Topswara.com -- Dikutip dari CNN Indonesia pada 2 Agustus 2023 Pemerintah bakal mulai mengenakan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2024 mendatang. Minuman berpemanis yang bakal kena cukai adalah minuman produk MBDK yang mengandung gula, pemanis alami, ataupun pemanis buatan.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2023, target dari penerimaan cukai tersebut sebesar Rp4,39 triliun di tahun pertama ditetapkan yakni 2024.
Menurut pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry, menuturkan bahwa munculnya Perpres untuk memungut cukai MBDK setidaknya menjadi harapan yang akan direalisasikan dalam waktu dekat. “Perpres ini yang kemudian menjadi ‘lampu hijau’ pengenaan cukai minuman bergula dalam kemasan,” ujarnya.
Pada dasarnya, pengamat pajak Center for Indonesia Taxatio Analysis (CITA) Fajry, mengungkapkan bahwa pengenaan cukai MBDK bukan semata-mata menambah penerimaan negara, namun tujuan utamanya sebagai pengendalian.
Fungsi tersebut sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Seperti pada kasus minuman yang mengandung pemanis buatan, tujuannya adalah untuk menekan salah satu faktor risiko dari banyaknya penyakit tidak menular yang terjadi di masyarakat, seperti diabetes. (tirto.id, 3/2/2024).
Mengamati masalah kesehatan di Indonesia adalah masalah serius untuk diselesaikan, terutama pada kasus pengidap diabetes yang kian parah hingga menyebabkan kematian. Penyelesaian kasus diabetes ini tentu tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pihak pengidap diabetes dan para medis.
Melihat usulan pemerintah memberikan penetapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan tersebut, sanggatlah naif jika tujuannya adalah untuk menekan atau mencegah penyakit diabetes.
Jika dilihat lebih dalam, tepatnya justru disebut sebagai "tambahan koin untuk meraih keuntungan" dari hasil minuman manis. Hal ini didukung oleh misi kesehatan, kemudian Joslin Diabetes Center Amerika pun akhirnya diresmikan sebagai pengampu fasilitas kesehatan pelat merah yaitu (RSCM) RS Cipto Mangunkusumo yang di tuntut sebagai penghasil “cuan” yang di sebabkan oleh status Badan Layanan Umum BLU), hal itu sejalan dengan UU Kesehatan berorientasi anggaran berbasis kinerja dan harus berpredikat World Class Hospital , standar penilaiannya tentu sangat kapitalistik.
Dari angka cukai yang diusulkan oleh pemerintah, tentu ini menggambarkan bagaimana negara kapitalisme saat ini menjalankan fungsinya saat bekerja, yakni salah satu pendapatan terbanyak negara adalah dari pajak/cukai.
Sehingga sangat jelas bahwa sebenarnya usulan pengenaan cukai MBDK itu hanya sebagai dalih semata pemerintah untuk menanggulangi kasus diabetes saat ini. Justru yang di cari hanya cuan dan koin untuk terus menambah pemasukan para pihak pemilik modal atau pihak swasta.
Selain itu pula, masyarakat perlu berpikir dengan kritis. Apakah dengan pengenaan cukai tersebut akan benar-benar menguntungkan atau merugikan masyarakat?. Dan apakah jika dikenakan cukai pada minuman manis, masyarakat akan berubah untuk tidak mengonsumsi minuman manis lagi?. Tentu adanya pajak/cukai ini bukan sebagai solusi dalam menekan atau mencegah kasus diabetes yang makin parah.
Solusi untuk mencegah penyakit diabetes jelas membutuhkan upaya yang mendasar dan menyeluruh. Sehingga penerapan cukai pada minuman kemasan tidak akan menghalangi setiap masyarakat dalam mengurangi minuman yang manis.
Oleh karena itu, dalam kondisi tingginya kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan dan rendahnya Literasi Kesehatan dan keamanan pangan, ternyata membuka celah munculnya minuman rasa manis di tengah-tengah masyarakat dalam jumlah yang tidak terkontrol.
Oleh karena itu, solusi pada kasus diabetes tidak akan terselesaikan jika usaha yang dilaksanakan adalah dengan penetapan cukai pada minuman manis atau mengurangi konsumsi gula, namun yang utama adalah bagaimana negara mampu menjalankan tanggung jawabnya terhadap rakyatnya sebagaimana yang diterapkan dalam negara Islam.
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Semua masalah ada solusinya, bahkan dalam urusan kesehatan. Tentu yang mampu menjalankan politik kesehatan ini adalah tugas para pemerintahan Islam yang memiliki tanggung jawab atas rakyatnya.
Sehingga dalam Islam memiliki pandangan yang khas terhadap kesehatan. Misal yang dilakukan negara Islam untuk mengatasi masalah kesehatan dilakukan dua upaya yakni pertama secara preventif seperti dorongan untuk selalu menjaga pola hidup sehat dan teratur, makan dan minum yang sehat dan bergizi serta aktif untuk berolahraga.
Begitu ketatnya di dalam Islam menjaga kesehatan. Bagaimana tidak, di dalam Islam hanya membolehkan makanan yang halal dan toyyib.
Islam juga melarang makan dan minum yang berlebihan, sebagaimana firman Allah yang artinya “Makanlah dan Minumlah dan jangan berlebihan” (Q.S Al-A’raf ayat 31).
Rasulullah juga telah memberikan contoh tentang pola hidup sehat, seperti kebiasaan tidur cepat dan tidak suka begadang jika tidak ada hal yang penting untuk dikerjakan.
Adapun upaya yang kedua secara kuratif. Negara Islam menyediakan infrastruktur pembangunan kesehatan, tenaga medis dan teknologi yang mampu mendukung dan memudahkan para pasien pada saat di rumah sakit. Hal ini tergambar di Rumah Sakit Khairo yang didirikan pada masa Khilafah Al-Mansyur tahun 1248 M, dengan kapasitas 8000 tempat tidur dilengkapi masjid untuk pasien dan chapel untuk pasien Kristen.
Selain itu negara Islam juga menyediakan lingkungan yang baik dalam masyarakatnya agar bisa beraktivitas dengan nyaman dan berolahraga seperti pembangunan trotoar yang ramah bagi pejalan kaki, lapangan olahraga dan perlengkapan olahraga dan sebagainya.
Ditambah lagi negara memberikan perawatan, obat dan makanan gratis tetapi dengan kualitas terbaik para pasien yang dirawat juga diberikan uang saku yang cukup selama masa perawatan.
Islam mewajibkan negara menjaga kesehatan rakyatnya. Negara akan melakukan berbagai upaya menyeluruh dan mendasar untuk mencapai derajat kesehatan yang prima, baik melalui pembuatan kebijakan dan aturan dalam industri, penyediaan sarana kesehatan yang memadai maupun meningkatkan edukasi masyarakat dengan sungguh-sungguh. Baik tentang pentingnya kesehatan maupun keamanan pangan dalam prinsip halal dan toyib.
Perlu di ketahui bahwa dalam sistem Islam pemerintah tidak akan menjadikan pajak sebagai solusi untuk mengatur barang-barang distribusi dalam negara. Sebab dalam negara Islam pajak bukan penghasilan utama yang harus di kapitalisasi. Karena Islam memiliki konsep yang baik dan benar dalam mengatur pajak, tentu bukan memalak, tetapi untuk membersihkan harta.
Tentu semua upaya ini hanya dapat dijalankan dan dirasakan jika ada negara Islam. Sebab semua standar dalam pelaksaannya berdasarkan pada syariat Islam. Hanya negara Islamlah yang mampu memberikan kesejahteraan dan perawatan terbaik akan kesehatan rakyatnya.
Jadi tunggu apalagi. Kembalilah kepada Islam secara Kaffah, mempelajari dan mengamalkannya adalah penuh keberkahan akan hidup manusia.
Wallahu A’lam Bissawab.
Oleh: Rasyudah
Kontributor Opini
0 Komentar