Topswara.com -- Menjelang Ramadhan, sejumlah perusahaan kurma asal Israel ketar-ketir produk buatannya tak laku di masyarakat. Pasalnya, ajakan boikot produk Israel masih terus menggema di seluruh dunia akibat aksi genosida yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina.
Mengutip dari laporan Middle East Eye (MEE), Minggu (3/2/2024) sepertiga dari total ekspor kurma produsen Israel dilakukan selama bulan Ramadan. “Kampanye iklan senilai USD 550.000 untuk mempromosikan kurma Medjool Isra*l dihentikan sebagai tanggapan atas ketakutan akan boikot” tulis laporan itu.
Sebagai informasi, Israel adalah salah satu produsen kurma terbesar di dunia, khususnya kurma Medjool yang populer. Berdasarkan data Kementerian Pertanian Israel, nilai ekspor kurma dari Israel tembus USD 338 juta pada tahun 2022.
Pengawasan terhadap produk-produk Israel oleh kalangan muslim meningkat setelah pertumpahan darah di Gaza. Konflik tersebut telah mengakibatkan hampir 30.000 warga Palestina terbunuh dan lebih dari 69.000 rakyat Palestina terluka oleh Israel hanya dalam waktu lima bulan. (kumparan.com, 3/2/2024)
Berkaitan dengan aksi boikot produk kurma milik Israel, Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf angkat bicara. Ia menekankan bahwa aksi boikot produk Israel saja tidak cukup.
Meskipun berpengaruh pada ekonomi mereka, ternyata tidak serta-merta membuat mereka berhenti menyerang Palestina. Perlu ada upaya yang lebih besar lagi dari Indonesia dan negara-negara dunia untuk memaksa Israel menghentikan serangannya. (TVOne News, 9/3/2024).
Tidak Cukup Boikot Produk
Seruan untuk memboikot produk Israel sebenarnya adalah salah satu langkah yang cukup memberikan dampak signifikan terhadap Israel, terbukti dengan Israel berencana menambah utang USD 60 miliar atau sekitar Rp 939,6 triliun (kurs Rp 15.661 per dolar AS) tahun ini untuk menyerang Gaza, Palestina akibat dampak pemboikotan massal yang dilakukan masyarakat dari seluruh dunia terhadap produk-produk Israel.
Tak hanya itu, pemerintah Israel juga akan menunda perekrutan pegawai dan menaikkan tarif pajak demi menambah penerimaan negara. (kumparan.com, 27/2/2024)
Namun pemboikotan produk-produk Isra*l saja tidaklah cukup untuk bisa melepaskan Palestina dari penjajahan Israel. Dunia perlu tahu bahwa Palestina menjadi seperti sekarang akibat dari ketiadaan perisainya yang telah melindungi Palestina (juga negeri-negeri muslim lainnya) selama ratusan tahun, yakni khilafah.
Khilafah merupakan negara yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh berasaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Selama berabad-abad Khilafah telah menaungi hampir 2/3 dunia selama 13 abad lebih.
Namun pada tahun 1917, Pemerintah Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour yang mengumumkan pendirian “rumah nasional bangsa Yahudi” di wilayah Palestina. Deklarasi tersebut dimuat dalam sebuah surat tertanggal 2 November 1917 dari Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour kepada Lord Rothschild, seorang pemimpin komunitas Yahudi Inggris.
Upaya pendirian negara illegal tersebut semakin mulus dengan keruntuhan khilafah yang diruntuhkan paksa oleh musuh-musuh Islam lewat tangan besi Mustafa Kemal Ataturk, seorang Yahudi dan nasionalis Turki. Semenjak itulah Palestina senantiasa mendapatkan musibah mulai dari kehilangan tanah adat, pengusiran warga lokal, peristiwa Nakba pada tahun 1948, penculikan warga Palestina tanpa henti oleh tentara Israel, hingga peristiwa 7 Oktober 2023 lalu.
Boikot Pemikiran Barat
Jadi, aksi pemboikotan jangan mencukupkan hanya pada boikot produknya saja, melainkan juga sampai tataran boikot pemikiran-pemikiran yang bukan berasal dari Islam yang membuat seluruh kaum muslimin menjadi terpecah belah yang mengakibatkan rakyat Palestina tidak kunjung mendapatkan bantuan untuk bisa mengusir Israel penjajah dari tanah Palestina.
Pemikiran tersebut adalah pemikiran nasionalisme, liberalisme, kapitalisme yang bersumber dari asas sekulerisme (paham memisahkan antara agama dengan kehidupan umum).
Pemikiran inilah yang menyebabkan kaum muslim di seluruh dunia terpecah belah. Negara-negara kapitalisme menjajah negeri-negeri kaum muslimin, meniupkan nasionalisme, dan menyelundupkan demokrasi ke negeri-negeri muslim hingga berpecah belah seperti sekarang. Dengan demikian, sudah selayaknya produk pemikiran seperti ini juga turut diboikot.
Umat IsIam harus bangkit, menyuarakan ideologi yang lebih layak untuk di terapkan, yaitu ideologi IsIam. Karena hanya dengan ideologi Islamlah seluruh negeri-negeri kaum muslimin bersatu dalam sebuah negara adidaya yang menerapkan hukum-hukum dari Allah SWT dan memiliki kekuatan penuh untuk melawan kekejaman para kapitalis dan kebiadaban zionis.
Umat muslim di dunia, khususnya negeri muslim, selayaknya sadar bahwa hanya Islam yang dapat menyelamatkan Palestina. Palestina menjadi seperti sekarang sejak kaum muslim kehilangan perisainya (khilafah).
Jadi, untuk membebaskan Palestina, kita membutuhkan perisai itu kembali yang hanya akan terwujud jika negeri-negeri kaum muslim menyadari urgensinya dan bersatu di bawah bendera tauhid.
Agar tujuan itu terwujud, wajib menyadarkan seluruh umat Islam bahwa Palestina membutuhkan khilafah. Caranya adalah dengan dakwah. Setiap muslim yang memiliki dorongan iman yang kuat dan menjadikan ideologi Islam sebagai landasan, wajib menyadarkan saudara seimannya agar menyadari pentingnya perisai ini. Inilah dakwah pemikiran, yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan.
Dengan umat Islam menyadari pentingnya untuk bersatu, khilafah akan terwujud dalam satu kepemimpinan. Saat itulah waktu yang tepat untuk menyelamatkan Palestina. Ini karena hanya khilafah yang bisa menjadikan Islam sebagai ideologinya yang akhirnya menjadi negara yang dapat menyelamatkan Palestina juga menyelamatkan negeri-negeri muslim dari cengkeraman penjajah.
Wallahualam bish-shawab.
Oleh: Cita Rida
Aktivis Dakwah
0 Komentar