Topswara.com -- Makin pesatnya arus kemajuan teknologi berpengaruh pula pada besarnya konsumsi masyarakat. Salah satunya konsumsi minuman berpemanis. Hampir di setiap sudut jalan. Baik desa maupun perkotaan banyak dijajakan minuman berpemanis. Target pasar minuman manis menjadi semakin meningkat di era digital.
Namun ada dampak buruk dari pesatnya bisnis minuman berpemanis ini. Gemar minum minuman berpemanis ini memberikan dampak negatif yaitu resiko penyakit diabetes yang meningkat drastis.
Data dari International Diabetes Federation (IDF), Indonesia termasuk negara dengan jumlah pasien penderita tidak terdiagnosis tertinggi oleh dokter di seluruh dunia. Ini menyiratkan bahwa banyak penderita diabetes di Indonesia tidak menyadari penyakit nya.
Tetap melakukan gaya hidup yang salah tanpa adanya penanganan secara medis sejak awal. Di sisi lain 8,6 juta anak dibawah 19 tahun mengidap diabetes akut yang menyebabkan kerusakan pada organ pankreas yang memerlukan pengobatan seumur hidup. (Tirto 5/2/2024).
Sementara itu solusi untuk mengatasi lonjakan masyarat indonesia yanh terkena penyakit diabetes adalah dengan menerapkan Cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Cukai minuman berpemanis ini akan segera dipungut oleh Kementrian Keuangan. Melalui Peraturan Presiden No 76 tahun 2023, Target dari penerimaan cukai tersebut adalah Rp. 4,39 trilliun. (Tirto 23/2/24).
Solusi untuk mencegah diabetes tentu membutuhkan Upaya mendasar dan menyeluruh. Penetapan cukai pada minuman kemasan tidak serta merta menghalangi masyarakat mengurangi minukman manis.
Apalagi dalam kondisi tingginya kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan serta rendahnya literasi kesehatan dan keamanan pangan, justru membuka celah adanya minuman manis yang tidak terkontrol di tengah masyarakat.
Di sisi lain, penetapan cukai, yang menjadi cara negara kapitalisme sebagai sumber pendapatan negara, akan menajdi sesuatu yang menjanjikan. Meski pun pada faktanya masih banyak persoalan terkait dengan kepatuhan dan besarnya peluang penyelewengan pajak. Dengan demikian makin menimbulkan keraguan akan keberhasilannya mencegah. Apalagi pelaku industry tentu merasa dirugikan.
Islam mewajibkan negara menjaga kesehatan rakyatnya. Negara akan melakukan berbagai upaya menyeluriuh dan mendasar untuk mencapai derajat kesehatan yang prima, baik melalui pembuatan kebijakan dan aturan dalam industri, penyediaan sarana kesehatan yang memadai maupun meningkatkan edukasi masyarakat dengan sungguh-sungguh.
Baik tentang pentingnya kesehatan maupun keamanan pangan dalam prinsip halal dan tyayyib. Di sisi lain negara dalam Islam tidak menjadikan penarikan pajak sebagai cara dalam mengatur distribusi barang dalam negeri.
Islam menetapkan kesehatan sebagai sebuah jaminan oleh kepala negara. Yaitu khalifah. Serta sarana dan prasarana yang mendukung dengan visi melayani kebutuhan masyarakat secara menyeluruh tanpa adanya diskriminasi, baik kaya maupun miskin, Muslim maupun non muslim semu masyarakat dalam kekuasaan khilafah akan terjamin pemenuhan hak nya.
Dalam hal ini hak mendapatkan layanan kesehatan. Negara juga tidak boleh mengkomersilkan hak publik. Hal ini karena negara mempunyai kewenangan dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pemenuhan layanan kesehatan.
Institusi khilafah yang dipimpin oleh khalifah adalah penanggung jawab layanan publik. Khilafah wajib menyediakan sarana kesehatan, rumah sakit, obat obat-obatan, tenaga medis dan sebagainya. Rosullah SAW bersabda: imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya. (HR. Bukhari).
Rasullah SAW sebagai Kepala Negara Madinah pernah mendatangkan dokter untuk mengobati ubay. Ketika Nabi SAW mendapatkan hadiah Dokter dari Raja Muqauqis, Dokter tersebut mereka jadikan sebagai Dokter Umum untuk masyarakat. (HR. Muslim).
Semua dalil itu merupakan bukti dan yang menjadi dalil bahwa pelayanan kesehatan wajib dilakukan oleh negara. Dalam Islam jaminan kesehatan memiliki tiga sifat, pertama, berlaku umum dan tidak ada diskriminasi yaitu perbedaan kelas sosial ekonomi masyarakat, yang berarti semua warga negara akan mendapatkan hak yang sama.
Kedua, bebas biaya karena ditanggung seluruh nya oleh kepala negara, dalam hak ini khilafah bertanggung jawab sepenuhnya. Ketiga, seluruh rakyat diberikan kemudahan untuk dapat mengakses layanan kesehatan tersebut.
Pengadaan layanan kesehatan tersebut juga termasuk didalamnya sarana dan prasarana yang memenunjang. Dengan demikian negara wajib mengalokasikan dana ya g diperoleh dari Baitul Mal yang bersumber dari pengelolaan harta kekayaan milik umum seperti hutan, tambang, minyak, gas dan lai. Sebagainya. Juga dari penerimaan sumber sumber kharaj, jizyah ghanimah, fa'i dan lain sebagainya.
Dalam Islam potensi intelektual muslim tidak boleh terbajak oleh kepentingan bisnis industri kesehatan. Kehidupan didesain untuk memberdayakan kehidupan manusia, bukan untuk menghidupkan mesin mesin pemutar uang apalagi mencari celah dari apa yang seharusnya di butuhkan rakyat menjadi komoditas penghasil uang. Seperti cukai yang di tarik dalam rangka menanggulangi penyakit diabetes.
Kapitalisme telah gagal sebab menjadikan sumber daya alam bahkan sumber daya manusia sebagai aset bagi mekanisme putaran pasar/ uang semata.
Negara khilafah akan menumbuhkan semangat rakyatnya untuk meningkatkan kapasitas dirinya. Diantaranya untuk memberi kontribusi bagi umat, juga melakukan opini publik tentang sistem kesehatan yang merawat dan melindungi kehidupan manusia.
Negara juga menanamkan kesadaran umat tentang pentingnya menjalankannya pola hidup sehat sesuai tuntutan Islam, sekaligus membuang pola kehidupan kapitalis dan komunis.
Alhasil kita tidak dapat berharap lagi pada negara yang tidak menerapkan aturan Islam. Dan sudah saatnya kita kembali menerapkan aturan Islam untuk mengatur kehidupan. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
Oleh: Dewi Sulastini
Aktivis Muslimah
0 Komentar