Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menyoal Kenaikan Harga Beras

Topswara.com -- Selama lima tahun terakhir, kenaikan harga beras di Indonesia menjadi fokus perhatian. Data dari PIHPS Nasional menunjukkan kenaikan signifikan dalam berbagai kualitas beras dari tahun 2019 hingga 2023, berpotensi memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat. 

Menjelang akhir Februari 2024, kenaikan harga beras mencapai rekor tertinggi dalam sejarah perberasan di Indonesia, mencapai Rp18.000 per kg, melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Perjalanan harga beras di Indonesia menunjukkan fluktuasi yang signifikan sepanjang sejarah, dari harga 3–4 gulden per kg pada masa Hindia Belanda hingga Rp 610 per kg pada akhir Orde Lama. 

Meskipun relatif terkendali pada masa Orde Baru melalui pengaturan ketat oleh pemerintah melalui Bulog, harga beras melonjak saat Indonesia mencapai swasembada pangan pada dekade 1980-an, mencapai Rp340 per kilo. Pada awal reformasi, harga beras naik hingga di atas Rp3000 per kg, bahkan mencapai di atas Rp10.000 pada awal masa pemerintahan Jokowi pada tahun 2014. 

Pada tahun 2024, harga beras mencatatkan rekor tertinggi dengan Rp18.000 per kg, melonjak 17 persen dibandingkan harga rata-rata tahun sebelumnya.

Pemerintah berusaha mengatasi lonjakan harga dengan impor beras dari berbagai negara, seperti Vietnam, Thailand, Pakistan, Myanmar, dan India. Upaya ini menjadi langkah cepat untuk memenuhi kebutuhan nasional. Indonesia telah menjadi salah satu importir beras terbesar di dunia. 

Selain itu, pemerintah mengubah Bulog menjadi Perusahaan Umum (Perum) untuk mengelola harga pembelian beras, stok pangan, dan program raskin. Inpres No. 3/3012 dikeluarkan untuk menstabilkan ekonomi dan harga beras dengan kebijakan pengadaan beras dan impor jika stok dalam negeri tidak mencukupi. 

Meskipun Indonesia produsen padi terbesar di dunia, konsumsi beras nasional tidak seimbang dengan produksi, menyebabkan negara ini menjadi importir beras utama sejak 1998. Hal ini menyoroti tantangan dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional.

Kenaikan harga kebutuhan pokok diperkirakan akan berlanjut, memengaruhi daya beli masyarakat. Data Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat kenaikan signifikan pada berbagai bahan pangan, seperti beras dan gula, melebihi 10 persen dari harga eceran yang ditetapkan pemerintah. 

Kenaikan harga mencapai titik kritis, di mana harga beras medium di beberapa zona naik hingga 26,28 persen di atas harga eceran tertinggi. Sistem pemantauan Kementerian Perdagangan mencatat beberapa harga bahkan sudah meningkat lebih dari 90 persen, menunjukkan dampak yang signifikan pada stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Penyebab kenaikan harga beras yang signifikan meliputi penurunan pasokan akibat musim kemarau, dampak El Nino yang mengakibatkan kekeringan ekstrem, serta kebijakan penutupan ekspor beras oleh India. 

Persaingan di pasar juga berperan, di mana pengusaha cenderung fokus pada keuntungan maksimal tanpa memperhatikan kondisi stok. Konversi lahan pertanian dan biaya produksi yang meningkat juga memengaruhi harga beras secara keseluruhan. 

Semua faktor ini menunjukkan kompleksitas dalam ekosistem produksi beras dan menekankan perlunya tindakan konkret untuk mengatasi kenaikan harga beras yang terus menerus.

Kenaikan harga beras memberikan dampak negatif pada masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Mereka kesulitan memperoleh beras cukup untuk kebutuhan sehari-hari, sering kali harus mencampur dengan bahan makanan lain. 

Meskipun petani besar mendapat keuntungan, petani kecil beralih ke tanaman lain atau membiarkan sawah kosong. Masyarakat perkotaan terdampak lebih berat karena beras merupakan pangan pokok. Kenaikan harga beras dan kebutuhan pokok lainnya meningkatkan beban, mengancam krisis pangan jika terus berlanjut.

Mahalnya harga pangan merupakan cerminan kegagalan negara dalam menyediakan pangan yang terjangkau bagi rakyatnya. Negara seharusnya mampu mengantisipasi kenaikan harga tersebut, namun hal ini tampaknya sulit terwujud karena peran negara saat ini hanya sebatas sebagai regulator atau pengatur kebijakan, bukan sebagai pengelola yang peduli terhadap kesejahteraan rakyat. 

Fenomena ini mencerminkan karakteristik negara kapitalis, di mana kendali negara berada di tangan korporasi dan oligarki. Prinsip utama kapitalisme adalah membatasi peran negara dan memberikan kebebasan maksimum kepada pemilik modal untuk menguasai segala sektor, termasuk sektor pangan dan pertanian.

Kenaikan harga pangan yang terus menerus mencerminkan ketidakpedulian penguasa terhadap kesejahteraan rakyat dalam konteks sistem kapitalisme. Kontras dengan prinsip penguasa dalam sistem Islam yang menekankan tanggung jawab penguasa untuk memelihara kesejahteraan rakyat. 

Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan dalam sabdanya bahwa "Imam adalah pengurus bagi rakyatnya dan ia bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka" (HR Ahmad dan Bukhari).


Oleh: Erwin Ansory, ST., MM.Inov.
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar