Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menyoal Bahaya Utang Luar Negeri

Topswara.com -- Utang Indonesia sangat besar. Angkanya mencapai ribuan triliun. Namun, hal itu ternyata dianggap masih baik-baik saja. 

Hal ini disampaikan oleh Kementerian keuangan atau Kemenkeu yang menyebutkan utang pemerintah sebesar Rp 8.253 triliun per 31 Januari 2024 masih dalam posisi aman. Ini karena utang Indonesia masih berada dibawah ambang batas 60 persen  dari produk domestik bruto atau PDB. (tempo.co, 1/3/2024) 

Pernyataan Kemenkeu tersebut sangatlah berbahaya. Seolah mengatakan bahwa negara dalan kondisi baik baik saja meskipun dengan utang sebesar itu. 

Padahal, dengan utang yang mencapai Rp 8.253 triliun menjadikan tiap individu warga negara menanggung hutang sebesar Rp 30,5 juta. Sungguh angka yang demikian besar, sementara mereka tidak ikut menikmatinya. 

Utang negara tahun demi tahun melonjak dengan luar biasa. Hal ini terjadi karena memang negara menjadikan utang sebagai salah satu dana pembangunan. 

Pembangunan dengan menggunakan utang adalah sebuah keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalisme, dan sistem itulah yang diadopsi negara kita saat ini. Sehingga wajar jika hutang akan terus berulang dan bertambah. 

Parahnya negara berutang untuk membayar utang. Bisa kita bayangkan utang itu tidak akan pernah bisa lunas karena terus berbunga. Bahkan untuk membayar bunganya pun akan kesulitan. Utang ini seperti lingkaran setan yang tidak berujung pangkal. 

Utang Alat Penjajahan

Dalam pemberian utang untuk pembangunan suatu negara, pihak atau lembaga pemberi utang pasti ingin memperoleh keuntungan. Hari ini tidak ada yang gratisan. Pemberi utang pasti menginginkan imbal balik yang menguntungkan baginya dari utang yang diberikan. 

Selain bunga utang (riba), pemberi utang juga mendapat kesempatan untuk bisa menanamkan dominasi atau mengendalikan negara pengutang. 

Sebagaimana kasus privatisasi BUMN setelah digelontorkan utang dari IMF pada tahun 1998. Itu adalah ‘harga’ yang harus dibayar Indonesia karena menerima utangan dari lembaga dunia. Indonesia harus tunduk pada persyaratan yang diberikan IMF. Tidak bisa tidak. Indonesia harus menjalankan resep yang diberikan oleh IMF saat itu. 

Akibatnya, SDA yang seharusnya dikelola BUMN beralih ke pihak swasta. SDA negeri ini yang melimpah dikelola oleh para kapitalis, baik dalam negeri maupun asing. Tentu saja hasilnya mengalir ke kantong-kantong para pemilik modal itu. Mereka makin kaya, sedangkan rakyat makin miskin. 

Ini adalah penjajahan. Kekayaan alam milik kita dikuasai asing. Mereka dengan bebas mengeruk kekayaan alam negeri ini sebagai imbas telah menerima ‘bantuan’ dari luar. 

Memang, secara fisik kita tidak lagi terjajah. Namun, kita tak berdaya saat kekayaan alam milik kita dibawa lari di depan mata. Tangan dan kaki kita terbelenggu dengan kesepakatan yang telah dibuat dengan pihak luar. Mulut kita terkunci tidak bisa bersuara karena lemah di bawah tekanan asing. 

Dari sini jelas sekali bahwa utang akan mengantarkan negara kita masuk ke dalam perangkap penjajahan asing yang berkedok bantuan atau pinjaman lunak. 

Belum lagi utang yang diberikan harus dikembalikan dengan tambahan bunga. Makin sulitlah keadaan. Beban negara makin berat. Padahal bunga dari pinjaman adalah riba yang diharamkan Allah. 

Berdaulat dan Sejahtera dengan Islam

Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Islam memiliki sistem ekonomi yang unik dan berbeda dengan sistem kapitalisme maupun sosialisme. 

Islam memiliki sumber pendanaan yang banyak yang tersimpan di Baitulmal yang berupa: ghanimah, fai', khumus, kharaj, jizyah, kepemilikan umum, usyur, harta milik negara. Yang semuanya bisa digunakan untuk mendanai pembangunan dan memenuhi kebutuhan rakyat daulah. 

Di dalam Islam, sumber daya alam harus dikelola oleh negara karena merupakan harta milik umum. Hasil pengelolaan SDA kemudian dikembalikan pada rakyat dalam berbagai bentuk dan kemudahan. Salah satunya untuk membiayai pembangunan berbagai infrastruktur dan fasilitas publik yang dibutuhkan rakyat.

Islam melarang privatisasi sumber daya alam sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Karena dengan diprivatisasinya SDA, rakyat tidak bisa menikmatinya sebagai harta milik bersama. Manfaat SDA hanya akan dinikmati oleh segelintir pengusaha atau pemilik kapital.

Jelas bahwa utang akan mengantarkan pada dominasi dan penjajahan asing terhadap negeri. Kita tidak boleh membiarkannya seperti itu. Kita tidak boleh diam saja ketika asing merampok negeri dan berkuasa dengan semena-mena. 

Haram hukumnya membiarkan negeri terjajah sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 141: "Allah sekali sekali tidak akan memberikan jalan bagi orang kafir untuk mengalahkan orang orang beriman."

Dengan sumber pemasukan negara yang banyak dan adanya syariat yang memberikan panduan, maka negara tidak perlu berutang kepada luar negeri. Sumber pemasukan negara sudah mencukupi untuk segala kebutuhan rakyat, termasuk untuk pembiayaan pembangunan. 

Dengan demikian, negara akan menjadi mandiri dan berdaulat. Tidak ada celah bagi negara asing untuk menguasai negeri. Pihak luar tidak akan mampu menanamkan dominasi atau melakukan penjajahan karena tidak adanya ketergantungan daulah dengan pihak asing.
 
Inilah sistem yang layak untuk dijadikan aturan. Dengan penerapan sistem Islam secara kaffah, kaum muslimin akan berada dalam kesejahteraan dan kemuliaan. 

Waallahu A'lamu.


Oleh: Endang Mulyaningsih 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar