Topswara.com -- Persamaan gender sudah digaungkan oleh kaum feminis sejak berabad-abad lalu di dunia Barat. Mereka mengklaim memperjuangkan hak-hak perempuan atas kesempatan mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan peran dalam dunia politik sehingga memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki, serta menuntut persamaan gender untuk menghindari eksploitasi terhadap perempuan.
Perjuangan panjang itu hingga saat ini sepertinya belum membuahkan hasil, bahkan kaum feminis makin masif dalam menyuarakan tuntutan mereka.
Seperti yang akhir-akhir ini terdengar. Menyambut hari perempuan sedunia Dwi Faiz Kepala Program UN Women menyoroti pentingnya Investasi pada kesetaraan gender untuk mempercepat kemajuan sebuah negara.
Ia juga menilai bahwa perempuan memiliki kekuatan luar biasa untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, sehingga investasi untuk menjamin hak-hak perempuan dan anak perempuan adalah cara untuk memastikan perekonomian adil dan sejahtera.
Bahkan ia juga menyarankan agar negara menyiapkan dana sebesar 360 milyar $ USD (Rp 5.65 kuadriliun) per tahun, untuk mencapai persamaan gender dunia. (antaranews.com 1/3/2024).
Persamaan Gender Biang Eksploitasi Perempuan
Penerapan sistem kapitalisme melahirkan paham feminisme dikalangan kaum perempuan di Barat, kemudian mereka menuntut persamaan gender karena merasa hak-hak mereka tidak terpenuhi dan didiskriminasi.
Walaupun persamaan gender dianggap mampu menyelesaikan permasalahan perempuan terkait hak-hak mereka, nyatanya persamaan gender malah membuka peluang eksploitasi besar-besaran terhadap perempuan.
Seperti tema yang diusung untuk memperingati hari perempuan yaitu 'Invest in Women: Accelerate Progres' yang artinya berinvestasi pada perempuan mempercepat kemajuan.
Berinvestasi pada perempuan melalui persamaan gender, alih-alih menguntungkan, prakteknya justru merugikan perempuan.
Karena yang dimaksud dengan berinvestasi terhadap perempuan adalah negara menyediakan cukup dana untuk memberdayakan perempuan, sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat dengan cara memberikan mereka pendidikan ketrampilan dan kesempatan untuk berkarya.
Hal ini jelas salah, karena negara berkewajiban untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa memberdayakan perempuan sebagai sapi perah.
Selain itu negara juga berkewajiban untuk melindungi perempuan dari segala bentuk eksploitasi. Seperti menggunakan tenaga kerja perempuan secara full time sehingga mereka kehilangan fungsinya sebagai ummu warobatul bait. Perempuan dijual, dijadikan objek sexual dalam industri hiburan sehingga melukai harga diri mereka.
Fitrah perempuan pun terancam hilang, karena penerapan sistem kapitalisme menimbulkan banyak permasalahan di berbagai sektor kehidupan, mengakibatkan tekanan hidup yang berat, sehingga memicu terjadinya kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh perempuan, baik sebagai pelaku maupun korban.
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa kesetaraan gender menghilangkan peran negara dalam melindungi perempuan dan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang lebih masif terhadap perempuan.
Penerapan Syariat Islam Mewujudkan Perlindungan Bagi Perempuan
Ide kesetaraan gender bukan pemikiran yang berasal dari Islam. Karena islam miliki konsep tentang laki-laki dan perempuan. Di dalam sistem Islam perempuan memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan, seperti sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR Ibnu Majah.)
Begitupun dalam pahala, penghidupan yang layak, dan perlakuan dalam hukum, tidak dibedakan atas laki-laki. Seperti termaktub didalam firman Allah Swt QS An Nahl: 97 "Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan".
Hal ini menunjukan bahwa di dalam sistem Islam, negara menjamin pemenuhan hak-hak perempuan melalui penerapan syariat Islam. Tidak hanya itu, Islam juga telah mengatur peran laki-laki maupun perempuan sesuai fitrahnya, seperti dalam firman Allah SWT QS An Nisa: 34.
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka."
Ataupun hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya: “Rasulullah SAW. telah menetapkan atas putrinya, Fathimah ra. untuk mengerjakan tugas-tugas (di dalam rumah) dan telah menetapkan atas ‘Ali ra. untuk mengerjakan tugas-tugas di luar rumah.” (HR Ibnu Abiy Syaibah dalam Mushannif Ibnu Abiy Syaibah).
Jelas sekali bahwa Islam melindungi perempuan sesuai dengan fitrahnya dan melindungi perannya sebagai pendidik generasi. Selain itu ia juga dimuliakan dengan tugas-tugas yang tidak menyakiti harga dirinya.
Tetapi hal tersebut tidak lantas melarang seorang perempuan untuk bekerja karena didalam Islam hukum bekerja bagi perempuan adalah mubah, ataupun untuk keluar rumah dengan alasan syar'i misalnya untuk berdakwah atau menuntut ilmu. Tentu saja dengan syarat tidak mengganggu perannya sebagai ibu.
Banyak perempuan hebat yang terlahir sebagai bukti bahwa penerapan syariat islam secara kaffah, membimbing perempuan mencapai cita-citanya.
Seperti kita ketahui bahwa Khadijah binti Khuwailid ra adalah salah satu istri Rasulullah SAW yang sukses dalam bisnis juga sukses menjadi istri dan ibu bagi putra putri Rasulullah SAW.
Kemudian selain istri-istri Rasulullah SAW yang lain yang tentunya memiliki keistimewaan tersendiri, kita juga mengenal putri-putri Rasulullah SAW yang merupakan teladan bagi muslimah sepanjang zaman.
Dari kaum anshar kita mengenal Rufaidah Al Aslamia, seorang perawat dan dokter bedah muslim pertama yang sering mengikuti peperangan Rasulullah SAW.
Pada abad ke 10 masehi kita mengenal seorang cendikiawan muslimah bernama Sutayta Al Mahamali, seorang ahli aritmatika dan sastra arab, ada juga Maryam Al Ijliya seorang ilmuwan dibidang astronomi, penemu astrolabel.
Kita juga tidak menafikan peran para ibu yang membesarkan para ulama seperti ibunda Imam Syafi'i, ibunda Sultan Muhammad Al Fatih dan lainnya, yang tentu berperan besar dalam mendidik mereka.
Hal ini membuktikan bahwa penerapan syariat Islam secara kaffah oleh negara mampu membimbing perempuan menjadi tangguh dan mulia, serta melindungi perempuan dari eksloitasi.
Sehingga perempuan tidak perlu berjuang untuk sekedar diakui dan dipenuhi hak-haknya oleh negara, apalagi menuntut persamaan gender.
Waallohu a'lam bishawab.
Ugi Suliana Pardika (Ummu Saibah)
Pegiat Literasi
0 Komentar