Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menyoal Cukai Minuman Berpemanis

Topswara.com -- Minuman manis memang enak di lidah. Masyarakat Indonesia sangat menyukainya. Tak heran bila beraneka minuman manis dijual di pasaran. Namun, minuman manis bisa mendatangkan efek buruk bagi kesehatan. 

Karena itu, dalam rangka mengurangi risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, pemerintah berencana memungut cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Cukai yang akan diberlakukan oleh Kementerian Keuangan ini didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 76 tahun 2023. 

Untuk itu, pembahasan mengenai cukai MBDK masih terus digodok. Kemenkeu sedang menelaah koordinasi dengan Kementerian Kesehatan agar cukai MBDK dapat diimplementasikan tahun ini juga. Ditargetkan penerimaan dari cukai tersebut mencapai Rp4,39 triliun di tahun 2024. (tirto.id, 23/2/2024)

Benarkah alasan kesehatan yang mendasari rencana penarikan cukai MBDK? Efektifkah kebijakan ini menekan angka diabetes di Indonesia? Bagaimana paradigma dan kebijakan Islam mengenai kesehatan masyarakat? 

Potensi Keuntungan versus Kesehatan Masyarakat

Maraknya MBDK yang beredar di pasaran mendatangkan dua sisi yang bertentangan. Pertama, meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes. Kedua, mendatangkan pemasukan bagi produsen dan negara. 

Munculnya ide untuk menarik cukai MBDK mencuat sejak tahun 2016 lalu. Potensi keuntungan dari penerapan cukai MBDK cukup besar. Pada Februari 2020, Menkeu Sri Mulyani, pernah menyampaikan kepada Komisi XI DPR RI bahwa potensi penerimaan dari cukai MBDK bisa mencapai Rp6,25 triliun. 

Meskipun akan mengurangi pendapatan, khususnya pada perusahaan yang tulang punggung pendapatannya pada minuman berpemanis, tetapi diperkirakan hanya sementara. Minat masyarakat terhadap minuman ini sangat tinggi. Menurut statistika, tren minuman ringan di Indonesia masih akan terus meningkat hingga tahun 2028. (cnbcindonesia.com, 23/2/2024)

Tampaknya, mendapatkan pemasukan dari cukai minuman berpemanis lebih menjadi fokus pemerintah. Melihat besarnya potensi keuntungan dari cukai MBDK, tentu negara berparadigma kapitalis sekuler tak akan melewatkannya begitu saja. 

Negara kapitalis memang menjadikan sektor pajak dan cukai sebagai sumber pendapatan negara. Tidak heran jika berbagai celah akan dimanfaatkan untuk menarik pajak dan cukai dari masyarakat. Potensi pemasukan negara yang cukup menjanjikan dari cukai MBDK tentu akan berusaha untuk direalisasikan.

Dalih demi menekan angka diabetes patut diragukan. Mencari keuntungan lebih dominan menjadi tujuan diadakannya aturan cukai MBDK ketimbang menjaga kesehatan masyarakat.

Cukai MBDK Tidak Efektif

Upaya menekan angka diabetes tidak efektif dengan penarikan cukai MBDK selama produk minumannya masih jalan. Masyarakat akan tetap mengonsumsinya. Apalagi, minat masyarakat terhadap minuman kemasan diperkirakan masih akan terus meningkat hingga beberapa tahun ke depan.

Ditambah lagi, rendahnya literasi dan kesadaran masyarakat terhadap makanan dan minuman yang layak dikonsumsi dan baik untuk kesehatan. Hal ini berkaitan dengan taraf ekonomi dan pendidikan. Rendahnya taraf ekonomi membuat masyarakat memilih yang murah. Yang penting bisa makan, masalah baik atau buruk untuk kesehatan kurang diperhatikan. 

Kurangnya pendidikan juga berpengaruh pada kesadaran masyarakat pada kesehatan. Banyak yang tidak sadar bahwa makanan dan minuman yang dikonsumsi ternyata tidak layak. Mereka juga tidak terlalu berinisiatif mencari tahu mana yang baik untuk kesehatan, mana yang buruk. Masyarakat cenderung abai terhadap kesehatan. 

Jadi, untuk menyelesaikan masalah tingginya kasus diabetes membutuhkan penanganan yang menyeluruh. Masalah ini bersinggungan dengan aspek-aspek kehidupan yang lainnya seperti ekonomi, pendidikan, dan hukum. Menarik cukai MBDK bukanlah solusi yang tepat. Malahan, ini akan menambah beban masyarakat. Bagaimana pun yang menjadi objek pajak dan cukai adalah masyarakat juga.

Butuh Negara dengan Paradigma Islam 

Islam memiliki aturan hidup terbaik. Islam tidak hanya mengatur mengenai ibadah, tetapi juga mengatur tentang makanan dan minuman. Islam memerintahkan manusia untuk memakan yang halal dan thayyib sebagaimana yang disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 168: “Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan.”

Ini menjadi tugas negara untuk memastikan produk yang dikonsumsi masyarakat aman, baik dari sisi kehalalan maupun kesehatannya. Pemerintah akan melarang semua produk yang berbahaya atau berisiko untuk kesehatan masyarakat. Misalnya minuman dengan kadar gula yang tinggi tidak boleh untuk diproduksi dan diedarkan.

Pemerintah menerapkan standar mutu produk yang boleh dijual di pasaran. Industri hanya boleh memproduksi makanan dan minuman yang memenuhi standar yang ditetapkan. Produk tidak hanya harus memenuhi standar kesehatan, tetapi juga wajib halal. Sanksi tegas akan diberikan kepada siapa saja yang melanggarnya.

Segala upaya dilakukan negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Negara memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap individu. Negara tidak hanya memperhatikan urusan perut rakyat, tetapi juga pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian, rakyat tidak hanya sejahtera, tetapi juga memiliki kesadaran akan hidup sehat sesuai syariat.

Hal ini hanya terwujud ketika negara menerapkan Islam secara kaffah. Negara ini menjadi pelayan bagi rakyatnya sebagaimana yang diamanahkan syariat Islam. Negara mengurusi segala urusan rakyatnya dengan landasan ketakwaan pada Sang Pencipta. Karena itu, berjuang untuk mewujudkan negara seperti ini adalah upaya terbaik untuk meraih kehidupan yang sehat dan sejahtera lahir dan batin.

Wallahu a’lam bishshawwab.


Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar