Topswara.com -- Beberapa potret kegilaan generasi kini yang amat pilu kita saksikan. Kasus kriminal pembunuhan kembali terjadi di tahun ini, bahkan menewaskan satu keluarga yang juga dilakukan oleh anak muda yang masih berusia 16 tahun.
Kepolisian Resor Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur, mengungkap kasus pembunuhan seorang remaja berinisial J (16 tahun) terhadap satu keluarga berjumlah lima orang.
Adapun kronologinya amat ironis. Sebab pelaku, setelah berpesta miras bersama rekannya, ia pulang lalu melakukan aksinya dengan mendatangi rumah korban yang tetangganya sendiri, kemudian melakukan pembunuhan menggunakan parang Panjang.
Tidak hanya membunuh, pelaku juga melakukan pemerkosaan terhadap jasad korban RJS dan ibunya RJS. Tak puas dengan itu, ia mengambil ponsel dan uang korban sebesar Rp 363 ribu dan pulang ke rumah mengganti pakaian.
Motif tindakan kriminal tersebut diduga persoalan asmara yang bertepuk sebelah tangan dan perlakuan keluarga korban yang pernah meminjam barang, namun tidak dikembalikan secepatnya.
Pada akhirnya pelaku dijatuhi hukumann sanksi berat dengan pasal 340 KUHP subs pasal 338 KUHP subs 365 KUHP Jo Pasal 80 Ayat (3) Jo Pasal 76 c UU Perlindungan Anak dengan ancama hukuman seumur hidup.
Bahkan dalam sepekan terakhir, kasus perundungan (Bullying) kembali mencuat dipelbagai wilayah. Pelaku dan korban merupakan anak sekolah yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Di antaranya, terjadi aksi perundungan dilingkungan sekolah SMPN 13 Balikpapan, Kalimantatan Timur. Temannya sedang duduk dibangku kelas dan dijambak oleh siswa lain. Setelah itu datang lagi siswa lain dari arah belakang yang mengeroyok memukul kepala korban.
Selain itu, terdapat perundungan yang dilakukan Siswa SD. Siswa tersebut ditelanjangi dan ditendang di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Siswa SD ditelanjangi oleh teman kelasnya setelah itu menendangnya. Tidak puas dengan itu, para pelaku memberikan celana milik korban. Namun, celana tersebut terlebih dulu disiram air hingga basah. Jahat.
Kegagalan Sistem Pendidikan di Indonesia
Spektrum pendidikan bukanlah hanya ada pada lembaga pendidikan formal saja. Namun, juga terdapat dalam berbagai sisi. Setidaknya ada tiga lingkungan pendidikan yang utama yaitu keluarga, sekolah, dan negara.
Unit yang pertama kali adalah dalam lingkungan keluarga. Kini, keluarga muslim dalam keadaan sangat rapuh sebab angka perceraian pun seiring waktu terus meningkat.
Banyak faktor yang menyebabkan perceraian diantaranya adalah permasalah ekonomi. Namun, tidak jarang juga meskipun tanpa perceraian terdapat anak yang tak terbina dengan baik.
Sebab, orang tuanya sangat sibuk dengan pekerjaan sehingga banyak yang lebih mengandalkan harapan pada lembaga pendidikan formal untuk membina anaknya. Padahal, dibutuhkan kerjasama yang maksimal antara pihak sekolah dan orang tua.
Di sisi lain, bagi keluarga yang menengah keatas hal tersebut dianggap mudah saja karena memiliki modal untuk menyekolahkan anak meskipun dengan biaya sekolah yang mahal. Berbeda dengan keluarga yang berkekurangan sehingga harus bertahan dengan pendidikan anak yang apa adanya saja.
Kedua, pendidikan formal (sekolah). Adapun keadaan sebenarnya yang ada di dunia pendidikan formal juga amat kompleks permasalahannya. Tentunya, kemalangan yang terjadi pada generasi kini tak terlepas dari peran penting semua pihak termasuk lembaga pendidikan yang ada kini.
Setiap ganti presiden, lima tahun sekali, maka diganti pula menteri pendidikannya, setiap menteri akan mengutak-atik ulang kurikulum sebelumnya.
Perubahan kurikulum yang terjadi pada dasarnya hanya berubah nomenklatur atau perubahan dari aspek nama program bahkan perubahan secara teknis saja. Bukan yang substansif. Kemudian, pada akhirnya perubahan karakter dalam keadaan mandeg.
Belum lagi persoalan guru sebagai pendidik yang sebenarnya punya peran strategis namun sedikit demi sedikit terkikis karena tuntutan administrasi yang sangat banyak harus diisi oleh guru.
Padahal guru jika di dalam kelas atau di lingkungan sekolah hanya sibuk dengan administrasi lalu bagaimana teladan dalam pengajaraan bisa ditransfer pada murid ketika banyak tugas-tugas juga untuk guru yang cenderung hanya bentuk pelaporan untuk kemudahan bertambahnya upah guru.
Di sisi lain, meskipun, dalam UU NO. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa, “ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”
Jika diinsafi nilai yang paling utama didapatkan yaitu memiliki kekuatan spiritual keagamaan.
Namun, kini kegiatan intrakurikuler keagamaan hanya berkutat pada; Baca, Hafal, dan Tulis Qur’an (BHTQ) saja. Padahal, meskipun anak-anak telah mampu membaca, menulis, bahkan menghafalkan Al-Qur’an namun tanpa pembinaan yang instensif maka perubahan pola pikir Islam mereka sulit untuk terbentuk.
Padahal perubahan sikap linear dengan pola pikir yang telah berubah. Sehingga, menjadi sangat wajar apabila anak-anak kini belum bisa mengendalikan dirinya dengan baik dalam bersosialisasi.
Ketiga, negara. Tanpa (disadari) negara kita telah amat jauh dari nilai-nilai kepancasilaan yang katanya menjadi falsafah hidup manusia Indonesia. Hal ini dapat dilihat fakta-faktanya dimulai dari pemimpin dan pejabat tertinggi negeri ini.
Bayangkan salah satu Lembaga yang dianggap independen seperti; Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata ketua KPK justru terlibat kasus korupsi. Mengerikan.
Parahnya lagi, terjadi juga pelanggaran konstitusi ketika perubahan ambang usia seorang cawapres menjadi lebih muda hanya karena yang menjadi cawapres itu adalah seorang anak presiden. Dengan berbagai dalih untuk kepentingan anak muda.
Padahal tidak sama sekali.
Hal lainnya adalah ketika proses kampanye yang menggunakan fasilitas negara yaitu dana bantuan sosial, kemudian pada dana bansos tersebut terpampang wajah salah satu pasangan calon. Tentu ini sangat tidak wajar karena menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye.
Hal-hal tersebut bisa menjadi potret bagaimana amburadulnya kehidupan di negeri kita kini. Orang tua yang punya jabatan tertinggi tidak malu-malu dalam berbuat zalim dan bertambah lagi payahnya sebab, anak-anak usia sekolah sudah menjadi korban pembunuhan, pelaku pembunuhan bahkan pemerkosaan pada mayat. Sangat mengerikan.
Entah dengan kata apa lagi yang cocok untuk menggambarkan kondisi negeri ini. Tatkala semua unit strategis pun memiliki permasalahan yang kompleks. Mungkin, keadaan ini bisa kita sebut sebagai kondisi hilangnya kewarasan. Olehnya itu kita perlu untuk mengetahui apa penyebab utama semua kondisi ketakwarasan ini bisa terjadi.
Demokrasi Sistem Rusak
Demokrasi umumnya paling banyak dikenali secara teknis saja. Demokrasi sebagai sebuah proses untuk memilih pemimpin dengan suara terbanyak. Vox populy vox dey menjadi adagium untuk menggambarkan keagungan demokrasi.
Bahwa, suara rakyat adalah suara tuhan.
Malangnya, jauh panggang dari api demokrasi hanyalah sebuah jalan untuk melanggengkan segala pemikiran dan pengaturan hidup rusak lainnya; kapitalisme liberalisme. Pastinya, hasil aturan yang dibentuk dalam kebijakan manusia yang tertuang dalam UU justru jauh dan bertentangan dari syariat Allah SWT.
Misalnya saja, ketika zina hanya dilokalisasi. Miras hanya dibatasi, bukan dimusnahkan. Segala aturan sesuai dengan kebebasan individu bukan keteraturan. Singkatnya, demokrasi meniscayakan sebuah aturan manusia berasal dari manusia itu sendiri.
Padahal manusia adalah makhluk lemah yang memiliki keterbatasan jangkauan atas segala kejadian yang terjadi di alam semesta ini, termasuk pengaturan dirinya sendiri sebagai individu. Bayangkan saja dengan kebebasan individu pergaulan bebas seperti LGBTIQ yang amat tidak sesuai dengan fitrah manusia dianggap hal yang wajar, bagian dari kebebasan hak individu.
