dan fasilitas-fasilitas umum yang memadai dengan kualitas yang standar. Harga transportasi bisa murah karena negara memenuhi kebutuhan transportasi rakyat bukan orientasi untung akan tetapi semata-mata demi riayah urusan rakyat. []


Oleh: Nurjannah Sitanggang
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar