Topswara.com -- Polisi memastikan kondisi empat bayi korban tindak pidana penjualan orang (TPPO) oleh EM (30) dalam keadaan sehat. Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes M Syahduddi mengatakan, empat bayi tersebut ditemukan di kawasan Bandung, Jawa Barat.
Sedangkan satu bayi milik tersangka T (35), yang juga dijual, berhasil ditemukan di Karawang, Jawa Barat. "Kondisi bayi-bayi dalam keadaan sehat karena ada beberapa bayi tidak lama diambil dari ibunya," kata Syahduddi saat konferensi pers, Jumat (23/2/2024).
Ia menambahkan, umur bayi korban TPPO tersebut berbeda-beda. Ada yang sudah berusia balita, sedangkan selebihnya lahir antara tahun 2023 dan 2024. "Yang paling tua diambil tahun 2020 Di Surabaya, selebihnya lahir antara tahun 2023 dan 2024," ujar dia. Saat ini, polisi masih memeriksa intensif tersangka EM, termasuk aliran uang pada penjualan bayi ini (kompas.com, 23/02/2024).
Penjualan bayi yang berhasil terungkap oleh pihak kepolisian sebenarnya bagaikan fenomena gunung es. Kejahatan tindak penjualan bayi yang tidak terdeteksi dan tidak terjangkau oleh pihak kepolisian bisa jadi jumlahnya fantastis.
Miris memang, di saat sebagian pasangan menginginkan kehadiran bayi dalam pernikahannya bahkan tidak sedikit yang bertahun-tahun ikhtiar supaya dapat karunia anak, ternyata ada juga orang menjual bayi demi uang yang tidak seberapa. tentu kejadian ini sangat diluar nalar.
Di mana naluri keibuan dicampakkan? Bukankah perjuangan selama hamil dan beratnya proses melahirkan selayaknya membuat seorang ibu sangat sayang terhadap anaknya. Betapa banyak ibu yang siap meregang nyawa saat melahirkan sang buah hati.
Bahkan rela mengorbankan apapun yang penting anak lahir dengan sehat dan selamat. Ini adalah penampakan naluri keibuan yang seharusnya terwujud dalam jiwa setiap wanita.
Akan tetapi nyatanya ada sebuah penyakit berbahaya yang telah menghancurkan naluri ini, hingga seorang ibu rela menjual darah dagingnya dengan harga 3-5 juta rupiah. Penyakit ini adalah sebuah wabah berbahaya yang perlu segera dieliminasi dari masyarakat.
Apakah itu? Tidak lain adalah penyakit masyarakat yang disebabkan oleh kemiskinan yang mendera dan iman yang hilang. Dua hal ini terjadi karena hilangnya khalifah sebagai perisai umat.
Siapa pun dia pasti tidak akan rela menjual anaknya selama kehidupan ekonominya baik-baik saja, ada harta yang cukup untuk menafkahi anak dan menyekolahkannya. Akan tetapi kemiskinan yang merata telah membuka lebar pintu kejahatan dan kemaksiatan, anak bayi pun jadi korban. Anak akhirnya jadi komoditas bisnis.
Lebih parah lagi rupanya, ada individu yang tega menjadi pelaku bisnis bayi ini, apakah sudah tidak ada peluang bisnis lain yang lebih baik? Lagi-lagi kemiskinan menjadi biangnya.
Sistem sekularisme yang meliberalisasi ekonomi membuat orang miskin hampir tidak punya kesempatan untuk hidup sejahtera. Mimpi sejahtera yang digemborkan setiap musim pemilu nyatanya hingga kini masih terus sebatas mimpi dan janji. Kemiskinan yang mendera telah berhasil mematikan naluri keibuan dan ini adalah bahaya besar bagi umat manusia.
Apa jadinya generasi kita jika para ibu ternyata tidak lagi sepenuhnya rela berkorban demi anak. Apa jadinya jika ibu tidak siap memperjuangkan kehidupan anaknya?
Apa jadinya jika ternyata banyak wanita menjadi pelaku bisnis yang mematikan naluri kasih sayang kepada manusia? Jika begitu, apa jadinya nasib generasi kita jika rantai kemiskinan tidak segera diputus?
Iman yang tertanam kuat di dalam jiwa tentu akan menjadikan setiap pasangan yakin akan rezeki setiap anak yang terlahir darinya. Sebab Islam mengajarkan bahwa setiap anak punya rezeki masing-masing. Anak tidak akan mengurangi rezeki orang tua.
Iman yang kuat ini jika ada dan terjaga dalam jiwa tentu akan terlahir ibu yang sabar dan kuat menghadapi tantangan kehidupan. Akan terlahir sosok ibu yang hebat dan siap melahirkan anak-anak permata umat.
Akan tetapi apa hendak dikata, di saat sistem sekuler bertahta semua jadi serba sulit dan rumit. Tindak penjualan bayi terus muncul meski ada undang-undangnya. Itu menjadi bukti bahwa sistem sekuler telah gagal menyelesaikan tidakan penjualan bayi dari hulu hingga hilir.
Sistem sekularisme tidak bisa mencegahnya karena kemiskinan yang merata akibat aturan ekonomi liberal dan runtuhnya iman. Lebih parah lagi sistem ini ternyata juga gagal menyelesaikan kasus yang terjadi sebab tidak adanya efek jera dari hukum yang diputuskan.
Sungguh benar apa yang dikatakan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani bahwa malapetaka terbesar yang menimpa umat Islam adalah ketika sistem ekonomi dan sistem pemerintahan tidak diatur dengan Islam. Kemiskinan menjadi alasan banyak kejahatan dan hukum yang tidak membuat jera membuat kejahatan tidak berhenti meski ada sanksi dan aturannya.
Kita perlu berkaca bagaimana sistem Islam begitu sempurna mengatur kehidupan termasuk menyelesaikan masalah tindakan penjualan bayi. Sistem Islam menjadikan ketaatan kepada Allah adalah pertama dan utama. Ketaatan ini terwujud dalam individu dan dalam penerapan sistem kehidupan. Aturan Islam diambil karena takwa bukan karena ada manfaatnya.
Islam menjadikan pengaturan ekonomi sedemikian rupa hingga negara mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya individu per individu. Dalam Islam, tidak akan terjadi kemiskinan struktural seperti saat ini sebab Islam punya mekanisme pengelolaan harta yang memastikan kebutuhan rakyat akan terpenuhi dengan mudah. Pembagian kepemilikan dan pengelolaan kepemilikan umum dengan benar membuat negara mampu menjamin kesejahteraan rakyat sebagaimana di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Saat itu sulit menemukan orang miskin dan penerima zakat. Kesejahteraan rakyat tidak bisa dipandang remeh sebagai salah satu jalan menutup pintu kejahatan dan kemaksiatan.
Di sinilah peran negara sangat dibutuhkan karena sejahtera secara merata itu butuh aturan yang ditegakkan negara.
Islam menetapkan bahwa khalifah bertanggung jawab atas rakyat termasuk atas kesejahteraan.
Dalam Islam, peran negara di antaranya juga menanamkan akidah yang benar melalui lembaga pendidikan maupun melalui media. Akidah yang benar dan kokoh ini menjadikan umat paham bahwa hidup itu adalah dalam rangka ketaatan dan ibadah.
Sehingga akan terlahir pasangan-pasangan luar biasa dan ibu yang sabar dalam mengarungi ujian kehidupan bagaimana sulitnya. Sebab memang akidah Islam mengajarkan beratnya ujian dalam ketaatan sama dengan beratnya ganjaran atau pahala.
Akidah yang kuat ini menjadi tameng penjaga hingga rakyat tidak jatuh pada kemaksiatan dan kejahatan. Akidah tidak boleh dijauhkan dari rakyat. Sebab akidah yang lemah membuat orang mudah dalam maksiat.
Sistem sanksi dalam Islam bersifat melahirkan efek jera. Dalam kasus perdagangan bayi maka Islam akan menjatuhkan sanksi sesuai dengan kadar keterlibatan pelaku baik itu orang lain atau orang tua sendiri. Sanksi yang tegas akan membuat pelaku kejahatan berpikir beribu kali sebelum melakukan kejahatannya. Sistem sanksi yang tegas ini akan berhasil menurunkan bahkan menghentikan terulangnya kejahatan yang sama.
Begitulah hukum Islam yang memiliki aturan sempurna dan memberikan solusi tuntas untuk persoalan penjualan bayi. []
Oleh: Nurjannah Sitanggang
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar