Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Siapakah Orang yang Berani?



Topswara.com -- Sobat. Rasulullah Muhammad SAW adalah pemberani sejati yang selalu menegakkan kebenaran meski dihina, dicela,bahkan disakiti oleh orang kafir Quraisy. Beliau tetap berpegang pada kebenaran dan berani mempertahankannya tanpa takut risiko.

Sobat. Nasehat Syekh Abdul Qadir al-Jilani, beramalah dengan hikmah dan ilmu Allah. Jangan pernah keluar dari titah-Nya. Jangan lupa janji-Nya. Lawanlah hawa nafsumu. Tentanglah syetan, tabiat buruk, dan duniamu. Jangan pernah putus asa dari pertolongan Allah SWT. Sebab, pertolongan itu akan datang bersamaan dengan keteguhanmu.

Sobat. Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jilani, seorang sufi besar dan pemimpin spiritual dari abad ke-11, seseorang yang berani adalah orang yang memiliki keberanian untuk mengejar kebenaran, menghadapi rintangan, dan menempuh perjalanan menuju Allah dengan tekad yang kuat dan kesungguhan yang tulus. Sheikh Abdul Qadir al-Jilani dikenal karena ajarannya tentang kesalehan, kesederhanaan, dan ketakwaan kepada Allah.

Bagi Syekh Abdul Qadir al-Jilani, keberanian tidak hanya berkaitan dengan keberanian fisik atau pengorbanan materi, tetapi juga dengan keberanian spiritual untuk menghadapi godaan, ujian, dan rintangan dalam perjalanan rohani seseorang. Orang yang berani menurut Syekh Abdul Qadir al-Jilani adalah orang yang memiliki keteguhan iman, ketabahan dalam menjalani cobaan, dan kesungguhan dalam mencari ridha Allah.

Dalam ajaran-ajarannya, Syekh Abdul Qadir al-Jilani menekankan pentingnya mengatasi rasa takut, keraguan, dan godaan duniawi dalam mencapai kesempurnaan spiritual. Baginya, orang yang berani adalah orang yang menghormati prinsip-prinsip agama, berjuang melawan kejahatan dan ketidakadilan, dan hidup dengan integritas moral serta ketulusan hati.

Dengan demikian, menurut Sheikh Abdul Qadir al-Jilani, keberanian adalah atribut spiritual yang fundamental dalam perjalanan menuju Allah dan mencapai kehidupan yang berarti dan bermakna.
Orang yang berani adalah orang yang menjernihkan hatinya dari segala sesuatu selain Allah. Dia berdiri di depan pintu-Nya dengan pedang tauhid dan tameng syariat. Tidak boleh ada satu makhluk pun yang masuk kepada dirinya. Dia mengumpulkan hatinya pada Dzat yang Maha membolak-balikkan hati. Syariat bertugas mendidik lahirnya, sedangkan tauhid dan makrifat berjalan mendidik batinnya. Demikian penjelasan Sheikh Abdul Qadir al-Jilani dalam kitabnya Fathur Rabbani.

Sobat. Menurut Rasulullah Muhammad SAW, orang yang berani adalah orang yang memiliki keberanian dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk keberanian dalam menghadapi kesulitan, kebenaran, dan tantangan, serta keberanian untuk melakukan kebaikan dan menjalankan kewajiban agama.

Berikut adalah beberapa contoh sifat keberanian menurut ajaran Rasulullah Muhammad SAW:

1. Keberanian dalam Beriman: Rasulullah mengajarkan pentingnya memiliki keberanian untuk mengakui dan mempertahankan iman kepada Allah SWT, meskipun menghadapi tekanan atau persekusi dari orang lain. Keberanian ini mengharuskan keberanian untuk tetap teguh dalam keyakinan, bahkan dalam situasi yang sulit.

2. Keberanian dalam Berbicara Kebenaran: Rasulullah mengajarkan pentingnya berbicara kebenaran, bahkan jika itu tidak populer atau tidak disukai oleh orang lain. Orang yang berani menurut ajaran beliau adalah orang yang berani menyampaikan pesan kebenaran dan menegakkan keadilan, tanpa takut akan reaksi negatif dari orang lain.

3. Keberanian dalam Perang melawan Kedzaliman: Rasulullah menunjukkan keberanian dalam memimpin perang untuk melawan kedzaliman, kezaliman, dan penindasan. Namun, beliau juga mengajarkan pentingnya memperlakukan musuh dengan adil dan menghindari kekerasan yang tidak perlu.

4. Keberanian dalam Berbuat Baik: Rasulullah mendorong umatnya untuk memiliki keberanian dalam berbuat baik kepada orang lain, bahkan jika itu memerlukan pengorbanan dan kesulitan. Keberanian ini meliputi memberi sedekah, membantu orang miskin dan terpinggirkan, dan berdiri untuk keadilan sosial.

