Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ikhlas sebagai Inti Ajaran Islam dan Bahayanya Sifat Munafik

Topswara.com -- Sobat, kesungguhan dan keikhlasan adalah perwujudan iman dan islam. Penganut agama islam terbagi menjadi dua, yakni mukmin dan munafik. Keduanya dibedakan oleh kesungguhan, sebab dasar kemunafikan adalah kepura-puraan. Allah menyandingkan hakikat iman dengan kesungguhan.

Allah SWT berfirman:
۞قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّاۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْۖ وَإِن تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُم مِّنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًاۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
 
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. Al-Hujurat (49) : 14-15).

Sobat, Allah menjelaskan bahwa orang-orang Arab Badui yang mengaku bahwa diri mereka telah beriman. Ucapan mereka itu dibantah oleh Allah. Sepantasnya mereka itu jangan mengatakan telah beriman karena iman yang sungguh-sungguh ialah membenarkan dengan hati yang tulus dan percaya kepada Allah dengan seutuhnya. Hal itu belum terbukti karena mereka memperlihatkan bahwa mereka telah memberikan kenikmatan kepada Rasulullah SAW dengan keislaman mereka dan dengan tidak memerangi Rasulullah SAW.

Mereka dilarang oleh Allah mengucapkan kata beriman itu dan sepantasnya mereka hanya mengucapkan 'kami telah tunduk masuk Islam, karena iman yang sungguh-sungguh itu belum pernah masuk ke dalam hati mereka. Apa yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan isi hati mereka.

Az-Zajjaj berkata, "Islam itu ialah memperlihatkan kepatuhan dan menerima apa-apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dengan memperlihatkan patuh itu terpeliharalah darah dan jiwa, dan jika ikrar tentang keislaman itu disertai dengan tasdiq (dibenarkan hati), maka barulah yang demikian itu yang dinamakan iman yang sungguh-sungguh. Jika mereka benar-benar telah taat kepada Allah dan rasul-Nya, ikhlas berbuat amal, dan meninggalkan kemunafikan, maka Allah tidak akan mengurangi sedikit pun pahala amalan mereka, bahkan akan memperbaiki balasannya dengan berlipat ganda."

Terhadap manusia yang banyak berbuat kesalahan, di mana pun ia berada, Allah akan mengampuninya karena Dia Maha Pengampun terhadap orang yang bertobat dan yang beramal penuh keikhlasan.

Sobat, dalam ayat ini, Allah menerangkan hakikat iman yang sebenarnya yaitu bahwa orang-orang yang diakui mempunyai iman yang sungguh-sungguh hanyalah mereka yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, tanpa keragu-raguan sedikit pun dan tidak goyah pendiriannya apa pun yang dihadapi. Mereka menyerahkan harta dan jiwa dalam berjihad di jalan Allah semata-mata untuk mencapai keridaan-Nya.

Orang mukmin di dunia ada tiga golongan yaitu pertama, orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu dan berjihad fi sabilillah dengan harta dan dirinya. Kedua, orang yang tidak mengganggu harta dan diri orang lain. Ketiga, orang yang mendapatkan kemuliaan ambisi, ia meninggalkannya karena Allah. (Riwayat Ahmad dari Abu Sa\'id al-Khudri).

Mereka itulah orang-orang yang imannya diakui oleh Allah. Tidak seperti orang-orang Arab Badui itu yang hanya mengucapkan beriman dengan lidah belaka, sedangkan hati mereka kosong karena mereka masuk Islam itu hanya karena takut akan tebasan pedang, hanya sekadar untuk mengamankan jiwa dan harta bendanya.

Ikhlas adalah konsep yang sangat penting dalam ajaran Islam. Ikhlas berasal dari bahasa Arab yang berarti "kejujuran" atau "ketulusan". Dalam konteks agama Islam, ikhlas merujuk pada keadaan hati yang suci dan tulus dalam melakukan segala sesuatu hanya untuk memperoleh keridhaan Allah, tanpa mempedulikan pujian atau pengakuan dari manusia.

Ikhlas dianggap sebagai inti ajaran Islam karena:

1. Kehidupan yang Tulus: Islam mengajarkan bahwa semua perbuatan, baik besar maupun kecil, harus dilakukan dengan ikhlas kepada Allah. Ini mencakup ibadah, pekerjaan, hubungan sosial, dan semua aspek kehidupan.

2. Tindakan yang Diterima: Menurut ajaran Islam, tindakan yang dikerjakan dengan ikhlas adalah yang diterima oleh Allah. Ikhlas adalah kunci untuk mendapatkan pahala dan balasan yang baik di akhirat.

3. Pembersihan Niat: Ikhlas membantu membersihkan niat seseorang dari motif yang tidak baik, seperti kesombongan, pencarian popularitas, atau kepentingan dunia semata. Dengan memurnikan niat, seseorang dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang benar.

4. Menghindari Hipokrisi: Ikhlas juga membantu dalam menghindari hipokrisi atau kemunafikan. Seseorang yang melakukan segala sesuatu hanya untuk menyenangkan Allah akan mencari konsistensi antara ucapan, perbuatan, dan keyakinannya.

5. Menghargai Keadilan: Dalam Islam, ikhlas diperlukan untuk memastikan bahwa seseorang bertindak secara adil dan lurus dalam segala hal, tanpa memihak kepada siapapun kecuali Allah.

Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW banyak menggarisbawahi pentingnya ikhlas dalam kehidupan seorang Muslim. Salah satu contoh ayat Al-Qur'an yang menekankan pentingnya ikhlas adalah Surah Al-Bayyinah (98:5), yang artinya, "Dan mereka diwajibkan tidak lain hanyalah supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itu adalah agama yang lurus."

Dengan demikian, ikhlas bukan hanya sekadar aspek tambahan dalam ajaran Islam, tetapi merupakan inti yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan seorang Muslim.

Kesungguhan dan Keikhlasan adalah Wujud Iman dan Islam.

Benar, kesungguhan dan keikhlasan merupakan wujud dari iman dan Islam yang sejati. Dalam konteks agama Islam, iman adalah keyakinan yang tulus terhadap Allah, Rasul-Nya, dan segala yang Dia sampaikan melalui wahyu-Nya, sedangkan Islam adalah pengabdian dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. 

Kesungguhan, atau dalam bahasa Arab disebut "Istiqamah", adalah keadaan di mana seseorang konsisten dan teguh dalam menjalankan ajaran agamanya. Ini mencakup mempertahankan keimanan, berpegang teguh pada nilai-nilai moral, dan menjalankan kewajiban agama tanpa lelah. Kesungguhan adalah wujud dari keberanian, ketekunan, dan keteguhan hati dalam menghadapi segala rintangan dan godaan yang mungkin muncul dalam perjalanan menuju Allah.
Keikhlasan atau "Ikhlas" seperti yang telah kita bahas sebelumnya, adalah ketulusan hati dalam melakukan segala sesuatu hanya untuk mencari keridhaan Allah tanpa mengharapkan pujian atau pengakuan dari manusia. Keikhlasan merupakan aspek penting dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Kesungguhan dan keikhlasan merupakan dua sisi dari sebuah koin dalam praktik kehidupan seorang Muslim. Tanpa kesungguhan, iman seseorang mungkin lemah dan mudah goyah dalam menghadapi cobaan. Tanpa keikhlasan, amalan seseorang mungkin menjadi sia-sia karena tercemar oleh motif yang tidak tulus. Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa Dia hanya menerima amalan yang dilakukan dengan ikhlas, seperti yang disebutkan dalam Surah Al-Bayyinah (98:5), yang telah saya sebutkan sebelumnya. Kesungguhan dan keikhlasan adalah dua prinsip yang saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain dalam membangun hubungan yang kokoh antara manusia dengan Allah.

Orang Mukmin dan Orang Munafik Dibedakan oleh Kesungguhan bukan Kepura-puraan

Betul sekali, dalam ajaran Islam, perbedaan antara seorang mukmin (orang yang beriman) dan seorang munafik (orang yang munafik), seringkali dapat dikenali melalui kesungguhan yang mereka tunjukkan dalam menjalankan ajaran agama, bukan hanya sekadar kepura-puraan.

Seorang mukmin adalah individu yang memiliki keimanan yang tulus dan konsisten dalam menjalankan ajaran agama Islam. Mereka mempraktikkan ajaran Islam dengan kesungguhan hati, berpegang teguh pada nilai-nilai moral, dan berusaha untuk memperbaiki diri mereka sendiri serta membantu sesama.

Sebaliknya, seorang munafik adalah individu yang berpura-pura beriman, tetapi sebenarnya hatinya tidak tulus dalam keimanan mereka. Mereka mungkin hanya menunjukkan keberagamaan mereka secara eksternal, tetapi tidak memiliki kesungguhan atau ketulusan dalam hati mereka. Motif mereka mungkin adalah untuk mencari keuntungan pribadi, popularitas, atau tujuan dunia lainnya.

Perbedaan antara seorang mukmin dan seorang munafik sering kali terlihat dalam perilaku dan kesungguhan mereka dalam menjalankan ajaran agama. Mukmin akan terus berusaha untuk meningkatkan keimanan dan mengikuti ajaran Islam dengan sungguh-sungguh, sementara munafik cenderung menunjukkan ketidakkonsistenan dan kurangnya kesungguhan dalam amalan mereka.

Allah SWT menekankan pentingnya kesungguhan dalam Al-Qur'an, misalnya dalam Surah Al-Anfal (8:2), yang berbunyi:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
 
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambahlah iman mereka dan hanya kepada Rabb mereka-lah mereka bertawakal."

Kesungguhan merupakan salah satu ciri yang sangat penting dari seorang mukmin yang sejati karena hal itu menunjukkan keberhasilan dalam mempraktikkan ajaran Islam dengan sungguh-sungguh dan tulus hati.

Waspadalah Terhadap Sifat Dasar Karakter Orang Munafik

Memang, dalam ajaran Islam, Allah dan Rasul-Nya memperingatkan umat tentang sifat-sifat dasar karakter orang munafik agar mereka bisa waspada dan menghindarinya. Beberapa sifat dasar karakter orang munafik yang ditekankan dalam Islam antara lain:

1. Ketidakjujuran: Orang munafik cenderung tidak jujur dalam perkataan dan tindakan mereka. Mereka mungkin berbicara dengan kata-kata yang baik, tetapi memiliki niat yang buruk di dalam hati mereka.

2. Ketidaksetiaan: Munafik sering kali tidak setia dalam hubungan dan komitmen mereka, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Mereka mungkin bersikap ramah dan setia di depan orang lain, tetapi sebenarnya tidak memegang teguh janji-janji mereka.

3. Ketidakstabilan: Munafik seringkali tidak konsisten dalam perilaku dan keyakinan mereka. Mereka mungkin tampil beragama di depan orang lain tetapi melakukan perbuatan dosa secara sembunyi.

4. Hipokrisi: Orang munafik sering menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan keyakinan sejati mereka. Mereka bisa bersikap beragama di depan orang lain, tetapi melakukan kejahatan di belakangnya.

5. Kecenderungan Mengambil Keuntungan: Munafik cenderung mencari keuntungan pribadi dari hubungan atau situasi tertentu tanpa memedulikan keadilan atau moralitas.

6. Ketidakkonsistenan: Munafik seringkali tidak konsisten dalam mempraktikkan ajaran agama. Mereka mungkin hanya beribadah ketika ada kepentingan pribadi atau ketika ada orang lain yang melihat.

Allah SWT dan Rasulullah SAW telah memberikan peringatan yang jelas tentang bahaya sifat-sifat munafik dan pentingnya menghindarinya. Misalnya, dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa (4:145): 
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا 
 
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu ada di dalam kedalaman neraka dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat bagi mereka seorang penolongpun."

Oleh karena itu, sebagai umat Islam, penting bagi kita untuk memahami sifat-sifat dasar karakter orang munafik dan berusaha menjauhinya. Kita harus selalu waspada terhadap tindakan atau perilaku yang mencurigakan dan selalu berusaha untuk memperkuat iman serta meningkatkan kesungguhan dalam menjalankan ajaran agama dengan tulus dan ikhlas.

Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Safari Ramadhan 1425 H, 22 Maret 2024 di PKT  Bontang,Kaltim
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar