Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Semarak Ramadhan di Era Daulah Islam

Topswara.com -- Rasulullah SAW pernah bersabda, "Idza ja'a Ramadhan futihat abwab al-jannah."

Jika Ramadhan tiba, maka berbagai pintu surga telah dibuka. (HR. Muttafaq 'Alaih)

Pintu surga itu sangat banyak. Siapa saja yang ingin dibukakan pintu surganya, maka dia harus mengetuk pintu dengan amalan yang bisa membuka pintu tersebut. Ada beberapa pintu surga yang telah disediakan oleh Allah Ta'ala, diantaranya;

Pertama, pintu surga Ar-Rayyan disediakan bagi orang yang berpuasa. Makin banyak berpuasa, maka makin kuat ketukan seseorang untuk dibukakan pintu Ar-Rayyan.

Kedua, pintu surga Al-Jihad disediakan bagi orang yang berjihad. Makin banyak berjihad, maka makin kuat pula ketukan seseorang untuk dibukakan pintu Al-Jihad.

Ketiga, pintu surga As-shalat bagi orang yang ahli shalat. Makin banyak mengerjakan shalat, maka makin kuat ketukan seseorang untuk dibukakan pintu As-Shalat.

Keempat, pintu surga As-Shadaqat bagi orang yang ahli sedekah. Makin banyak bersedekah, maka makin kuat ketukan seseorang untuk dibukakan pintu As-Shadaqat.

Kelima, pintu surga Al-Birr bagi orang yang ahli taat termasuk menaati orang tua selama tidak diperintahkan melanggar syariat. Makin kuat ketaatannya kepada orang tua, maka makin kuat ketukan seseorang untuk dibukakan pintu Al-Birr dan masih banyak lagi yang lainnya.

Ketika umat Islam memahami bahwa pintu-pintu surga itu telah dibukakan oleh Allah SWT seluas-luasnya di bulan Ramadhan, maka semestinya mereka pun mengisi berbagai aktivitas yang bisa mengetuk pintu-pintu surgaNya.

Ramadhan pun semarak dengan berbagai aktivitas ketaatan dan bukan kemaksiatan. Ramadhan pun dipenuhi dengan berbagai aktivitas ibadah, bukan senda gurau, belanja atau yang lain. Karena itu, aktivitas ketaatan inilah yang senantiasa dihidupkan oleh kaum Muslim. Begitu juga ketika khilafah menjadi penjaga Islam yang amanah. 

Pada malam menjelang Ramadhan kaum Muslim biasa melakukan beberapa hal, pertama, saat menjelang magrib, kaum Muslim pun mencari hilal. Karena ini hukumnya fardhu kifayah, maka tidak harus dilakukan oleh setiap umat Islam. 

Karena itu, siapa saja yang menemukannya, maka akan diambil sumpahnya. Setelah dinyatakan sah, maka khalifah kaum Muslim pun berpidato menyampaikan hasil istbat 1 Ramadhan. Pidato disampaikan dalam bahasa Arab ke seluruh penjuru dunia disertai pesan penting dari khalifah kepada seluruh umat Islam.

Kedua, setelah salat Isya, kaum Muslim pun melakukan salat tarawih di masjid-masjid dengan berjamaah di ibukota. Khalifah biasanya memimpin langsung salat tersebut. Malam itu pun menjadi malam yang penuh berkah tidak seperti malam biasanya umat Islam pun berlomba-lomba menghidupkan malam-malamnya dengan memperbanyak zikir, membaca Al-Qur'an dan berbagai halaqah.

Ketiga, setelah melewati larut malam menjelang subuh mereka pun bangun untuk melakukan sunah sahur. Sahur ini pun di dalamnya mengandung banyak keberkahan. Nabi SAW bersabda, 

"Karena itu, waktu sahur pun tidak pernah terlewatkan begitu saja, kecuali akan mereka gunakan sebaik-baiknya."

Setelah mengambil sahur secukupnya, mereka pun tidak tidur lagi, tetapi menghidupkan malam-malamnya dengan memperbanyak zikir, membaca Al-Qur'an dan qiyam al-lail sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu Umar. Suasana malam itu pun tampak semarak, lampu-lampu rumah-rumah mereka pun terang. Suasana riuh oleh suara orang sahur, zikir, bacaan Al-Qur'an dan qiyam al lail bak kumbang.

Belum lagi masjid-masjid yang tak pernah sepi dari orang beribadah. Suasana Ramadhan di siang hari tidak kalah semaraknya dengan malam hari. Pertama, suasana ibadah tampak. Tidak ada orang makan, minum, merokok, dan aktivitas yang bisa membatalkan puasa tampak di depan publik. 

Meski itu dilakukan oleh orang non Muslim atau musafir yang tidak sedang berpuasa. Semuanya menghormati umat Islam yang sedang berpuasa. Puasa pun menjadi syiar yang tak hanya ditampakkan oleh Muslim, tetapi juga non Muslim.

