Topswara.com -- Kenaikan tarif tol kembali akan diberlakukan. Kali ini kenaikan yang terjadi sangatlah tajam bila dibandingkan dengan kenaikan sebelum-sebelumnya.
Berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 250/KPTS/M2024, dilakukan penyesuaian tarif Ruas jalan tol Jakarta - Cikampek dan jalan layang Mohamed bin Zayed.
Misalnya untuk kendaraan golongan I seperti mobil sedan, jip, pick up atau truk kecil, dan bus yang melintas Gerbang Tol Jakarta IC-Cikampek yang sebelumnya membayar tarif tol sebesar Rp20.000, kini harus membayar Rp27.000. Terjadi kenaikan sebesar Rp 7.000 atau sebesar 35 persen. (cnbcindonesia.com, 4/3/2024)
Kenaikan tarif tol ini tentulah sangat memberatkan rakyat. Walaupun tidak semua kalangan menikmati jalan tol, tetapi kenaikan tarif tol akan memicu kenaikan harga-harga lainnya.
Kendaraan pengangkut bahan pokok atau kebutuhan rakyat lainnya yang melewati tol akan membuat penyesuaian harga yang kemudian berimbas pada naiknya harga-harga di masyarakat.
Berbagai kenaikan harga barang dan jasa yang cuku tinggi tentunya akan semakin mencekik leher rakyat. Pemilik kendaraan pribadi yang biasanya menggunakan jalan tol, mau tidak mau juga harus mengeluarkan dana lebih untuk transportasi. Ini tentu semakin membebani di tengah harga-harga yang terus melambung.
Akibat Penerapan Ekonomi Kapitalisme
Salah satu sebab naiknya tarif tol adalah untuk mengimbangi inflasi yang terjadi akhir-akhir ini. Perusahaan swasta sebagai pemilik sekaligus pengelola jalan tol tentunya tak mau rugi.
Jalan tol merupakan ajang bisnis mereka untuk tujuan meraup keuntungan. Agar tidak merugi di tengah kondisi ini, pihak swasta pengelola jalan tol pun menaikkan tarifnya tanpa mempertimbangkan kondisi Masyarakat yang sudah sulit.
Ini adalah akibatnya bila fasilitas umum seperti jalan dikelola oleh pihak swasta. Sebagai pihak yang bermindset bisnis, mereka tentu hanya memikirkan cara untuk mendapatkan keuntungan.
Hal ini terjadi ketika negara menerapkan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, negara berperan sebagai regulator bagi kepentingan swasta. Wajar bila setiap keputusan yang diambil selalu untuk kepentingan pengusaha, bukan rakyat.
Alih-alih menjadi pelayan rakyat, negara justru bertindak sebagai pelayan korporat. Karpet merah diberikan sehingga mereka bisa menguasai hajat hidup orang banyak, termasuk memiliki dan mengelola jalan tol.
Inilah akar masalah yang melilit dan harus kita buang seluruhnya. Sistem kapitalisme liberal sekuler tak layak dijadikan aturan. Segala kebijakan yang ditelurkan darinya hanya akan menimbulkan penderitaan rakyat. Begitu pula, solusi yang ditawarkannya merupakan solusi parsial, bahkan semu. Sistem ini tak akan mampu memberikan kesejahteraan hakiki kepada manusia.
Negara Wajib Meriayah Rakyatnya
Islam sebagai agama sempurna memiliki aturan khas dalam kehidupan. Islam menjadikan negara sebagai raa'in, yang berkewajiban melayani dan mengurus kebutuhan rakyat sesuai ketentuan syariat.
Salah satu yang harus diatur oleh negara adalah mengenai fasilitas umum seperti jalan tol. Islam memandang jalan tol merupakan sarana publik yang tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta, baik dari segi pengelolaan maupun kepemilikan. Negara wajib hadir sebagai pengelola penuh jalan tol dan memberikannya kepada rakyat secara gratis ataupun harga murah.
Dengan sistem ekonomi Islam yang mana salah satu prinsipnya adalah negara tidak boleh menyerahkan SDA nya kepada pihak swasta, akan sangat dimungkinkan negara mampu mengoperasikan seluruh layanan publik yang dibutuhkan rakyat dengan cuma-cuma.
Hubungan rakyat dengan negara bukanlah hubungan bisnis, melainkan pelayanan. Rakyat tidak dipandang sebagai konsumen dalam kacamata pedagang. Negara hadir melayani rakyatnya tanpa mengejar keuntungan. Segala bentuk layanan yang diberikan negara semata-mata merupakan wujud menjalankan syariat Allah.
Inilah sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta. Ia menjadi satu-satunya solusi mendasar yang akan memberikan kebaikan kepada manusia baik di dunia maupun akhirat. Masihkah kita melalaikannya?
Wallahu a’lam
Oleh: Esti Dwi
Aktivis Muslimah
0 Komentar