Topswara.com -- Pemerintah kini sedang merancang aturan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) pria agar bisa ikut menikmati "cuti ayah" untuk mendampingi istrinya melahirkan atau keguguran dan mengasuh bayi. Hal itu termuat dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai manajemen ASN. Saat ini RPP tersebut sedang digodok oleh komisi ll DPR (idn.times, 14/3/2024).
Ayah sangat penting perannya baik dalam kehidupan keluarga maupun perkembangan anak-anaknya. Saking pentingnya hingga ia diberi peran sebagai pemimpin dalam keluarga. Kehidupan dan kesuksesan dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh ayah.
Namun kenyataannya dalam kehidupan keluarga di Indonesia peran ayah belum optimal. Di samping kualitas SDM rendah, kesadaran peran yang kurang, juga kondisi sistem saat ini yang tidak mendukung.
Mereka tidak memahami bahwa ayah tidak hanya berperan menjadi tulang punggung, namun memiliki tugas yang tidak kalah penting dan wajib yaitu membimbing, mendidik, mengayomi, melindungi seluruh anggota keluarga terutama anak-anaknya. Selain ibu, ayah juga menjadi kunci kesuksesan dalam mencetak generasi cemerlang.
Hanya saja kondisi ekonomi dan tuntutan kehidupan memaksa ayah semakin sibuk dengan aktivitas dan pekerjaannya. Hingga seorang ayah tidak bisa menanamkan kasih sayang, kepercayaan dan edukasi pada anak-anaknya. Hal tersebut membuat banyak anak yang tumbuh tanpa mendapatkan figur ayah yang baik seperti harapan keluarga.
Sibuknya ayah dalam aktivitas dan pekerjaan sementara hasilnya belum mencukupi untuk kebutuhan keluarga, memaksa seorang ibu atau istri ikut terjun dalam membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Sehingga peran seorang ibu pun hilang.
Pada akhirnya anak menjadi korban karena tidak mendapat kasih sayang yang cukup dari ayah dan ibunya termasuk pengasuhan, pendidikan serta pengawasan yang dibutuhkan anak-anak.
Ini semua buah dari ide liberal yang diturunkan dari sistem kapitalis sekuler di negeri ini. Dari sistem ini akan mewujudkan kehidupan hedonisme, yang bersandar hanya kepada materi dan uang tanpa memandang aturan hidup yang benar menurut syariat yaitu tanpa adanya standar halal haram yang sudah menjadi aturan Allah SWT.
Maka undang-undang ini sebenarnya bila dijalankan pun hanya akan menjadikan solusi pragmatis saja. Tidak akan membuat perubahan yang nyata dan lebih baik. Karena solusi penyelesaiannya tidak pada akar permasalahannya.
Lebih-lebih dalam sistem kapitalisme sekularisme ini makin membuat kualitas ayah makin rendah perannya. Banyak anak-anak yang tidak menyukai ayahnya. Karena karakter ayah yang tidak didapatkan dari ayahnya sendiri.
Makin ke sini orang tua terutama ayah sudah merasa sebagai tulang punggung, sebagai pencari nafkah. Di samping waktunya sudah tergerus habis hanya untuk bekerja juga tidak dapat memberikan waktu dan tenaganya untuk dekat dengan keluarga terutama anak-anaknya.
Jadilah anak-anak terbengkalai, jauh dari perhatian orang tuanya terutama sosok ayah yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak. Alhasil kondisi keluarga seperti ini akan riskan menjadikan anak mencari jati diri di luar rumah.
Anak akan mencari pergaulan yang menurutnya lebih nyaman daripada keluarganya. Bahayanya anak akan terjerumus dalam pergaulan bebas dan lingkungan tidak jelas.
Inilah awal kerusakan dalam keluarga yang tidak menerapkan aturan Islam akibat sistem kapitalisme sekularisme. Seharusnya keluarga adalah tempat pendidikan Islam yang utama.
Keluarga yang menjalankan kehidupan dengan menerapkan aturan Islam akan mendapat petunjuk bahwasanya bagaimana hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga bisa terpenuhi dengan baik. Tentunya jika sudah paham hal demikian akan mewujudkan kehidupan yang lebih dan mendapatkan keberkahan.
Kemudian selain dari keluarga juga didukung oleh peran serta masyarakat yang menerapkan amar makruf nahi mungkar yaitu saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah terjadinya kemungkaran atau kemaksiatan. Ada kontrol positif dalam masyarakat hingga mempersempit celah dalam pelanggaran kehidupan yang tentunya merugikan masyarakat.
Peran negara pun juga sangat dibutuhkan di sini untuk bisa menerapkan sistem aturan yang sebenarnya tidak lain untuk kemaslahatan umat yaitu penerapan sistem Islam kaffah dalam kehidupan agar tercipta kesejahteraan masyarakat secara adil, menyeluruh, dan merata. Pemerintah atau negara akan memberikan jaminan kepada masyarakat di antaranya jaminan papan, sandang, pangan, kesehatan serta pendidikan.
Jadi masyarakat tidak dibiarkan berusaha sendiri untuk mendapatkan hak tersebut. Pemerintah atau negara yang harus bertanggung jawab untuk memberikannya bahkan secara gratis.
Sistem Islam yang diterapkan dalam naungan khilafah apabila terwujud akan menyejahterakan masyarakat atau bangsanya. Karena negara akan memberikan hak masing-masing setiap warganya. Seperti hak ayah kepada keluarganya akan berjalan kewajibannya pula dengan baik tanpa terbengkalai.
Sehingga peran ayah akan berjalan maksimal terhadap keluarganya. Tidak ada kekurangan dalam masing-masing menjalankan perannya bagi ayah, ibu, maupun anak-anaknya.
Untuk itu hal yang terpenting bukan soal cuti ayah saja. Akan tetapi bagaimana mengembalikan peran ayah kepada keluarganya sesuai fitrahnya. Terjaminnya akan kecukupan hidupnya. Maka penting bagi negara untuk bisa menerapkan aturan Islam secara kaffah dlkalam bingkai daulah khilafah agar harapan ini bisa terealisasikan.
Tentunya juga dibutuhkan peran kita semua untuk mewujudkannya yaitu dengan taat pada syariat dan menjalankan aturan Islam secara kaffah. Agar peran dalam anggota keluarga dapat terlaksana dengan baik, anak-anak bisa terdidik dengan tauhid dan interaksi Islam.
Terutama bagi ayah bisa melaksanakan perannya sesuai syariat. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an di antaranya QS. Luqman ayat 16-18 dan QS. Al-Baqarah ayat 223 tentang peran ayah dalam mendidik anak-anaknya. Juga dalam QS. At-tahrim ayat 6 yang menjelaskan tentang kewajiban ayah menjaga semua keluarga agar terhindar dari api neraka. []
Oleh: Dwi Sukandari
Guru TPQ di Bantul
0 Komentar