Topswara.com -- Satu lagi perusahaan milik negara terbelit korupsi. Kali ini menimpa PT Taspen. Badan usaha milik negara yang bergerak di bidang asuransi, tabungan hari tua, dan dana pensiun untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini sedang diselidiki oleh KPK.
Dilansir dari tempo.co (10/3/2024), Tim Penyidik KPK tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi bermodus investasi fiktif di PT Taspen tahun anggaran 2019. Sejumlah tempat digeledah dalam proses penyidikan pada 7 Maret 2024 lalu.
Direktur Utama (Dirut) PT Taspen, Antonius Kosasih, yang terlibat pun kemudian dinonaktifkan oleh Menteri BUMN, Erick Thohir. Diperkirakan negara mengalami kerugian mencapai ratusan miliar rupiah karena kasus ini.
Kasus ini menambah panjang daftar korupsi yang terjadi di lembaga milik negara. Sungguh miris karena kasus ini melibatkan pejabat negara yang seharusnya bekerja melayani rakyat. Namun, mereka justru mengkhianati kepercayaan rakyatnya.
Kenapa korupsi seperti sulit sekali diberantas di negeri ini? Benarkah integritas SDM yang buruk menjadi penyebabnya? Lalu, bagaimana cara yang efektif untuk memberantas korupsi? Benarkah Islam mampu mencegah terjadinya korupsi?
Sistem Buruk Membuat Terpuruk
Maraknya korupsi yang melibatkan pejabat tak bisa dilepaskan dari buruknya integritas SDM. Integritas yang buruk tersebut memunculkan tindak penyelewengan dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat. Jabatan yang harusnya diabdikan untuk kepentingan rakyat justru dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
Jabatan dipegang oleh orang dengan kualitas pribadi yang buruk. Mungkin secara kemampuan dan penguasaan tugasnya baik. Ia mungkin seorang yang ahli di bidangnya.
Namun, itu saja tidak cukup karena dalam menjalankan jabatan juga diperlukan seseorang yang memiliki nilai-nilai etik yang baik. Pejabat tak hanya yang mampu dan bertanggung jawab, tetapi juga seseorang dengan prinsip-prinsip yang benar.
Namun, hal ini tak ada dalam sistem sekularisme sekarang. Sistem yang sekuler ini memisahkan agama dari kehidupan sehingga manusia berbuat sekehendaknya. Aspek keimanan ditanggalkan dalam menjalani kehidupan. Tidak ada rasa takut pada Sang Pencipta. Ia lebih takut kepada atasan atau takut kehilangan jabatannya.
Tidak heran jika mereka yang memiliki jabatan akan menghasilkan kebijakan yang jauh dari prinsip agama. Kebijakan yang dibuatnya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri, bukan dalam rangka mencari ridha Allah SWT.
Hal ini merupakan hasil didikan sistem sekularisme. Sistem pendidikan yang sekuler tidak membina manusianya agar menjadi pribadi yang bertakwa, tetapi fokus meraih materi semata. Sistem ini melahirkan manusia yang tidak memahami tugas utamanya di muka bumi ini sebagai hamba Sang Pencipta.
Sistem sekularisme ini menghasilkan pribadi yang haus akan duniawi hingga abai terhadap masalah ukhrawi. Pejabat dalam sistem ini tidak menyadari bahwa setiap perbuatan memiliki konsekuensi.
Sistem rusak ini melahirkan kerusakan di segala sisi kehidupan, termasuk perilaku manusianya. Dalam sistem inilah, perilaku korup tumbuh subur. Korupsi telah membudaya di masyarakat dan sulit dihapuskan.
Sistem Islam Antikorupsi
Sangat jauh berbeda ketika Islam mengatur kehidupan. Setiap perbuatan manusia dilandaskan pada aturan syariat Islam. Standar halal dan haram menjadi tolok ukurnya. Manusia menjalankan yang halal dan meninggalkan yang haram.
Dalam sistem Islam, pejabat menjadikan keimanan sebagai pengawas setiap langkahnya. Ketika menetapkan suatu aturan atau kebijakan, ia selalu berpijak pada perintah agama. Ia tidak berani melenceng karena sadar bahwa kelak akan dimintai tanggung jawab atas amanah yang dipegangnya.
Dengan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam, lahirlah manusia yang bertakwa dan mampu menghadapi tantangan kehidupan yang ada. Ketika memiliki kekuasaan, ia menjalankan amanah tersebut untuk menegakkan agama Allah. Ketika menjadi pejabat, ia amanah dan bersungguh-sungguh melayani rakyatnya.
Penerapan sistem sanksi Islam diberlakukan dengan tegas. Hukum ditegakkan tanpa memandang latar belakang. Semua orang wajib menaati hukum. Siapa saja yang melanggar akan dikenai sanksi sesuai ketentuan syarak. Ketegasan dan keadilan hukum Islam ini tidak hanya memberikan rasa aman, tetapi juga menjadi pencegah munculnya pelanggaran.
Penerapan Islam secara totalitas telah menciptakan suasana ketakwaan dalam kehidupan masyarakat. Mereka menghidupkan aktivitas ammar makruf nahi mungkar. Ketika terjadi penyimpangan hukum syarak, baik oleh rakyat biasa atau pejabatnya, tidak akan dibiarkan. Ada nasihat untuk mengingatkan dan ada penyelesaian menurut mekanisme hukum syariat bagi pelaku.
Korupsi adalah tindakan yang melanggar hukum syariat. Hukumnya haram. Tidak melihat jumlah atau alasan pelakunya, korupsi tetap terlarang. Negara harus memberi sanksi tegas terhadap pelakunya.
Dalam sistem sekularisme kapitalisme, korupsi marak terjadi. Tindak kriminal ini merupakan gambaran rusaknya sistem sekularisme karena memang lahir darinya. Tidak heran bila korupsi membudaya dalam masyarakat sekuler kapitalis. Inilah konsekuensi dari penerapan aturan batil yang hanya melahirkan kerusakan dan menimbulkan penderitaan bagi manusia.
Padahal, Allah telah memperingatkan akibat dari meninggalkan hukum-Nya dalam surah Thaha ayat 114: “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”
Sungguh kita tidak akan bisa memberantas korupsi bila sistem sekularisme kapitalisme ini masih eksis. Hanya sistem Islam yang mampu melakukannya. Karena itu, memperjuangkan agar sistem Islam bisa diterapkan adalah upaya yang harus kita kerjakan bersama-sama. Dengan penerapan Islam secara totalitas oleh negara, kehidupan masyarakat akan berada dalam keadilan dan kesejahteraan yang hakiki.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar