Topswara.com -- Meningkatnya kebutuhan di bulan Ramadhan mendorong masyarakat melakukan pinjaman online. Masyarakat cenderung lebih memilih sistem buy now pay later dalam memenuhi kebutuhannya. Tidak heran bila pinjol pun marak di bulan puasa ini.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan pertumbuhan utang pada perusahaan P2P lending atau pinjaman online (pinjol) akan meningkat pada saat Ramadan sampai Lebaran 2024.
Permintaan terhadap kebutuhan masyarakat yang juga naik saat bulan suci ditengarai menjadi penyebabnya. Apalagi untuk mudik yang memang membutuhkan pembiayaan lebih untuk membeli tiket transportasi dan keperluan lainnya. (tirto.id, 5/3/2024)
Maraknya Pinjaman Online
Pinjaman online atau pinjol makin marak di masyarakat sebagai jalan keluar dalam memenuhi kebutuhan ekonomi yang terus meningkat saat kondisi pemasukan sedang surut.
Seperti halnya pelaku UMKM yang menjadikan pinjol sebagai alternatif untuk membiayai produksi mereka di saat permintaan meningkat di bulan Ramadhan ini.
Di tengah kondisi harga-harga kebutuhan pokok yang terus meningkat dan diiringi permintaan yang naik, para pedagang tidak ingin kehilangan kesempatan meraih keuntungan di momentum sekali dalam setahun ini.
Alih-alih menggunakan modal yang dimiliki, mereka menjadikan pinjol sebagai solusi untuk pembiayaan produksi. Pinjol seperti memiliki daya tarik bagi para pengusaha kecil. Dengan pinjol, mereka berharap bisa memdongkrak produksi sehingga mampu menghasilkan produk yang lebih banyak sesuai permintaan pasar.
Pinjol menjadi pilihan bagi para pengusaha kecil ini karena dalam prosedur peminjaman dananya lebih mudah dibandingkan dengan perbankan ataupun perusahaan pembiayaan lainnya. Namun, yang sering kali luput dari perhatian adalah adanya bunga dari pinjaman yang jelas-jelas haram hukumnya dalam Islam.
Negara Lepas Tangan, Pinjol Bertebaran
Tawaran pinjaman online di tengah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan modal usaha ataupun kebutuhan lainnya. Prosesnya yang cepat hanya menggunakan KTP dan KK serta persyaratan lain yang mudah dilengkapi oleh si peminjam. Kemudahan ini menjadi daya tarik pinjol.
Masyarakat pun tertarik untuk menggunakannya. Terlebih dana bisa langsung dicairkan tanpa menunggu lama, bahkan hanya dalam hitungan jam. Namun, sayangnya masyarakat kurang peduli dengan dampak yang didapat saat melakukan pinjol, mulai dari tersebarnya data-data pribadi sampai bunga tinggi yang didapatkan dari pinjaman yang dilakukannya.
Selain karena kebutuhan mendesak, tuntutan gaya hidup hedonisme dalam sistem sekularisme kapitalisme saat ini tak ayal menjadi pendorong maraknya orang mengambil pinjol. Ada sebagian masyarakat yang gelap mata dan menganggap pinjol ini sebagai malaikat penolong. Meskipun kondisi ekonomi tidak mendukung, tetapi demi memenuhi gaya hidup, pinjol pun jadi jalan keluarnya.
Sekalipun sudah banyak korban-korban yang terus berjatuhan karena terbelit pinjol, tetapi itu seakan diabaikan. Sudah banyak yang menjadi korban akibat diteror oleh penagih pinjol. Teror tagihan pinjol lewat telepon hingga didatangi langsung ke tempat tinggal ataupun tempat kerja menimbulkan ketakutan tersendiri.
Pinjol juga bisa memicu permasalahan dalam rumah tangga. Bahkan, taraf yang paling fatal adalah kasus bunuh diri akibat stres ditagih pinjol. Namun, semua itu seakan hanya dianggap angin lalu. Negara yang harusnya menjadi pelindung bagi rakyatnya seperti tak bisa berbuat banyak.
Inilah era kapitalisme yang mencengkeram kehidupan masyarakat. Kapitalis memanfaatkan kesempatan sekecil apa pun untuk mendapatkan keuntungan. Tidak terkecuali dengan memanfaatkan kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Negara yang harusnya mengurusi segala kebutuhan rakyatnya justru lepas tangan. Masyarakat dibiarkan sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan dibiarkannya pinjaman-pinjaman online, baik yang legal maupun nonlegal, negara telah menjerumuskan masyarakatnya pada utang ribawi.
Padahal, sudah jelas bahwa riba haram hukumnya. Sudahlah kondisi ekonomi sulit dan terbelit pinjol, masyarakat terjerumus pada hal yang haram akibat negara yang tak peduli.
Islam Solusinya
Dalam Islam, pinjam-meminjam memang diperbolehkan selama tidak dengan menggunakan sistem riba atau bersentuhan dengan bunga. Seperti yang disebutkan dalam nash syarak, Allah telah mengharamkan riba. Karena itu, adanya lembaga pinjaman baik online maupun offline ini harus seharusnya tidak boleh dibiarkan. Tidak boleh ada akad yang mengandung riba di dalamnya. Riba haram dan tidak boleh diambil sama sekali.
Selain itu, masyarakat harus mampu menahan godaan agar tidak mudah tergiur untuk melakukan pinjaman-pinjaman yang sifatnya ribawi. Masyarakat harus mampu membedakan antara kebutuhan hidup dan keinginan. Masyarakat juga diharapkan lebih meningkatkan ketakwaan diri. Dengan selalu mendekat pada Allah dan memohon agar terhindar dari pinjaman ribawi.
Namun, itu semua membutuhkan butuh kehadiran negara sebagai pengatur urusan rakyat. Negara tidak hanya bertugas mencukupi kebutuhan pokok rakyat, tetapi juga menanamkan akidah Islam yang kuat.
Negara juga mengedukasi masyarakat dengan pemikiran Islam. Negara juga wajib mengondisikan masyarakatnya dalam suasana ketakwaan. Dengan begitu, masyarakat akan selalu merujuk pada syariat Islam dalam menyelesaikan setiap permasalahannya.
Negara tidak hanya wajib menjaga jiwa, tetapi juga menjaga akidah dan pemikiran masyarakat. Selain memperhatikan urusan kebutuhan jasmani, negara juga wajib melindungi masyarakatnya dari pemikiran dan gaya hidup yang rusak seperti hedonisme dan konsumtif.
Penerapan Islam secara kaffah akan membawa masyarakat pada kehidupan yang sejahtera dan aman. Hal itu hanya bisa diwujudkan oleh negara yang berlandaskan pada syariat Islam.
Wallahu a’lam.
Oleh: Yuniarti Dwiningsih
Aktivis Muslimah
0 Komentar