Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Modal Paling Penting bagi Pengembangan Dakwah (Bagian Kedua) Niat yang Ikhlas

Topswara.com -- Setiap amal harus memenuhi dua syarat, ikhlas niatnya dan benar cara pelaksanaannya. Demikian juga maka niat menjadi perkara paling penting bagi setiap pengemban dakwah.

Keikhlasan menjadi pondasi bagi setiap pengemban dakwah. Ikhlas akan memberikan semua kebaikan dakwah kepada para pengembannya. keteguhan sikap, kesungguhan berupaya, kemampuan berkorban, peningkatan kemampuan, serta keistiqamahan berjuang semua lahir dari keikhlasan. 

Sebaliknya ketidakikhlasan melahirkan semua keburukan bagi pengemban dakwah. Kelemahan berupaya, kelemahan berkorban, kemalasan beraktifitas serta ketidakistiqomahan adalah diantara keburukan dari ketidakikhlasan. Tidak ikhlas sama dengan hasil su'ul khatimah.
Oleh karena itulah keikhlasan merupakan modal awal paling penting setiap pengemban dakwah.

Allah akan senantiasa menolong kita karena keikhlasan sebagian orang dari umat ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ

“Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal.”(HR. An Nasa-i no. 3178).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (maksudnya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya.”[3] An Nawawi mengatakan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa.”(Syarh Muslim, An Nawawi, 9/370, Mawqi’ Al Islam).

Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa yang menutut ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti.”(HR. Abu Daud no. 3644 dan Ibnu Majah no. 252, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Para ulama menjelaskan ikhlas dengan beberapa pengertian, namun sebenarnya hakikatnya sama. Berikut perkataan ulama-ulama tersebut.(At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun 1426 H), antara lain:

Abul Qosim Al Qusyairi mengatakan, “Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan. Jadi, amalan ketaatan tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sehingga yang dilakukan bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik dan pujian dari makhluk atau yang dilakukan bukanlah di luar mendekatkan diri pada Allah.”

Abul Qosim juga mengatakan, “Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.”

Jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan seharusnya yang dicari adalah ridha Allah, bukan komentar dan pujian manusia.

Hudzaifah Al Mar’asiy mengatakan, “Ikhlas adalah kesamaan perbuatan seorang hamba antara zhohir (lahiriyah) dan batin.” Berkebalikan dengan riya’. Riya’ adalah amalan zhohir (yang tampak) lebih baik dari amalan batin yang tidak ditampakkan. Sedangkan ikhlas, minimalnya adalah sama antara lahiriyah dan batin.

Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas:
Pertama, tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.
Kedua, melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.
Ketiga, mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).

Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’. Beramal karena manusia termasuk kesyirikan. Sedangkan ikhlas adalah engkau terselamatkan dari dua hal tadi.”

Nah, ikhlas akan membuat kita hanya bersandar kepada Allah dalam setiap aktifitas dakwah. Hingga Allah akan memberikan energi tidak terbatas kepada setiap kita dalam berdakwah ikhlas membuat pengemban dakwah akan mampu melintasi setiap ujian dan tantangan karena pertolongan Allah kepadanya. Baik tawaran berupa kenikmatan dunia maupun berbagai kesulitan yang menghadang. 

Selamat berjuang sobat semoga kita mampu ikhlas. Hasbunallahu wani'mal wakil.[]


Oleh: Ustaz Abu Zaid
Ulama Aswaja
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar