Topswara.com -- Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. QS. Al-Isra ayat 31. Ini sangat penting kita ingat kembali sebagai muhasabah untuk menjaga kewarasan diri sebagai orang tua di tengah sistem yang rentan membuat kita gila.
Ya! Sistem kapitalisme sekuler yang menguasai dunia selama 100 tahun ini, telah membuka berbagai kerusakan. Mulai dari genosida dan ketidakadilan di negeri kaum muslimin, munculnya berbagai jenis gender di dunia Barat, hingga membuat jurang si kaya dan si miskin menganga semakin lebar. Semuanya adalah kondisi yang rentan menggeser kewarasan akal dan fitrah manusia, termasuk ibu.
Apa yang terjadi pada seorang ibu asal Tambora, Jakarta Barat menjadi salah satu bukti rusaknya akal dan fitrah manusia. Seorang ibu berinisial T (30 tahun) tega menjual bayinya karena merasa tak sanggup membiayai persalinan anak tersebut. (beritasatu.com, 25/2/2024).
Peristiwa ini terungkap setelah ibu T melaporkan pelaku utama berinisial EM karena sisa pembayaran pembelian bayinya tak kunjung dibayarkan. Gila bukan? Seorang ibu melaporkan pelaku utama bukan karena menyesal telah menjual bayinya, tetapi karena uang yang diterima kurang. Gilanya lagi, setelah polisi melakukan penggebrekan di tempat penampungan bayi di Bandung, ditemukan ada 4 bayi lainnya yang menjadi korban serupa.
Memang, sejak keruntuhan khilafah pada 3 Maret 1924, umat Islam di seluruh dunia dipaksa memakai ideologi kapitalisme atau sosialisme sebagai sistem hidup mereka. Setelah sosialisme hancur bersama dengan hancurnya Uni Soviet, Amerika menjadi raja dunia dan memaksakan kapitalisme sebagai kepemimpinan berfikir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Melalui jerat utang luar negeri, investasi asing, dan dominasi dollar Amerika, seluruh negeri tunduk pada kapitalisme.
Dari sinilah awal mula ketidakadilan ekonomi. Sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan semua orang yang memiliki kapital (uang/modal) untuk menguasai sumber daya milik umum.
Akibatnya, perbedaan kekayaan diantara manusia menjadi sangat nyata. Telah menjadi rahasia umum bahwa distribusi kekayaan global tidaklah merata. Sepuluh persen orang terkaya di dunia menguasai 90 persen aset dunia. Dalam skala lokal Indonesia, cnbc indonesia (2/8/2023) mencatat sepuluh persen orang terkaya Indonesia menguasai sekitar 77 persen kekayaan di negeri ini.
Yang makin membuat miris, kekayaan para kapitalis yang didapat dari menguasai tambang, perkebunan, hutan, dan berbagai kepemilikan umum ini, sah dan legal menurut undang-undang. Ketidakadilan ekonomi ini adalah akibat logis penerapan politik ekonomi kapitalisme. Karenanya, jangan berharap kasus semacam ini adalah yang terakhir.
Sistem ekonomi kapitalisme yang menghimpit kalangan menengah ke bawah, akan menciptakan ibu-ibu yang serupa. Ibu yang kehilangan akal dan fitrah keibuannya. Jika demikian, masihkah sistem kapitalisme rusak yang merusak ini kita pertahankan? Padahal Islam melalui tegaknya khilafah, telah memiliki seperangkat sistem untuk menjaga fitrah keibuan.
Islam Mengembalikan Fitrah Keibuan
Dalam kitab Nizham Al-Ijtima'iy Fil Islam (Sistem Pergaulan dalam Islam) karya Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani, disebutkan bahwa tugas pokok seorang perempuan setelah menikah adalah sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Sedangkan ayah berkewajiban memenuhi nafkah rumah tangga.
Konsep pergaulan ini didukung oleh politik ekonomi di dalam Islam yang membagi tiga kepemilikan harta, yaitu kepemilikan pribadi, umum, dan negara. Secara jelas Rasulullah menyampaikan bahwa, kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, rumput, dan api. Dan harganya adalah haram (hadis Sunan Ibnu Majah nomor 2463).
Dengan konsep pemilikan seperti ini, mustahil seorang individu dapat memiliki hak pengolahan tambang, hutan atau sumber daya alam lain secara legal karena semua itu termasuk kepemilikan umum yang haram diserahkan kepada individu.
Harta milik umum ini selanjutnya akan dikelola negara untuk memenuhi hak-hak publik semisal keamanan, pengadaan fasilitas umum seperti infrastruktur, listrik, air, dan penyelenggaraan pendidikan.
Karena kebutuhan-kebutuhan ini ditanggung negara, maka rakyat tak perlu dipusingkan lagi dengan biaya hidup yang sebenarnya bukan tanggungan mereka.
Dalam pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan, rakyat diperbolehkan bekerja dengan berbagai profesi yang diperbolehkan syariat. Jika upah yang mereka dapat belum layak, maka ada mekanisme zakat yang dapat menutup kekurangan tersebut.
Dengan penataan sistem kehidupan ala Islam ini, para ibu dapat melahirkan bayinya tanpa dihantui biaya persalinan yang mahal. Ibu juga bisa fokus mendidik putra-putrinya tanpa khawatir kekurangan harta. Dengannya, kewarasan ibu dapat terjaga, dan fitrah keibuannya akan terpelihara.
Allahu a'lam.
Oleh: Ranita
Aktivis Muslimah
0 Komentar