Bukan sebaliknya orang berpuasa diminta menghormati orang yang tidak berpuasa.

Kedua, suasana di jalan-jalan, di toko-toko, di kantor-kantor dan pasar-pasar tampak teduh. Tidak ada orang yang bertengkar karena mereka sedang berpuasa. Mereka berusaha sekuat tenaga menahan diri ketika ada yang mencoba melakukan provokasi. Mereka pun mengatakan, "Maaf saya sedang berpuasa."

Semangat, kesadaran, dan kebiasaan memberi tampak begitu menonjol di bulan Ramadhan ini. Sebaliknya, semangat kesadaran dan kebiasaan mengalah, memaafkan pun tampak.

Ketiga, masjid-masjid pun mulai padat begitu menjelang azan. Ketika azan dikumandangkan, kaum Muslim berbondong-bondong datang ke masjid untuk menunaikan salat zuhur berjamaah. Mereka memulainya dengan salat tahiyat masjid, qobliyah, salat zuhur lalu dilanjutkan dengan salat ba'diyah, setelah itu waktu mereka pun mereka isi dengan zikir, membaca Al-Qur'an dan aktivitas ketaatan yang lain.

Keempat, suasana serupa juga tampak menjelang asar. Begitu azan dikumandangkan, kaum Muslim berbondong-bondong ke masjid untuk menunaikan salat asar berjamaah. Mereka memulainya dengan salat tahiyat masjid, qobliyah, salat ashar setelah itu waktu mereka pun mereka isi dengan zikir, membaca Al-Qur'an dan aktivitas ketaatan yang lainnya.

Begitulah suasana di siang hari, kaum Muslim pun tak membiarkan waktu buka kecuali untuk berlomba memberikan sedekah kepada kaum Muslim yang lain yang hendak berbuka. Suasana masjid-masjid pun tampak semarak dengan orang-orang yang memberikan takjil. 

Pada waktu yang sama pemandangan orang-orang yang menunggu berbuka pun mulai tampak menjelang magrib tiba. Begitu azan maghrib dikumandangkan perasaan senang, suka dan bahagia pun tampak menghiasi wajah-wajah mereka. Begitulah pemandangan biasa yang mewarnai kehidupan umat Islam di wilayah-wilayah mereka.

Nun jauh di sana, ada suasana lain ketika kaum Muslim menjadikan Ramadhan sebagai momentum untuk meraih kemenangan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW dan para sahabat saat Perang Badar tahun kedua hijriah dan penaklukan kota Mekah pada tahun 8 Hijriah semuanya dilakukan di bulan Ramadhan. 

Untuk melakukan misi tersebut, mereka pun tidak hanya menghidupkan Ramadhan dengan berperang, tetapi juga dengan ketaatan yang lain, mulai dari menguatkan taqarrub mereka dengan Allah SWT, seperti infak, mengasah senjata, mobilisasi pasukan, latihan perang, menyiapkan logistik, kuda, unta dan sebagainya. Mereka pun berangkat saat berpuasa.

Berkilo-kilo meter mereka arungi dengan berjalan kaki dan naik unta atau kuda secara bergantian, maka Ramadhan pun telah diisi oleh para khalifah setelah mereka dengan berbagai penaklukan.

Pertama, pada 28 Ramadan 92 Hijriyah, Thariq bin Ziyad berhasil menaklukkan Andalusia, Spanyol. Perang delapan hari itu berhasil dimenangkan oleh pasukan kaum Muslim. Setelah itu, Spanyol pun menjadi salah satu pusat peradaban Islam yang terkenal di Eropa hingga Raja Goerge II, Raja Inggris, Norwegia dan Swedia mengirim putrinya untuk dididik di sana.

Kedua, tanggal 6 Ramadan 223 Hijriyah, Khalifah Al-Mu'tashim menaklukan Amuriyah, untuk membalas kekurangan ajaran tentara Romawi terhadap seorang wanita Muslimah yang jilbabnya ditarik. Benteng Amuriyah yang angker itu pun berhasil ditaklukan.

Ketiga, perang Ain Jalut juga sama. Tepat 24 Ramadhan 658 Hijriah, pasukan kaum Muslim berhasil mengalahkan tentara Tatar yang dipimpin oleh Qutuz dan pembantunya, Baibaras. Seruannya yang terkenal adalah "Wa Islamah!" Pada 14 Ramadhan 666 Hijriah, Antiokia juga berhasil ditaklukan oleh Baibaras. Ketika itu, Antiokia menjadi pusat kekuatan kaum Salib.

Keempat, di 26 Ramadhan 928 Hijriyah, kota Belgrad berhasil ditaklukan oleh Khalifah Sulaiman Al-Qonuni. Mereka pun mendirikan shalat Jumat pertama di kota itu. Itulah semarak Ramadhan di daerah khilafah. []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar