Topswara.com -- Semangat humanisme (kemanusiaan) merefleksikan one world (satu dunia) dengan memandang bahwa alle menschen werden bruder (semua manusia bersaudara). Humanisme ditujukan untuk mencapai tatanan masyarakat yang bebas serta universal dengan memberi kesempatan kepada semua kalangan berpartisipasi demi mencapai kebaikan bersama. Namun semangat anti perang yang didengungkan sebagian orang merupakan buah dari ide ini.
Dalam perkembangannya, humanisme bermetamorfosis dan merefleksikan penolakan manusia berdasarkan kebangsaan, sistem politik, agama, warna kulit dan sebagainya. Tidak heran jika ide anti perang diusung oleh beragam kelompok, agama dan bangsa sehingga ide ini tampak hadir di seluruh dunia.
Ide humanisme merupakan derivat (turunan) dari induknya, yaitu sekulerisme (pemisahan agama dari mengatur kehidupan). Penampakan sekulerisme adalah menuhankan manusia atau akal.
Manusia dengan akalnya sendiri dipandang memiliki otoritas mutlak dalam memilih dan menjalani kehidupannya. Dengan kata lain, ide humanisme menganggap manusialah yang merasa berhak untuk membuat syariat (hukum), mendefinisikan kebaikan dan keburukan, bebas untuk berimajinasi atau berilusi tentang perdamaian meski hal itu harus mengenyahkan peperangan, ideologi/agama, bahkan Tuhan sekalipun.
Karena dalam ajaran sekulerisme, Tuhan sudah dipasung di dalam gereja, Tuhan tidak berhak berperan dalam mengatur urusan kehidupan di luar tempat ibadah.
Pandangan humanisme yang getol menyuarakan slogan-slogan anti perang sesungguhnya bertentangan dengan fakta serta menyelisihi aqidah maupun syariat Islam. Slogan anti perang bertentangan dengan fakta bahwa manusia itu makhluk sosial, makhluk ciptaan yang memiliki akal dan perasaan, lalu dengannya manusia berinteraksi secara perorangan hingga antar bangsa dan negara.
Dari interaksi itu maka muncullah berbagai jenis tabiat, sifat dan perilaku manusia. Ada yang menampakkan kebaikan, kemuliaan serta toleransi dan ada yang menampakkan kesombongan, kezaliman dan kefasikan. Walhasil, tidak akan pernah kita jumpai komunitas masyarakat yang seluruhnya bertakwa.
Bahkan pada masa Rasulullah dan Sahabat, Tabi’in serta Tabi ut-Tabi’in, yang beliau sebut sebagai masa terbaik (Khairul Qurun), tetap saja ada kaum kafir, fasik dan munafik yang tak jarang perselisihan dan permusuhan mereka pada kaum muslimin mengarah dan berujung pada peperangan.
Kedamaian dan ketentraman tidak bisa dihasilkan hanya dari ketaqwaan individu-individu masyarakat. Tanpa dipikul pilar ketegasan sistem hukum yang ditopang oleh kekuatan militer dan polisi, mustahil menghasilkan masyarakat yang damai dan tentram.
Oleh sebab itu, ide serta slogan-slogan anti perang yang diusung kaum sekuleris dan humanis hanyalah ilusi. Tidak ada faktanya dan tidak akan pernah ada sampai kapan pun.
Ide dan slogan anti perang bertentangan dengan aqidah dan hukum Islam. Sebab, Islam memiliki pilar aqidah dan perkara pokok yang telah terpatri dalam kitab suci Al-Qur’an maupun hadis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Slogan anti perang sama saja menegasikan dan mengubur puluhan ayat tentang jihad fi sabilillah dalam Al-Qur’an dan juga sabda Rasulullah bahwa Jihad akan tetap ada hingga hari kiamat.
Ide dan slogan anti perang juga merupakan propaganda peradaban kafir Barat yang sekuler dalam rangka menenggelamkan prinsip kaum muslimin. Barat menyadari bahwa politik luar negeri berupa jihad fi sabilillah merupakan tembok pelindung bangunan peradaban Islam sekaligus rival peradaban Barat sekuler yang merusak.
Jihad adalah salah satu kewajiban dalam Islam sebagaimana kewajiban shalat, shaum, haji, zakat dan ibadah lainnya. Maka meninggalkan kewajiban Jihad sama dengan meninggalkan kewajiban ibadah lainnya. Kaum muslim wajib memperjuangkan adanya negara yang memiliki politik luar negeri dakwah dan jihad.
Dalam Islam negara wajib melaksanakan aktivitas dakwah ke negeri kufur dengan menyampaikan tiga alternatif: pertama, masuk Islam; kedua, jika menolak, mereka harus tunduk pada kekuasaan Islam, negerinya menjadi bagian dari negara Islam dan menjadi penduduk berstatus kafir dzimmi yang harta, darah, kehormatan dan ibadahnya dijamin oleh negara Islam. Ketiga, jika tetap menolak, maka artinya perang.
Itu ketika Islam punya kekuasaan (khilafah). Bandingkan saat ini, seratus tahun terakhir saat Islam tidak punya kekuasaan. Kafir Barat memimpin dunia dengan sewenang-wenang. Mereka tidak punya adab dalam perang, bahkan mereka melakukan penjajahan dan genosida, membantai ribuan hingga jutaan manusia, termasuk wanita dan anak-anak. Lihatlah saudara-saudara kita di Palestina, India atau Rohingnya, juga di berbagai belahan bumi lainnya sepanjang sejarah.
Dengan demikian, slogan-slogan dan ide anti perang bukan saja menegasikan jihad fisabilillah dan menghancurkan sistem Islam, melainkan juga mengeliminasi usaha untuk menerapkan hukum Islam dalam bingkai khilafah Islamiah.
Kedamaian dan ketentraman (As-Sa’adah) bagi kaum muslimin adalah ketika berhasil meraih ridha Allah. Artinya, selama jihad/qital (perang) dilakukan dalam rangka melaksanakan perintah Allah demi mencari ridha-Nya, maka disitulah kedamaian dan ketentraman akan terwujud.
Oleh: Sujarwadi Suaib, S.H.I.
Ketua LBH Pelita Umat Korwil Kepton
0 Komentar