Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Impor Makin Deras, di Mana Kemandirian Ekonomi?

Topswara.com -- Lebaran merupakan momen penting untuk kaum muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Untuk menyambut hari bahagia ini, masyarakat biasanya melakukan pembelian barang-barang yang lebih banyak. Tidak heran bila permintaan di pasar meningkat saat menjelang lebaran

Untuk menjaga ketersediaan stok di pasar, pemerintah mengupayakan impor barang yang diperlukan agar permintaan pasar bisa dipenuhi. Impor pun meningkat. Hal ini disampaikan oleh Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, bahwa nilai impor barang konsumsi per Februari 2024 sebesar US$ 1,86 miliar atau naik 5,11 persen dibanding Januari 2023. 

Jika dibandingkan dengan nilai pada Februari 2024 yang senilai US$ 1,36 miliar, maka naik 36,49 persen. Di antara barang konsumsi yang paling menonjol peningkatannya adalah impor daging sapi dan beras. Terjadi impor sapi hidup dari Australia sebanyak 2.350 ekor untuk memenuhi kebutuhan daging sapi lebaran 2024. Sementara, total rencana impor sapi hidup sepanjang tahun 2024 sebanyak 20.000 ekor. (cnbcindonesia.com, 21/3/2024). 

Sementara untuk ketersediaan stok beras, Perum Bulog memastikan sebanyak 450 ribu ton beras impor akan kembali masuk Indonesia di sisa Maret 2024 ini. (cnbcindonesia, 20/3/2024)

Kesalahan Berulang

Tingginya tingkat konsumsi rakyat menjelang lebaran merupakan tradisi tahunan yang selalu terjadi. Karena itu, sudah seharusnya ketersediaan barang yang dibutuhkan bisa diprediksi dan diantisipasi. 

Negara sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyat sudah sepatutnya melakukan upaya serius agar tidak selalu bergantung pada impor. Dengan kemandirian berbagai komoditas yang bisa dihasilkan tentunya akan sangat bermanfaat untuk ketahanan pangan dan kedaulatan pangan negara. 

Namun sayang, apa yang dilakukan oleh negara kita malah sebaliknya. Impor sebagai solusi mudah, praktis, dan menguntungkan beberapa pihak nyatanya lebih dilirik daripada harus bersusah payah mencari solusi terbaik agar negara bisa berswasembada. 

Kapitalisme Menghalangi Kemandirian

Sesungguhnya, Indonesia adalah negeri kaya yang diberikan kelimpahan SDA di dalamnya. Tanahnya subur karena banyak gunung berapi, curah hujan yang tinggi, dan sinar matahari yang dapat dinikmati sepanjang tahun. 

Namun berbagai anugerah ini nyatanya tidak memberikan keberkahan bagi penduduknya. Indonesia justru terus bergantung kepada negara lain, bahkan dalam hal pertanian dan kelautan. 

Bila dianalisa, hal ini karena penerapan sistem liberal kapitalisme yang diusung oleh negeri ini. Penerapan sistem ini membuat negara kehilangan fungsinya sebagai pelayan rakyat. Alih-alih melayani rakyatnya, negara justru berada di sisi pemilik kapital. Negara menjadi regulator untuk kepentingan para pemilik modal. 

Di sisi lain, petani yang notabenenya dari kalangan menengah bawah tak mendapatkan dukungan serius dari pemerintah. Petani masih kesulitan mendapatkan pupuk murah karena jumlahnya yang sangat terbatas. Teknologi dan inovasi yang digunakan pun masih sangat sederhana sehingga produktivitas pertanian tidak bisa maksimal. 

Tidak sampai disitu. Pasar juga dikuasai kartel yang bisa seenaknya memainkan harga. Ketika harga hasil pertanian naik, petani tak serta-merta untung. Yang menikmati justru para pengusaha besar. 

Sistem sanksi yang lemah tak mampu menindak para pelaku kecurangan di pasar. Pelanggaran tidak mendapatkan sanksi yang tegas sehingga tidak ada efek jera. Hukum dipermainkan oleh mereka yang punya uang. 

Islam Mewujudkan Ketahanan Pangan

Untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan negara, sejatinya tidak bisa hanya dilakukan hanya dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian. Membangun ketahanan pangan nasional merupakan hal yang sistemik sehingga butuh aturan komprehensif untuk mewujudkannya. 

Kapitalisme tidak bisa mewujudkan ketahanan pangan. Hanya Islam yang mampu karena hanya Islam yang memiliki seperangkat aturan lengkap dari Sang Pencipta. 

Islam mengatur seluruh urusan manusia, termasuk masalah pangan negara. Sistem pemerintahan Islam yang berlandaskan pada akidah Islam akan melahirkan kebijakan yang sesuai dengan pandangan Islam. Kebijakan dibuat untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk kepentingan individu, apalagi oligarki. 

Sistem ekonomi Islam akan mengatur masalah produksi pangan (ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian), distribusi (mencegah kecurangan, praktik ritel, dll.), hingga konsumsi. Negara juga menjamin ketersediaan lahan pertanian dan tidak membolehkan lahan subur untuk dialihfungsikan. 

Negara tidak akan membiarkan lahan pertanian mati (tidak digarap pemiliknya). Jika terjadi demikian, negara akan mengambilnya dan memberikan kepada orang yang mampu mengelolanya. 

Negara juga akan melakukan pengawasan pasar hingga tidak terjadi penimbunan barang, kartel, penipuan, dsb. Saat terjadi ketidakseimbangan penawaran dan permintaan, negara mengambil langkah intervensi pasar, seperti menyuplai barang yang langka.

Sistem keuangan Islam akan mengelola penghasilan negara (kharaj, ganimah, fai, jizyah, pengelolaan SDA) untuk keperluan masyarakat, terutama ketahanan pangan. Negara akan mendorong riset pangan dan teknologi untuk meningkatkan produksi pangan yang akan dimanfaatkan masyarakat, bukan untuk bisnis atau keuntungan oligarki.

Begitu pula sistem sanksi Islam juga akan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang melakukan kecurangan. Sanksi tegas ini ditegakkan secara adil dan jujur, tanpa bisa dibeli oleh pihak mana pun. 

Hal ini seperti sabda Rasulullah ketika ada seorang bangsawan yang mencuri: “Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya! (HR. Bukhari no. 4304 dan Muslim no. 1688).

Wallahu a’lam.


Oleh: Esti Dwi
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar