Topswara.com -- Negeri ini baru saja menyelesaikan pesta demokrasi yang megah. Kebahagiaan pun tengah dirasakan oleh calon-calon yang memenangkan pertarungan ini. Baik ditingkat kabupaten, provinsi sampai ditingkat pusat. Bagi yang menang tentunya gembira, sebaliknya bagi yang kalah tentunya kecewa.
Hingga akhirnya kekalahan sejumlah caleg pada pileg berdampak pada tekanan pada timses. Di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat dua timses mengalami tekanan hebat hingga harus mengambil kembali amplop yang sebelumnya dibagikan kepada warga pada sabtu sore.
Sementara itu, oknum tim sukses salah satu caleg di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat melempar rumah tim sukses caleg lawan karena diduga melakukan kecurangan. (tvonenews.com/18/02/2024)
Lebih dari itu, seorang tim sukses calon anggota legislatif (caleg) berinisial WG 56 tahun, warga Desa Sidomukti, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di pohon rambutan di kebun karet miliknya, pada Kamis (15/2) lalu.
Kapolres Pelalawan Ajun Komisaris Besar (AKB) Suwinto membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya WG diduga depresi lantaran caleg yang diusungnya tidak mendapatkan suara sesuai harapan atau kalah. (mediaindonesia.com/19/2/2024)
Beginilah potret buram yang terjadi paska pemilu. Berbagai fenomena buruk telah terjadi pada caleg yang gagal terpilih dan timses yang kecewa. Mulai dari yang menderita stress, bahkan bunuh diri hingga menarik kembali pemberian pada masyarakat.
Jelas bahwa fenomena tersebut menggambarkan lemahnya kondisi mental para caleg atau tim suksesnya. Mereka hanya siap menang namun tidak siap kalah. Fenomena ini juga menggambarkan kepada kita betapa jabatan menjadi sesuatu yang sangat diharapkan dan didapatkan. Hal itu karena keuntungan yang akan didapatkan jauh lebih banyak, sehingga mereka rela membeli suara rakyat dengan modal yang sangat besar.
Di sisi lain, fakta buruk dalam pesta demokrasi menggambarkan kepada kita betapa model pemilu ini adalah pemilu yang berbiaya tinggi. Sehingga para calon harus siap mengeluarkan modal yang sangat besar jika ingin meraih kekuasaan.
Tidak jarang pula mereka akan melakukan berbagai cara agar berhasil meraih suara rakyat sekalipun menggunakan cara-cara terlarang. Maka pada akhirnya didalam pemilu demokrasi akan dimenangkan oleh orang-orang yang memiliki kekuatan modal.
Setelah mereka menjabat, modal yang telah dikeluarkan akan diupayakan agar bisa kembali lagi selama mereka menjabat. Politik demokrasi hari ini adalah politik uang. Maka wajar jika tidak akan nampak pada kita pemimpin-pemimpin yang amanah ketika menjabat.
Inilah bukti keburukan sistem demokrasi. Sistem yang rusak pada dasarnya tentu akan membawa kerusakan pula dalam penerapannya. Maka, sistem demokrasi ini tidak layak untuk diterapkan dalam kehidupan.
Islam memandang jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Islam juga menetapkan cara-cara yang ditempuh harus sesuai dengan hukum syara. Dalam Islam, hukum pemilu adalah mubah (boleh) sebab pemilu merupakan uslub (cara) untuk mencari pemimpin.
Penyelenggaraan pemilu pun akan dijalankan dengan mekanisme sederhana, praktis, tidak berbiaya tinggi, penuh kejujuran, tanpa tipuan ataupun janji-janji. Para calon juga akan diikat dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam islam yaitu islam, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu.
Tujuh syarat ini harus terpenuhi pada diri calon pemimpin sehingga mereka dipastikan memiliki kepribadian Islam, dan hanya mengharap keridhaan Allah SWT semata ketika menjadi pemimpin. Bukan karena maslahat atau manfaat.
Calon pemimpin dalam islam juga tidak akan berambisi untuk mencari kepemimpinan. Rasulullah pernah bersabda, "Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar." (HR Muslim).
Begitu juga tata cara memilih pemimpin dalam islam akan dilaksanakan secara mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Karena didalam islam tidak ada persaingan antara calon-calon pemimpin.
Maka sangat jelas bagi kita perbedaan yang sangat jauh antara pemilu didalam islam dan pemilu didalam sistem demokrasi sekular. Sistem demokrasi dan pelaksanaan pemilu nya hanya sebatas pesta lima tahunan yang terus diulang tanpa ada perubahan yang signifikan pada kehidupan masyarakat.
Wallahua'lam Bisshawab.
Oleh: Pipit Ayu
Aktivis Muslimah
0 Komentar