Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fenomena Caleg Gagal, Potret Lemahnya Sistem Demokrasi

Topswara.com -- Fenomena reaksi calon anggota legislatif (caleg) dan tim sukses (timses) yang gagal menjabat, pasca pemilu 2024 menandakan lemahnya sistem demokrasi yang berlangsung saat ini. Bagaimana tidak, sistem demokrasi yang konon berasas "dari rakyat untuk rakyat" justru membuat rakyat berlomba-lomba mencalonkan diri menjadi anggota legislatif.

Pentingnya tugas dan peran lembaga legislatif dalam pemerintahan yaitu membuat undang-undang dan mengawasi jalannya undang-undang yang telah disahkan, membuat banyak orang tertarik mendapatkan kursi jabatan di lembaga ini.
Bak kursi panas yang diperebutkan, mereka berlomba-lomba untuk menduduki jabatan sebagai wakil rakyat tanpa mempertimbangkan apabila kekalahan terjadi.

Akibatnya banyak caleg dan timses yang mengalami kekecewaan ketika mereka tidak terpilih. Banyak dari mereka yang stress bahkan sampai bunuh diri hingga menarik kembali pemberian mereka pada masyarakat.

Seperti yang diberitakan oleh Media Indonesia (19/2/2024) seorang warga Desa Sidomukti, Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan nekat gantung diri di pohon rambutan miliknya. Hal itu dilakukan karena pelaku depresi akibat caleg yang diusung tidak mendapatkan suara sesuai harapan atau kalah. 

Demikian juga yang terjadi di Subang seorang calon anggota legislatif melakukan aksi pembongkaran jalan dan gorong-gorong yang telah ia bangun menggunakan dana aspirasi semenjak ia jadi anggota terpilih. Hal tersebut dilakukannya diduga karena merasa depresi ketika tak jadi anggota DPRD kabupaten subang, Jawa Barat pada pemilu 2024 kali ini. 

Tak sampai disitu aksi nekat lainnya yang dilakukan adalah melakukan teror dengan menyalakan petasan siang dan malam bersama para pendukungnya di menara masjid di Tegalkoneng Desa Tambakjati, Kecamatan Patokbeusi, Subang. (Okezone.com, 25/2/2024) 

Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat dimana dua timses mengalami tekanan hebat ketika caleg yang diusung tidak mendapatkan kemenangan seperti yang telah digadang-gadang. Mereka tega mengambil kembali amplop yang sebelumnya telah dibagikan kepada warga. (Tvonenews.com, 18/2/2024) 

Masih banyak fenomena caleg dan timses gagal dalam pemilu 2024 ini yang justru memberikan dampak negatif bagi caleg atau timses tersebut maupun bagi masyarakat setempat.

Lemahnya Sistem Demokrasi

Sistem demokrasi sejatinya bukan berasal dari islam. Demokrasi muncul sejak abad ke limabelas dimana pada saat itu negara Eropa dipimpin oleh dua kekuasaan yaitu kekuasaan Raja dan kekuasaan Pendeta. 
Karena Rakyat merasa tertindas, maka rakyat hendak menggulingkan kedua kekuasaan tersebut. 

Maka muncullah gerakan Renaisans atau Kebangkitan Eropa. Kekuasaan Raja berhasil digulingkan dan pendetapun sudah tidak berkuasa. Sehingga yang berkuasa kemudian adalah rakyat. Sejak saat itulah muncul istilah demokrasi dimana suara terbanyak adalah suara Tuhan yang kemudian akan menentukan pilihan atau tindakan yang akan diambil untuk menentukan sesuatu.

Jika kelompok rakyat terdiri dari orang-orang yang benar, maka keputusan terbanyak akan mengarah pada kebenaran. Begitu juga sebaliknya. 

Syekh Yusuf Al Qordowi dalam kitabnya Min Fiqih Daulah memberikan contoh apabila ada sepuluh orang menentukan suatu perbuatan maka jika ada sembilan orang setuju dan satu orang tidak setuju maka perbuatan tersebut akan dilakukan, begitu juga sebaliknya. 

Apabila sepuluh orang tersebut berpikiran baik maka akan mengarah pada kebaikan, tetapi apabila sepuluh orang tersebut cenderung pada kemaksiatan maka keputusan yang diambil akan mengarah pada kemaksiatan pula. 

Maka sangat lemahlah sistem ini karena akan mengikuti suara terbanyak yang ditentukan oleh rakyat tanpa memandang itu benar atau salah, asal suara terbanyak telah sepakat maka akan dilakukan tindakan sesuai yang dikehendaki. 
Selain itu sistem demokrasi syarat dengan kepentingan para elit penguasa agar mereka mampu berkuasa. Dari situ kita bisa bercermin bahwa demokrasi adalah sistem yang lemah. 

Sistem Demokrasi versus Sistem Islam

Ada beberapa perbedaan antara sistem demokrasi dan sistem Islam. Namun terlebih dahulu kita harus tahu tentang kedaulatan dan kekuasaan. Kedaulatan adalah pembuat hukum yang akan ditegakkan sedangkan kekuasaan adalah orang atau sekelompok orang yang menjalankan hukum tersebut. 

Sistem demokrasi merupakan produk hasil akal manusia dimana manusialah yang membuat hukum untuk manusia. Dengan kata lain dalam demokrasi kedaulatan ada ditangan rakyat, sedangkan kekuasaan atau pelaksananya adalah rakyat. 

Pada prakteknya tidak semua rakyat bisa membuat hukum untuk itu diangkat lah dewan legislatif sebagai wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum (pemilu) . Nantinya wakil rakyat ini akan membuat hukum sesuai aspirasi rakyat. Sedangkan kekuasaan atau pelaksana hukum juga rakyat yang akan duduk dalam lembaga eksekutif yang dipilih juga melalui pemilu.

Sedangkan dalam sistem islam kedaulatan ada di tangan syarak atau Allah sebagai pembuat hukum sedangkan kekuasaan atau pelaksana hukum adalah rakyat. 

Hukum yang berlaku berdasarkan syariat mempunyai standar baku yaitu Al-Qur'an dan sunnah, yang telah dibuat dan ditetapkan oleh Allah. Kekuasaan yang akan menjalankan syariat tersebut adalah rakyat dimana rakyat punya kuasa untuk membaiat seorang khalifah agar khalifah menjalankan hukum syariat dari Allah.

Mengenai perpindahan kepemimpinan dalam sistem demokrasi dilakukan dengan memilih kembali pemimpin melalui pemilu. Seseorang bisa menjadi pemimpin apabila mendapatkan suara terbanyak dari rakyat. Dan disinilah sangat mudah kekuasaan dipermainkan dengan memelintir undang-undang yang bisa dibuat oleh sekelompok wakil rakyat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kekuasaan. Hal itu terjadi karena tidak ada standar objektif dalam sistem demokrasi. 

Sedangkan dalam pergantian kepemimpinan islam, khalifah dipilih oleh rakyat dengan cara dibaiat. Seharusnya dalam demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat. 

Namun pada faktanya kedaulatan ada di tangan para pemilik modal. Karena para calon legislatif maupun calon eksekutif dalam pemilu membutuhkan dana yang sangat banyak guna kepentingan kampanye. Untuk itu para pemilik modal rela menggelontorkan biaya yang cukup besar dengan imbalan keputusan undang-undang yang menguntungkan mereka ketika para caleg yang didukung kelak menjabat.

Besarnya biaya kampanye yang dikeluarkan oleh caleg dan timses membuat banyak caleg dan timses yang gagal menjadi tertekan ketika tidak mendapatkan suara seperti harapan mereka. 

Sistem Islam yang Terbaik

Didalam sistem islam kedaulatan berada ditangan syarak yang kemudian bisa menjamin tidak ada undang-undang yang dipermainkan karena mempunyai standar objektif yaitu Al-Qur'an dan sunnah. 

Sehingga membuat islam menjadi sistem terbaik untuk kesejahteraan rakyat. 
Berbeda dengan sistem demokrasi yang tidak mempunyai standar objektif sehingga dengan mudah undang-undang dipermainkan. 

Untuk itu menjadi sangat penting ketika kita harus meninggalkan demokrasi serta berjuang menegakkan Islam kembali dalam ranah negara dimana sistem islam diterapkan dalam bingkai daulah Islam. Kedaulatan ditangan syarak sedangkan kekuasaan ditangan rakyat. 

Wallahua'lam bissawab.


Oleh: Sri Fatona W.
Pemerhati Sosial
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar