Topswara.com -- Hari raya Idhul Fitri selalu menjadi momen yang dinanti oleh seluruh umat muslim. Selain menjadi hari kemenangan setelah satu bulan penuh berpuasa, hari lebaran menjadi momen bagi kebanyakan orang untuk kembali berkumpul dan bersilaturahmi.
Sayangnya, dari waktu ke waktu terdapat problem yang tak kunjung usai, yakni meroketnya biaya operasional mudik.
Tidak hanya harga barang pokok yang naik, harga tiket transportasi umum sangat melonjak drastic. Mengutip dari Tribun-Bali.com (23/3/2024) tiket pesawat untuk tujuan Bali-Medan untuk tanggal 4 April mencapai Rp2,7 juta.
Tiket kereta tujuan Pasarn Senen-Surabaya Pasar Turi untuk tanggal 2 April 2024 juga telah mencapai harga Rp680.000 untuk kelas eksekutif dan Rp440.000 untuk kelas ekonomi (kai.id). Harga-harga tiket tersebut melonjak hingga 2 kali lipat dari tarif biasanya. Bahkan, tiket penerbangan luar negeri jauh lebih murah dibanding dengan penerbangan domestik.
Padahal, jika ditelusuri lebih lanjut, dengan harga tiket semahal itu, fasilitas yang didapat pemudik tidak sebanding dengan harga yang dibandrol. Kereta ekonomi contohnya, dengan harga Rp440.000, pemudik harus melalui perjalanan selama kurang lebih 10 jam 30 menit dengan posisi kursi yang tegak lurus, leg space sempit, dan gerbong yang penuh sesak. Pemudik harus merogoh kocek ratusan ribu rupiah untuk melalui perjalanan yang kurang nyaman demi mudik untuk bertemu dengan sanak saudara.
Juru Bicara Kementrian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati angkat bicara terkait fenomena lonjakan biaya operasional mudik, khususnya untuk tiket pesawat. Menurutnya, harga yang ditetapkan oleh setiap maskapai masih dalam standar koridor aturan dan belum ditemukan pelanggaran tarif batas.
Seperti yang telah diketahui bersama, harga tiket tersebut tidak terlepas dari tarif pajak, iuran wajib pesawat udara (IWPU) dan tarif pelayanan jasa penumpang pesawat udara (detikfinance, 20/3/2024).
Selain itu, terbatas jumlah armada dna kursi yang tidak berbanding lurus dengan jumlah pemudik menjadi alasan mengapa harga tiket semakin mahal mendekati hari raya Idhul Fitri.
Alasan terbatasnya armada dan jumlah kursi yang tidak mencukupi untuk menampung jumlah pemudik yang banyak seharusnya menjadi titik perhatian bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi.
Hal ini menjadi penanda bahwa pemerintah tidak dapat mengelola kebijakan secara strategis untuk mengendalikan kenaikan tarif yang tinggi, seperti kenaikan harga BBM, ketidakmerataan dan kekurangan infrastruktur, kondisi jalan yang buruk, masalah kemacetan, tarif tol, serta kurang optimalnya pengaturan transportasi publik.
Semua faktor tersebut berkontribusi terhadap beban finansial yang besar yang harus ditanggung oleh para pemudik.
Inilah buah dari kebijakan yang tidak mengacu pada syariat Islam.
Dalam lingkup sistem kapitalisme, kenaikan harga transportasi umum dinilai sebagai hal yang wajar, kaena sebagian besar transportasi umum memang dikelola oleh perusahaan swasta yang berorientasi pada profit.
Sedangkan layanan transportasi yang dikelola oleh negara (BUMN) juga tidak mampu memenuhi kebutuhan warganya dan fokus pada keuntungan semata. Hal tersebut membuat seolah-olah rakyat adalah pembeli dan negara adalah penjual.
Hal ini selaras dengan prinsip reinverting government, di mana pemerintah berperan ibarat pedagang. Hubungan antara rakyat dengan negara kini hanya menjadi hubungan transaksional.
Islam merupakan agama yang sempurna, rahmatan lil alamin. Dalam Islam, seluruh aspek kehidupan memiliki aturannya sendiri, termasuk aspek infrastruktur dan moda transportasi.
Transportasi pada saat mudik sangat dibutuhkan umat. Tentu seharusnya negara menyediakan sarana murah aman, nyaman berkualitas, dan murah sepanjang masa sebagai bentuk wujud ra’awiyah.
Apabila mengikuti standar syariat Islam, negara berkewajiban untuk menyediakan layanan transportasi yang layak dan berkualitas, mencakup jumlah yang memadai, armada yang terawatt dan performanya optimal, serta fasilitas-fasilitas pendukung lain yang nyaman.
Negara juga perlu menetapkan tata kelola transportasi publik untuk menghindari adanya kepentingan pribadi. Jadi keuntungan yang nantinya di dapat dari pengelolaan transportasi akan kembali lagi kepada masyarakat.
Oleh: Nabila A.S.
Aktivis Muslimah
0 Komentar