Topswara.com -- Islam merupakan suatu sistem yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah pergaulan di tengah masyarakat. Sistem pergaulan dalam Islam berkaitan dengan kehidupan kaum laki-laki dan perempuan serta berbagai hukum yang mengatur interaksi antara keduanya baik dalam kehidupan umum maupun kehidupan khusus.
Interaksi atau pertemuan antara pria dan wanita, dapat menghasilkan berbagai hubungan yang berkaitan dengan kemaslahatan mereka dan kemaslahatan komunitas atau jamaah dimana mereka hidup. Yang dimaksud disini bukanlah hubungan yang merupakan problem yang lahir dari pertemuan antara pria dan wanita di masyarakat dalam rangka melakukan jual beli, kontrak kerja, perwakilan dan sebagainya, melainkan pertemuan karena pernikahan.
Pernikahan atau nikah secara bahasa adalah mengumpulkan, berkumpul. Sedangkan secara istilah, menikah adalah akad yang menyebabkan halalnya hubungan pada suami dan istri.
Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu bentuk ibadah. Dianjurkan pada Muslim yang telah mampu memikul tanggung jawab keluarga agar mampu menjaga pandangan dan menghindari zina sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
"Wahai para pemuda, barang siapa dari kamu telah mampu memikul tanggung jawab keluarga, hendaklah segera menikah. Karena dengan pernikahan, engkau lebih mampu untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa dapat menahan syahwatnya." (HR. Muttafaq Alayhi)
Anjuran untuk menikah ini juga berdasarkan firman Allah SWT di dalam Al-Qur'an surah An-Nur ayat 32,
وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Islam telah mendorong pria Muslim untuk menikahi wanita yang masih perawan atau gadis, subur keturunannya dan baik agamanya. Anas ra. menuturkan bahwa Nabi SAW pernah memerintahkan kaum Muslim untuk menikah dan melarang keras untuk hidup membujang atau attabattul. Beliau bersabda,
"Kawinilah oleh kalian wanita penyayang lagi subur, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan para Nabi yang lain pada hari kiamat kelak."
(HR. Ahmad).
Tujuan pernikahan dalam Islam bukan sekedar untuk menundukkan hawa nafsu saja, namun yang paling utama adalah untuk melestarikan jenis manusia. Pernikahan Islam juga dilandasi dengan akidah Islam dan dimaksudkan untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah yang akan mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang salih dan salihah.
Hanya saja, pernikahan di era kapitalisme ini memahami pernikahan hanya sebatas untuk memuaskan hawa nafsu belaka. Sehingga wajar kebanyakan keluarga Muslim hari ini adalah keluarga yang tidak harmonis. Angka perceraian dan tren single parent pun terus meningkat.
Dampaknya, masa depan bangsa khususnya anak yang menjadi korban utama seperti pola asuh dan proses penyidikan akan terhambat, kenakalan anak dan remaja, narkoba, pergaulan bebas dan penyalahgunaan media sosial menjadi potret buram umat Islam saat ini yang tentu saja akan menjadi ancaman serius bagi nasib umat Islam di masa depan.
Peraturan Islam termasuk mengatur masalah pernikahan ini telah ditetapkan di masa pemerintahan Rasulullah SAW di Madinah hingga pemerintahan Islam terakhir di masa Khilafah Utsmaniyah. Penerapan peraturan yang komprehensif ini, mampu membentuk keluarga yang harmonis dan membentuk generasi emas dan mulia di masa itu, seperti Umar bin Abdul Aziz, Sholahuddin Al-Ayubi, Thariq bin Ziyad, Muhammad Al-Fatih yang mampu memimpin negara dengan amanah.
Begitu pula mampu menelurkan para mujtahid, seperti Imam Syafi'i, Imam hanafi, Imam Hambali, Imam Maliki dan sebagainya.
Di masa itu khilafah sangat memahami bahwa lahirnya generasi bangsa yang baik pasti dari keluarga yang baik pula, maka bagaimana mewujudkan keluarga yang samara tidak luput dari perhatian khilafah termasuk negara menancapkan pemikiran Islam di tengah-tengah umat Muslim, yakni dengan kurikulum pendidikan Islam.
Negara juga melarang dan menghilangkan segala yang memicu syahwat, seperti tulisan-tulisan maupun gambar-gambar. Negara menindak tegas aktivitas yang mendekati zina, mempertontonkan pornoaksi dan pornografi.
Bahkan negara Islam saat itu juga mau fasilitasi dan membantu bagi para pasangan yang telah siap menikah namun tidak memiliki biaya dari dana baitul mal seperti di masa Umar bin Abdul Aziz. Beliau mengatakan,
"Barangsiapa memiliki amanah yang tak bisa ia tunaikan, maka berikan padanya dari uang baitul mal dan barang siapa hendak menikah dengan seorang wanita sedang ia tak mampu membayar maharnya, maka berilah ia uang dari baitul mal."
Sungguh sangat mubazir, jika sistem yang sempurna ini tidak diterapkan dalam kehidupan. Satu-satunya sistem yang mampu mewujudkan generasi mulia dan cemerlang. Lantas, masihkah kita berharap kepada sistem selain Islam? []
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar