Topswara.com -- Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah : 183).
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran : 110).
Alhamdulillah, kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power of Ramadhan hari ke tujuh belas bulan suci Ramadhan 1445 H. Sebagai seorang muslim yang senantiasa beriman, bertaqwa dan bersyukur kepada Allah hendaknya selalu menjadikan bulan suci Ramadhan sebagai bulan yang mendatangkan kekuatan dalam berbagai aspeknya, diantaranya adalah aspek ruhiyah.
Setiap mukmin tidak akan pernah berhenti dari menghadapi ujian dan cobaan dalam aktifitasnya sebagai seorang yang beriman kepada Allah, ini sudah menjadi sunnatullah, semisal ujian dan cobaan dalam dakwah. Semua nabi menghadapi cobaan dan hambatan dakwah, bahkan kadang dari keluarga terdekatnya sendiri, sebagaiman Nabi Musa, Ibrahim dan Muhammad SAW.
Dakwah itu ibarat perjalanan sebuah kapal di tengah laut, maka parti akan menghadapai badai dan ombak. Begitulah dakwah harus dihadapakan oleh berbagai ujian sebagai konsekuensi keimanan. Allah berfirman : Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (QS Al Ankabut : 2)
Tantangan dalam diri pengemban dakwah yang umumnya dirasakan dalam era kapitalisme saat ini adalah masalah rezeki. Apalagi ketika melihat orang lain yang sebaya sudah banyak yang sukses dan mapan dari segi ekonomi. Anak-anak pun mulai besar sehingga membutuhkan biaya yang semakin besar. Hati kadang ciut. Namun, bagi seorang beriman, hal itu tidak menjadi penghambat dakwah. Mengapa?
Sebab, dia meyakini bahwa rezeki itu dari Allah SWT. Dialah Yang memberikan rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa ada hitung-hitungan (TQS al-Baqarah [2]: 212; an-Nur [24]: 38). Kita semua tentu pernah mengalami saat rezeki datang tanpa disangka-sangka dan dari arah yang tidak terduga-duga. Tidak jarang, ada pengemban dakwah yang hidupnya biasa-biasa saja, tetapi dia mendapatkan rezeki sehingga bisa haji dan umrah.
Ada juga pengemban dakwah kesulitan rumah, tiba-tiba ada yang meminjamkan rumahnya dengan gratis. Memang, ada juga kesulitan. Namun, bukankah Allah SWT telah menggariskan bahwa kesulitan selalu bergandengan dengan kemudahan?
Para Sahabat adalah contoh terbaik dalam hal ini. Salah satu contoh yang jelas adalah saat mereka berhijrah dari Makkah ke Madinah. Mereka tidak tahu kelak akan tinggal dimana, bisa bekerja atau tidak, makan apa. Namun, dengan dorongan iman dan ketaatan, mereka berangkat meninggalkan kampung halaman, handai taulan dan harta kekayaan. Demi ketaatan kaum Muhajirin rela hidup dalam kefakiran (TQS al-Hasyr [59]: 8). Lalu apa yang terjadi? Perjuangan mereka berbuah manis. Mereka tetap bisa makan, minum dan punya tempat tinggal, bahkan menjadi orang-orang pertama pendukung peradaban Islam di Madinah.
Sudah merupakan sunnatullâh, jalan dakwah itu terjal. Dulu para Sahabat ditimpa kesulitan yang luar biasa, kesempitan, bahaya dan berbagai peristiwa yang mengguncangkan. Begitu beratnya cobaan yang menimpa kaum beriman di jalan dakwah tersebut mereka bertanya kepada Nabi SAW., “Kapan pertolongan Allah itu tiba, matâ nashrullâh?” Allah pun cukup menjawab dengan menyatakan, “Ingatlah, pertolongan Allah itu dekat.” (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 214.
Para Sahabat pun bersabar dalam kondisi demikian. Mereka menyadari betul bahwa tidak ada sesuatu pun yang menimpa mereka kecuali hal tersebut terbaik dari Allah SWT bagi mereka sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam surat at-Taubah [9]: 51.
Oleh sebab itu, tidak ada rasa kekhawatiran dalam diri seorang pengemban dakwah mendapatkan perlakuan semena-mena oleh penguasanya, namun tidak berarti juga berlaga sombong menantang datangnya cobaan baginya. Dia berprinsip, ‘musuh jangan dicari; kalau ada, hadapi’, dan ‘kalau ingin selamat, ketika ada kemungkaran, hadapi dan jangan lari’.
Nah Ramadhan mestinya memberikan kekuatan kesabaran bagi pengemban dakwah dalam menghadapai berbagai ujian dan cobaan hidup, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada di luar dirinya. Ubahlah pola pikir, perkokoh keimanan bahwa rezeki dan kematian berasal dari Allah SWT.
Sadarlah bahwa dakwah adalah poros kehidupan dan sangat urgen bagi diri, keluarga dan masyarakat. Lalu aktivitas sedemikian rupa hingga tantangan dakwah apapun akan disikapi secara proporsional. Pikiran pada waktu menghadapi tantangan itu pun tetap jernih.
Dakwah itu ibarat air yang akan terus mengalir tanpa bisa dihalangi. Jika air yang mengalir dibendung, maka air itu akan mencari celah-celah terkecil dari bendungan. Jika airnya mengalir terus, maka bendungan itu akan dilampaui oleh aliran air. Jika air itu mengalir sangat deras, bahkan akan mampu menjebol bendungan itu. Menghalangi dakwah adalah kesia-siakan, jika tidak hendak disebut sebagai kebodohan.
Menghalangi dakwah ibarat hendak mematikan cahaya matahari, hal yang mustahil bukan ?. Bisa saja manusia-manusia durjana seperti fir’aun yang menghalangi dakwah Nabi Musa, namrud yang menghalangi dakwah Nabi Ibrahim atau abu jahal yang menghalangi dakwah Nabi Muhammad SAW, namun toh mereka akhirnya binasa, sementara dakwah makin menggelora. Bisa jadi ada manusia yang mencabut bunga-bunga di taman, namun tak ada satupun manusia yang bisa menghentikan datangnya musim semi.
Nah, jika hari ini masih saja ada orang-orang durjana yang ikut-ikutan mempersoalkan dakwah Islam, bahkan berusaha menghalanginya, maka dia akan dijungkalkan oleh Allah sebagaimana yang terjadi pada dalam sejarah para Nabi terdahulu. Meskipun adalah hukum alam, dakwah selalu dihalangi. Dimana ada dakwah, maka disitu ada pula orang yang menghalanginya. Namun, sejarah membuktikan, dakwah Islam tidak akan pernah kalah.
Untuk para pejuang dakwah Islam, teruslah mengalir dan menari seperti air. Teguhkan hati untuk selalu memberikan pencerahan Islam kepada seluruh manusia. Teruslah mencari celah jalan sekecil apapun. Manfaatkan setiap detik waktu kita untuk mendakwahkan Islam.
Rendah hatilah seperti air yang tidak menyakiti bebatuan di sungai. Lembutkan hati dalam dakwah seperti Musa kepada fir’aun atau seperti Rasulullah kepada Abu Thalib. Sebab memilih jalan dakwah adalah sebuah kemenangan diri, sementara hidayah dan kemenangan Islam adalah hak Allah semata.
Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. [Al Qashash/28 : 56].
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat (QS An Nashr : 1-3)
(Kota Hujan, 27/03/24 M – 17 Ramadhan 1445 H 05.30 WIB)
Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Dosen Filsafat
0 Komentar