Kini, generasi sedang berada dalam pusaran sistem demokrasi ketika kerusakan terjadi di mana-mana. Sehingga generasi telah kehilangan arah sebab tak punya lagi teladan. Kehidupan mereka diliputi hingar-bingar dunia yang materialistic. Ilmu Pendidikan yang jauh dari penghayatan kehidupan yang tuntas sebab orientasinya hanya prestasi-prestasi dunia bukan yang tuntas yaitu duniawi ukhrowi.
Sehingga amat sulit dielakkan jika kini generasi jiwanya telah dirusak oleh sistem demokrasi yang meniscayakan segala bentuk kezaliman dalam kehidupan manusia sebab telah menandingi seruan Allah SWT, pencipta manusia.
Islam Solusi Perbaikan Generasi
Islam sebagai agama yang sempurna tidak hadir hanya sebagai peringatan untuk sekadar dikhutbahkan saja, sebagaimana ilmu-ilmu lainnya. Namun, lebih dari itu, Islam adalah sebuah Ideologi yang cemerlang.
Islam memiliki seperangkat aturan yang jelas sumbernya yaitu Al-Qur’an, As-sunnah, Ijma’ shahabat, & Qiyas. Apabila diinsafi isi Al-qur;an bukan hanya seruan untuk beribadah secara ritual-spiritual saja. Seperti shalat, puasa, zakat, atau berhaji.
Akan tetapi, seruannya yaitu pengaturan manusia, bagaimana peran laki-laki dan perempuan, peran ayah dan ibu, serta peran pemimpin. Singkatnya, Islam mengatur baik dalam kehidupan bersosial, pergaulan, berekenomi dan hal yang pasti dalam politik.
Bahkan, Islam adalah agama yan sangat politis karena sangat banyak perintah dan larangan yang tujuannnya sebagai bentuk pengurusan hamba Allah yang beriman pada Al-Qur’an.
Dalam hal perbaikan generasi, Islam telah memiliki peta jalannya. Generasi Islam dibesarkan dengan mengawali pembinaan akidah Islam yang kuat sejak dini melalui keluarga. Agar mereka mengetahui betul dari mana asal mereka, untuk apa tujuan hidup mereka dan akan kemana setelah hidup di dunia.
Setelah itu, anak-anak akan mempelajari ilmu alat seperti bahasa, matematika. Sebelum mempelajari Al-Qur’an atau menghafalkanya maka terlebih dahulu harus bisa mempelajari ilmu Bahasa Arab dengan fasih. Sehingga anak-anak tidak sekadar hafal saja namun bisa memahami betul ayat demi ayat yang mereka hafalkan.
Selain itu, kondisi dalam naungan kehidupan dalam aturan Islam akan memberikan mereka teladan yang baik. Bukan seperti yang dilihat faktanya dimasa ini. Anak-anak hanya memiliki teladan fiktif dari imajinasi kartun saja.
Namun, dalam Islam anak-anak memiliki sosok teladan dalam Sejarah yang nyata.
Teladan itu seperti sosok Rasululllah SAW, Umar Bin Khattab, Muhammad Al-Fatih sang penakluk konstantinopel yang sebelumnya telah disampaikan dalam bisyarah Rasulullah SAW.
Sosok teladan tersebut akan memberikan anutan kehidupan pada generasi. Sebagaimana kecemerlangan Islam pada masa kejayaannya yang memiliki banyak ilmuwan yang berpengaruh sampai saat ini seperti penemu angka nol Al-Khawarijmi, penemu camera Ibn Al-Haitam, bahkan yang kontemporer seperti Ibn-Khaldun yang telah menjadi pelopor ilmu ekonomi dan sosiologi kontemporer.
Tentu, dijadikannya Islam sebagai solusi tidak bisa terlepas dari sebuah usaha yang tidak sederhana, menjalankan kehidupan sebagai seorang muslim secara individu saja tidak cukup karena perbaikan dengan kehidupan Islam tidak akan bisa tercapai tanpa adanya kesamaan dalam aturan, pemikiran dan perasaan yang satu. Semua kesatuan itu hanya bisa terealisasi dengan diperjuangkannya institusi khilafah.
Wallahu a’lam bisshawab.
Oleh: Kiki Zaskia, S.Pd.
Pemerhati Remaja
0 Komentar