5. Keberanian dalam Menegakkan Keadilan: Rasulullah mengajarkan pentingnya memiliki keberanian untuk menegakkan keadilan, bahkan jika itu melibatkan risiko atau konsekuensi yang tidak diinginkan. Orang yang berani menurut ajaran beliau adalah orang yang berani melawan penindasan dan ketidakadilan di masyarakat.

Dengan demikian, menurut ajaran Rasulullah Muhammad SAW, keberanian tidak hanya berkaitan dengan keberanian fisik, tetapi juga dengan keberanian moral, spiritual, dan sosial dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran Islam.

Baginda Rasulullah SAW bersabda: Artinya: Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW berkata, "Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah." (HR. Bukhari dan Muslim).

Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا لَقِيتُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ زَحۡفٗا فَلَا تُوَلُّوهُمُ ٱلۡأَدۡبَارَ وَمَن يُوَلِّهِمۡ يَوۡمَئِذٖ دُبُرَهُۥٓ إِلَّا مُتَحَرِّفٗا لِّقِتَالٍ أَوۡ مُتَحَيِّزًا إِلَىٰ فِئَةٖ فَقَدۡ بَآءَ بِغَضَبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَمَأۡوَىٰهُ جَهَنَّمُۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ  

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. Al-Anfal (8): 15-16)

Sobat. Allah menyeru orang-orang beriman bahwa apabila berhadapan dengan orang-orang kafir yang sedang datang menyerang, kaum Muslimin dilarang lari dari pertempuran.

Orang-orang kafir itu bergerak dari Mekah dengan membawa jumlah pasukan yang banyak. Mereka sengaja menemui kaum Muslimin yang sudah ada di Badar. Mereka sudah mengetahui rencana kaum Muslimin yang akan menghadang kafilah yang dipimpin Abu Sufyan dengan alasan melindungi perdagangan mereka. Mereka bergerak dari Mekah, padahal sebenarnya mereka berniat untuk memusnahkan kaum Muslimin. 

Itulah sebabnya, Allah swt melarang kaum Muslimin membelakangi mereka. Lebih-lebih melarikan diri dari pertempuran melawan mereka, meskipun mereka membawa bala tentara yang cukup banyak dan peralatan perang yang lengkap.

Yang dilarang adalah melarikan diri dari pertempuran, tanpa alasan yang dibenarkan karena takut menghadapi musuh. Sedangkan mundur untuk mengatur siasat, bukan termasuk dalam larangan yang dikandung ayat ini.

Sobat. Allah mengancam kaum Muslimin yang melarikan diri dari pertempuran bahwa mereka akan pulang dengan membawa kemurkaan Allah. Kemurkaan Allah itu berupa ancaman yang akan ditimpakan kepada mereka, yaitu mereka akan disiksa dengan neraka Jahannam tempat kediaman yang sangat menakutkan.

Dari ayat ini dapat diambil pengertian bahwa melarikan diri dari peperangan adalah dosa besar. Nabi Muhammad saw bersabda: "Jauhilah olehmu sekalian tujuh perkara yang membinasakan. Mereka bertanya: "Apakah yang tujuh perkara itu ya Rasulullah? Nabi menjawab: "Menyekutukan Allah, melakukan sihir, membunuh seseorang yang Allah haramkan membunuhnya, kecuali ada sebab-sebab yang membolehkan, makan riba, makan harta anak yatim, melarikan diri dari pertempuran (peperangan), dan menuduh berzina wanita mukmin yang baik-baik yang tidak berniat berbuat zina". (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Dalam hal ini Allah menjelaskan beberapa pengecualian dari membelakangi musuh dan melarikan diri dari pertempuran, yaitu apabila kaum Muslimin pada saat perang terjadi, mundur untuk mengatur siasat seperti mencari posisi yang lebih menguntungkan dalam pertempuran, memancing musuh agar mengejar keluar medan pertempuran yang lebih strategis sehingga dengan demikian musuh dapat dimusnahkan, atau dengan mengadakan gerak tipu sehingga sasaran tempur menjadi kacau balau, atau membagi pasukan-pasukan untuk menyerang dari segala arah, agar kesatuan musuh dapat dipecah-belah dan sebagainya.

Kaum Muslimin pada saat perang berkobar melarikan diri untuk bergabung dengan kesatuan yang lain agar sasaran tempur lebih kuat atau untuk memperoleh bantuan dari pasukan pada saat musuh dipandang mempunyai pasukan yang lebih kuat.

Sobat. Murnikanlah Al-Qur’an dengan mengamalkannya, bukan dengan memperdebatkannya. Keyakinan itu sedikit, sedangkan pengamalan itu banyak. Maka berimanlah kalian kepada Al-Qur’an. Luruskanlah hati kalian. Beramallah dengan anggota tubuh kalian. Sibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat. Jangan pernah berpaling kepada pandangan-pandangan yang cacat dan hina.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar